Bertahan hingga Akhirnya Tumbang
Berbulan-bulan dipapar asap kebakaran siapa yang tahan. Namun, di tengah impitan, selalu saja ada kisah perjuangan membantu sesama. Ada yang bertahan, ada pula yang akhirnya tumbang.
Kamis (19/9/2019) pagi, Aprie Husin Rahu (40) kembali mengemudikan mobil oksigennya. Aprie yang sehari-hari bertani seharusnya masih beristirahat karena sehari sebelumnya dirawat di unit gawat darurat akibat gangguan pernapasan seusai keliling Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
”Saya paksa saja. Apalagi saya sudah baikan. Kalau tidak jalan, sayang, oksigen dan masker ini harus dibagikan,” kata Aprie yang juga Ketua Sukarelawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kota Palangkaraya.
Telepon Aprie berdering, meminta bantuan oksigen gratis di tengah kepungan asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya. Ia putuskan ke sekitar Kelurahan Menteng di Jalan G Obos XIV. Di lokasi itu, enam petugas kebakaran sedang memadamkan api. Salah satunya Maslani (54), yang terbaring di ujung gang memegangi kepalanya.
Aprie menghampiri, lalu memapah Maslani ke mobil oksigen. Di sana ada Inayati Muharini, petugas kesehatan dari Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Palangkaraya, serta Kautsar Ismail (19) dan Widya Triyadi (22), sukarelawan MDMC. Sebelum memasang oksigen, Inayati memeriksa tekanan darah Maslani. Hasilnya mengejutkan, tekanan darah sistoliknya 215 milimeter merkuri (mmHg), sangat tinggi. Maslani pun diberikan obat dan air kacang hijau.
Aprie kemudian menyiapkan mobilnya dan mengantar Maslani masuk. Di dalam mobil terdapat satu tabung oksigen berukuran 1 meter kubik lengkap dengan selang. Di bagian bagasi mobil ada beberapa kardus berisi masker, suplemen vitamin, susu kotak, dan kacang hijau.
Selama 15 menit, Maslani hampir tertidur. Tangannya yang menghitam seperti kayu terbakar dan keriput meringkuk di perutnya. Ia tidur selonjoran di atas kursi mobil. Setelah tindakan itu, petugas kesehatan meminta Maslani pulang. Selain Maslani, masih ada lima petugas kebakaran, termasuk polisi dan tentara, yang mengantre layanan oksigen bersih. Setelah semua terlayani, Aprie mengemudikan mobilnya ke wilayah lain.
”Ada juga yang telepon, biasanya permintaan untuk ibu hamil atau untuk bayi dan lansia,” katanya. Sayang, mobil oksigen ini hanya ada satu di Kota Palangkaraya. Mobil ini juga beroperasi dari pagi hingga petang hari. Aprie kadang kewalahan melayani permintaan masyarakat.
Tingginya permintaan terhadap oksigen bukan tanpa alasan. Sebab, banyak apotek memanfaatkan situasi kabut asap dengan menjual tabung oksigen portabel dengan harga tinggi. Biasanya, tabung oksigen berukuran 500 cc itu dijual Rp 40.000 per tabung. Saat kebakaran hutan dan lahan, harganya Rp 75.000 per tabung.
Selain itu, ruang oksigen yang disiapkan pemerintah di puskesmas-puskesmas masih digabung dengan ruang tindakan sehingga yang memerlukan oksigen harus bergabung dengan pasien lain. Hal itu juga menjadi salah satu alasan organisasi Solidaritas Perempuan (SP) Kalteng membuat tabung oksigen buatan menggunakan aerator akuarium. ”Setelah dicoba, memang mereka merasa nyaman, tetapi itu dilarang pemerintah karena belum ada uji coba klinis,” kata Ketua SP Kalteng Margaretha Winda F Tarigan.
Situasi di Kota Palangkaraya, yang berjuluk ”Kota Cantik”, sudah memprihatinkan. Pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat atas bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana Kalteng mencatat, partikulat (PM 10) di Kota Palangkaraya 1.939 mikrogram per meter kubik, sangat jauh di atas batas normal 150 mikrogram per meter kubik. Sangat berbahaya.
”Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) didominasi anak-anak dan balita. Mereka memang yang paling rentan,” kata Kepala Bidang Program dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kalteng Endang Sri Lestari.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kalteng, pada Juli-September ada 22.000 penderita ISPA akibat kebakaran hutan dan lahan. Kota Palangkaraya penyumbang terbanyak dengan total lebih kurang 6.000 penderita.
Pasrah seterusnya
Derita ISPA juga melanda ribuan warga lain di daerah terpapar asap. Masyarakat Kalimantan Barat, misalnya, hampir setiap tahun dilanda kabut asap yang menyesakkan. Setiap musim asap seperti sekarang, hampir tak ada tempat bersembunyi. Masyarakat hanya bisa pasrah.
Aulia Apriani (12), misalnya, tampak lesu saat memasuki ruang pemeriksaan di salah satu puskesmas di Kota Pontianak, Kalbar, Rabu lalu. Aulia sudah tiga hari sesak napas, demam, dan flu karena terpapar asap yang hampir dua bulan melanda Kalbar. ”Anak saya sesak napas dan mata perih, terutama kalau malam hari. Kabut asap masuk ke dalam rumah melalui celah-celah dinding,” ujar Misrawati (30).
Batuk juga dialami Noval (1,2) tiga hari belakangan. ”Kalau malam, dia susah tidur. Saya harap asap segera hilang,” ujar Hasanah (46), nenek Noval. Jangan biarkan para korban berperang sendiri, mencari solusi versinya masing-masing. Pemerintah ada untuk mereka.