Presiden menerima pengunduran diri Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo telah menerima surat pengunduran diri Imam Nahrawi dari jabatannya selaku Menteri Pemuda dan Olahraga di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/9/2019) pagi. Sedianya, dalam tempo satu hari, Presiden akan segera menentukan penggantinya.
”Tadi (Kamis) pagi, Pak Imam Nahrawi sudah bertemu dengan saya. Saya menghormati apa yang sudah diputuskan oleh KPK bahwa Pak Imam Nahrawi sudah menjadi tersangka karena urusan dana hibah dengan KONI,” kata Presiden menjawab pertanyaan wartawan di Istana Merdeka.
Presiden menjawab pertanyaan wartawan bersama dengan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Presiden bertemu pimpinan BPK untuk menerima Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2019. Adapun Imam yang diterima Presiden pada kesempatan pertama sudah terlebih dahulu meninggalkan Istana Merdeka.
Sehari sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Imam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah dari Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Total dana hibah yang disetujui Kemenpora untuk KONI di 2018 saja berjumlah Rp 47,9 miliar. Imam disangka meminta sekaligus menerima dana suap senilai total Rp 26,5 miliar selama 2014-2018 sebagai pelicin atas persetujuan dana hibah ke KONI.
Dalam pertemuan dengan Imam, menurut Presiden, Imam sekaligus memberikan surat pengunduran diri sebagai Menpora. Soal orang yang akan mengisi jabatan Menpora, Presiden berjanji segera memutuskan dalam tempo satu hari.
Pilihannya adalah langsung mengganti dengan pejabat baru atau untuk menunjuk pelaksana tugas sampai masa jabatan menteri di Kabinet Kerja berakhir dalam sebulan ke depan.
”Kami pertimbangkan dalam sehari,” kata Presiden.
Saat diminta evaluasi umum atas kasus dugaan korupsi yang menimpa Imam Nahrawi, Presiden menekankan agar semua pejabat dan pengelola anggaran negara hati-hati menggunakan anggaran negara. Ia meminta semua pemangku kepentingan untuk mengelola keuangan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik sebagaimana digariskan dalam undang-undang.
”Karena semuanya akan diperiksa kepatuhannya terhadap undang-undang oleh BPK. Kalau ada penyelewengan, misalnya, ya, itu urusannya dengan aparat penegak hukum,” kata Presiden.
Menjawab pertanyaan wartawan pada kesempatan yang sama, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan, Kemenpora mendapatkan penilaian wajar dengan pengecualian (WDP) dalam IHPS I-2019. Sebab, ada beberapa masalah pertanggungjawaban yang harus diperbaiki.
Satuan kerja
Terkait dana hibah, Moermahadi melanjutkan, sistem pertanggungjawabannya mesti dirapikan. Untuk menyelesaikan persoalan mekanisme hibah yang pengelolaannya rawan tersebut, sebagaimana usulan Ketua KONI Marciano Norman, rekomendasinya adalah menjadikan KONI sebagai satuan kerja (satker) khusus di bawah Kemenpora. Dengan demikian, KONI memiliki anggaran yang dialokasikan setiap tahun dalam anggaran Kemenpora.
Secara terpisah, anggota III BPK, Achsanul Qosasi, menambahkan, BPK telah menyampaikan rekomendasi kepada Kemenpora agar KONI menjadi satker khusus di bawah Kemenpora. Rekomendasi ini telah disampaikan tiga bulan lalu. Kemenpora kemudian telah meneruskannya ke Kementerian Keuangan. Sebelum merealisasikannya, sejumlah persiapan disyaratkan oleh Kementerian Keuangan.
Selama ini, menurut Achsanul, KONI meminta-minta dana kepada Kemenpora untuk berbagai kebutuhan atas nama pengawasan dan pendampingan. ”Dan inilah, karena ada yang merasa minta dan kemudian ada yang merasa memberi, di situ ada-lah yang namanya kompensasi-kompensasi. Ini yang menyandera KONI saat ini. Gaji dibayarkan dari mana, tidak jelas. Kemudian dari dana hibah itu untuk bayar gaji,” tutur Achsanul.
Jika pada gilirannya KONI menjadi satker khusus di bawah Kemenpora sebagaimana rekomendasi BPK, Achsanul melanjutkan, harapannya KONI tidak perlu lagi mencari-cari dana di Kemenpora. Sebab, dengan menjadi satker khusus di bawah Kemenpora, kebutuhan dana KONI secara otomatis dianggarkan di APBN di dalam pos anggaran Kemenpora.
”Tinggal dipertanggungjawabkan kepada kami (BPK). Persis dengan Inasgoc. Untuk mempercepat proyek Asian Games, Inasgoc agar tidak ngemis-ngemis ke instansi, dibuatkan satker khusus. APBN datang kepada dia. Dia pertanggungjawabkan. Diperiksa oleh BPK. Selesai,” kata Achsanul.
Dengan menjadi satker khusus di bawah Kemenpora, Achsanul menambahkan, KONI yang membawahkan sejumlah pengurus besar cabang olahraga juga menjadi kuat. Dengan demikian, pengurus besar olahraga juga akan menjadi kuat.
”KONI menjadi powerful terhadap pengurus besar cabang-cabang olahraga. Cabang olahraga yang berprestasi akan mendapatkan anggaran yang baik,” kata Achsanul.
Saat ditanya tentang status pegawai, Achsanul menyatakan, tidak berarti semua pegawai KONI akan menjadi aparatur sipil negara (ASN) setelah menjadi satker khusus di bawah Kemenpora. Statusnya adalah tetap pegawai KONI. Adapun yang harus ASN adalah bendahara KONI.
Secara terpisah, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan, pihaknya akan mencermati dulu tentang mekanisme dana hibah. ”Kita lihat dulu (apakah porsi dana hibah dikurangi atau tidak). Yang penting tata kelolanya harus kita jaga,” katanya.
Salah satu prinsip dana hibah, menurut Mardiasmo, adalah tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu. Tata kelolanya juga harus baik, mulai dari awal hingga akhir. Ini mencakup mulai dari pengajuan anggarannya sampai dengan pertanggungjawaban keuangannya.
”Oleh karena itu, saya upayakan, selain audit umum, BPK juga menambah audit kinerja. Ini mencakup efisiensi, ekonomi, dan efektivitasnya,” kata Mardiasmo.