Dalam 10 hari terakhir, sekitar 400 hektar lahan Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan terbakar. Sekitar 68 petugas dikerahkan memadamkan api agar tidak meluas.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam 10 hari terakhir, sekitar 400 hektar lahan Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan terbakar. Sekitar 68 petugas dikerahkan memadamkan api agar tidak meluas. Kebakaran disebabkan aktivitas warga yang melakukan penanaman padi secara sonor dan pencurian kayu gelam.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumsel Genman Suhefti Hasibuan, Kamis (19/9/2019) di Palembang menerangkan, sejak 10 hari terakhir, kebakaran di Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan terus terjadi. Bahkan per Kamis terpantau ada 19 titik panas. “Ini merupakan titik panas terbanyak sepanjang September,” ungkapnya.
Kebakaran di SM Padang Sugihan disebabkan aktivitas masyarakat untuk membuka lahan dengan cara membakar ilalang atau rumput di lahan gambut atau biasa disebut sonor. Lahan tersebut digunakan untuk menanam padi. Kondisi ini sangat berbahaya karena abu api bisa saja beterbangan dan akhirnya berdampak pada meluasnya kebakaran.
Selain sonor, aktivitas perambahan liar serta pencurian kayu gelam juga meningkatkan risiko kebakaran. “Biasanya mereka membuka tenda dan menghidupkan api untuk memasak. Namun setelah itu, api tersebut ditinggalkan sehingga akhirnya menyulut kebakaran,” ungkap Genman.
Puncaknya pada 2015, sekitar 60.000 hektar lahan di SM Padang Sugihan terbakar. Genman menyebutkan, kebakaran lahan tahun ini terjadi di pinggiran kawasan SM Padang Sugihan. Hal itu karena kondisi lahan yang sangat kering saat musim kemarau. Adapun bagian tengah kawasan masih cukup basah sehingga potensi muncul titik panas sangat minim.
Genman menuturkan, pihaknya berupaya mencegah kebakaran lahan masuk ke kawasan hutan karena akan mengancam ekosistem di dalamnya. SM Padang Sugihan merupakan habitat bagi 76 ekor gajah liar dan 38 ekor gajah jinak. “Kondisi gajah liar masih cenderung aman karena mereka berada ada di tengah kawasan yang belum terbakar,” ungkapnya.
Selain gajah, SM Padang Sugihan merupakan tempat hidup sejumlah satwa dilindungi seperti beruang, rusa, elang, dan oak. “Kalau ada kebakaran lahan di kawasan ini tentu kehidupan mereka akan terancam,”kata Genman.
Selain gajah, SM Padang Sugihan merupakan tempat hidup sejumlah satwa dilindungi seperti beruang, rusa, elang, dan oak.
Sebenarnya satwa memiliki kemampuan untuk menghindar dari kebakaran lahan. Jadi, jika ada lahan yang terbakar, mereka biasanya sudah terjebak dalam kepungan api.
Untuk mencegah kebakaran lahan di kawasan SM Padang Sugihan meluas, pihaknya sudah mengerahkan 68 petugas untuk menjaga kawasan yang rawan terbakar. “Petugas juga dibantu oleh warga sekitar untuk memadamkan api,” ungkapnya.
Terkadang, gajah juga digunakan untuk mengangkut peralatan pemadam di kawasan rawa yang sulit diakses. Hal ini terjadi pada kebakaran besar tahun 2015.
Kebakaran lahan tahun ini, lanjut Genman, belum separah tahun 2015. Hal itu karena sejak 2017, pihaknya bersama Badan Restorasi Gambut (BRG) menerapkan program pembasahan lahan dengan menimbun kanal.
“Dengan pembangunan infrastruktur penimbunan kanal, kondisi gambut di SM Padang Sugihan sudah lebih basah sehingga tidak mudah terbakar,” ungkapnya.
Kepala Sub Kelompok Kerja Badan Restorasi Gambut (BRG) Sumatera Selatan Onesimus Patiung, menerangkan, dari sekitar 88.148,05 hektar lahan SM Padang Sugihan, sekitar 63.459,93 hektar merupakan lahan gambut yang perlu dijaga kelembabannya. Untuk itu sejak 2017, BRG mulai membangun timbunan kanal agar air yang didapat pada musim hujan tidak langsung mengalir ke sungai.
Timbunan tersebut dibangun di area kanal yang menghubungkan antara Sungai Sugihan dengan Sungai Padang. Posisi dari penimbunan kanal adalah di setiap ujung sungai. “Hingga saat ini, sudah ada 28 unit timbunan kanal. Pada 2019 diharapkan akan ada sembilan timbunan kanal lain yang akan dibangun untuk menyempurnakan upaya restorasi gambut,” ungkap Onesimus.
Onesimus menerangkan, program pembasahan gambut di kawasan SM Padang Sugihan akan dijadikan percontohan program pembasahan gambut di Indonesia. “Selain pembangunan infrastruktur, hal yang tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat untuk turut menjaga kawasan SM agar tidak terbakar,” kata dia.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Kelas I Palembang Nandang Pangaribowo menyebutkan, potensi awan hujan di musim kemarau ini sangat minim. Bahkan, musim hujan baru akan terjadi pada dasarian III bulan Oktober. “Adapun di awal Oktober sudah ada potensi awan hujan yang bisa digunakan untuk hujan buatan,” ungkapnya.
Namun, kata Nandang, berdasarkan model prakiraan cuaca BMKG akan ada potensi hujan dalam rentang prakiraan 23-24 September di wilayah Sumatera Selatan. Pada 23 September 2019, peluang hujan berkisar 20-40 persen untuk Sumsel bagian tengah dan timur.
Untuk Sumsel bagian barat, peluang hujan berkisar 40-80 persen, dengan curah hujan minimal 10 milimeter. Adapun pada 24 September, peluang hujan berkisar 40-80 persen untuk seluruh wilayah Sumsel dengan curah hujan minimal 10 milimeter.