Terkait tata kelola, polemik revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak serta-merta mendorong pelarian modal dan ketidakpastian investasi.
Oleh
Karina Isna Irawan
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis ekonomi pada prinsipnya terkait tata kelola yang buruk. Pengalaman dari krisis Asia pada 1997-1998 menunjukkan hal tersebut.
Terkait tata kelola, polemik revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak serta-merta mendorong pelarian modal dan ketidakpastian investasi. Akan tetapi, isu ini menjadi perhatian investor asing sehingga pemerintah mesti berhati-hati dalam mengelola polemik ini.
”Tata kelola yang buruk termasuk ketidakpastian regulasi dan perizinan yang berbelit. Itu tantangan nyata bagi investor,” kata ekonom Unika Atma Jaya, A Prasetyantoko, di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Menurut Prasetyantoko, pemerintah perlu menyertai revisi UU KPK dengan upaya nyata, progresif, sistematis, dan berkesinambungan untuk menyederhanakan perizinan usaha di Indonesia. ”Pemerintah tetap harus mendorong peran KPK dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Secara terpisah, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, kondisi perekonomian global dihadapkan pada potensi resesi yang mulai terindikasi di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat. Ia berharap respons kebijakan dalam negeri tidak kontraproduktif.
”Respons Indonesia terhadap kondisi global dan domestik saat ini dengan cara-cara biasa saja tidak cukup. Jangan ditambah dengan respons kontraproduktif,” kata Enny dalam diskusi ”Urgensi Pemberantasan Korupsi bagi Perekonomian, Investasi, dan Perbaikan Fiskal”, di Jakarta.
Selama ini keluhan utama investor adalah ketidakpastian regulasi dan perizinan yang berbelit. Penegakan hukum dinilai lemah karena praktik gelap eksekutif, legislatif, dan pelaku usaha ditengarai masih terjadi.
Menurut Enny, sebagian praktik gelap terkuak ke publik dalam kasus korupsi yang juga menjerat pengusaha, pejabat publik, dan pejabat perusahaan BUMN. Persoalan korupsi ini dinilai sebagai penyebab ketidakpastian regulasi dan perizinan selama bertahun-tahun.
”Revisi UU KPK ini bukan perkara sederhana tentang pelemahan atau penguatan KPK. Revisi UU KPK memiliki dampak berganda yang langsung mengena terhadap perekonomian Indonesia,” kata Enny.
Kesulitan
Menurut Enny, investor bukan tidak tertarik masuk ke Indonesia, melainkan kesulitan merealisasikan investasinya. Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2017, persetujuan investasi asing mencapai Rp 2.000 triliun, tetapi yang terealisasi sekitar Rp 400 triliun.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Bambang Adi Winarso mengemukakan, reformasi perizinan usaha dan regulasi menjadi agenda prioritas nasional. Pemerintah berkomitmen memberi kepastian hukum bagi investor dan pelaku usaha. (KRN)