Warga Kian Sulit Bernapas, Pemerintah Tetapkan Tanggap Darurat
Gubernur Kalimantan Tengah tetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan. Hal itu dilakukan karena kabut asap yang kian pekat dan berbahaya untuk masyarakat di Kalteng.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Gubernur Kalimantan Tengah menetapkan status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan. Hal itu dilakukan karena kabut asap yang kian pekat dan berbahaya untuk masyarakat di Kalteng.
Provinsi dengan luas wilayah 15 juta hektar atau hampir dua kali Pulau Jawa itu diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Luas wilayah yang terbakar mencapai 44.769 hektar dan terus bertambah.
Kualitas udara berada di level berbahaya dengan total partikulat (PM10) 1.939 mikrogram per kubik padahal batas normal hanya 150 mikrogram per kubik. Jumlah titik panas pada Kamis (19/9/2019) sebanyak 1.209 titik dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
Di Kota Palangkaraya, pengendara bermotor menggunakan masker, bahkan pengguna mobil. Pada pagi hari, jarak pandang kurang dari 100 meter. Kabut semakin tebal pada siang dan sore hari. Padahal, pada Rabu (18/9/2019), kabut asap mulai menipis.
Di malam hari kadang lebih parah, pagi dan siang dipadamkan malam harinya nyala lagi apinya. Asap juga tambah tebal. (Laura Claudia)
Di beberapa lokasi di Kota Palangkaraya, seperti di Jalan G.Obos, ujung yang jarak pandang hanya 50 meter. Menara Masjid Raya Darussalam yang tingginya 118 meter itu tertutup kabut dan tidak terlihat.
”Di malam hari kadang lebih parah, pagi dan siang dipadamkan malam harinya nyala lagi apinya. Asap juga tambah tebal,” kata Laura Claudia (24), warga Jalan Mahir-Mahar, Kota Palangkaraya.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, dirinya sudah menandatangani surat naiknya status dari siaga darurat menjadi tanggap darurat pada Rabu malam. ”Dengan status ini, semua korban asap pengobatannya ditanggung pemerintah dari provinsi sampai kabupaten/kota,” ungkapnya.
Sugianto mengungkapkan, sampai saat ini, pihaknya terus berupaya melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Ia pun mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan.
”Kami juga berupaya untuk menambah ruang oksigen di semua daerah, khususnya yang terdampak,” ungkap Sugianto.
Koordinator Sekretariat Bersama Anti Asap di Kalteng Kartika Sari mengungkapkan, pemerintah tidak boleh lupa untuk memenuhi hasil gugatan warga (citizen law suit), beberapa tahun lalu. Salah satu tuntutannya adalah membangun rumah sakit paru di Kalteng.
”Kebakaran dan bencana asap itu hampir setiap tahun terjadi, jadi rumah sakit paru itu perlu. Lagi pula itu wajib dilaksanakan karena masyarakat menang dalam peradilan itu,” ungkap Kartika.
Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalopas-PB) Provnsi Kalteng, partikulat (PM10) di Kota Palangkaraya 1.939 mikrogram per kubik, padahal batas normalnya hanya 150 mikrogram per kubik. Adapun parameter PM 2,5 mencapai angka 2.078 mikrogram per meter kubik dari ambang batas 65 mikrogram per kubik.
Kebakaran dan bencana asap itu hampir setiap tahun terjadi, jadi rumah sakit paru itu perlu. Lagi pula itu wajib dilaksanakan karena masyarakat menang dalam peradilan itu. (Kartika Sari)
Sementara data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah menyebutkan, sejak Juli hingga September, terdapat 22.000 penderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalteng. Penderita ISPA terbanyak ada di Kota Palangkaraya, yakni sekitar 6.000 orang.
”Penderita ISPA didominasi oleh anak-anak dan anak balita, mereka memang rentan. Demikian juga lansia,” ungkap Kepala Bidang Program dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Endang Sri Lestari.