JAKARTA, KOMPAS - Penetapan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) diharap tidak memengaruhi kinerja Kementerian Pemuda dan Olahraga. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Imam sebagai tersangka kasus dini dan disangka telah menerima suap Rp 26,5 miliar.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Kamis (19/9/2019) mengatakan, usai penetapan Iman Nahrawi sebagai tersangka, para karyawan memang kaget, tetapi bisa segera beraktivitas seperti biasa. "Kondisi psikologi karyawan tidak seperti ketika terjadi operasi tangkap tangan KPK terkait kasus yang sama di kantor ini, Desember lalu. Saat itu, kami benar-benar kaget dan sempat takut untuk beraktivitas," ujarnya.
Gatot menyampaikan, pihaknya berkomitmen untuk menjalankan tugas dengan optimal. Mereka sudah melakukan koordinasi internal untuk menjalankan program-program prioritas, seperti persiapan SEA Games 2019, Kongres PSSI, PON Papua 2020, Olimpiade Tokyo 2020, hingga Piala Dunia Basket FIBA 2023.
"Peristiwa ini tidak akan mengganggu persiapan atlet. Lagi pula, anggaran untuk atlet/pelatnas kan MoU-nya tidak dengan menteri melainkan dengan kuasa pengguna anggaran," katanya.
Gatot mencontohkan, persiapan SEA Games berjalan seperti biasa. Selama ini atlet sudah berlatih. “Persiapan sudah, penunjukkan CdM sudah, Pak Menteri juga sudah beberapa kali meninjau tempat latihan dan bertemu cabang olahraga,” kata dia.
Pencairan anggaran dari Kemenpora kepada cabang olahraga sesuai Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2017 tentang peningkatan prestasi olahraga nasional dinilai hal positif yang memudahkan masa transisi ini. Selanjutnya, menurut Gatot, pihaknya menunggu menunjukkan pelakasan tugas menteri dari Istana. Gatot menduga jabatan menpora akan diambil alih sementara oleh menteri lain. "Seperti ketika Pak Andi Mallarangeng jadi tersangka KPK, dia mundur dan tak lama jabatannya dikendalikan oleh Menkokesra. Yang jelas, tidak ada kementerian tanpa pimpinan," katanya.
Gatot mengatakan, sebagai Sekretaris Kemenpora dirinya akan menandatangani surat keputusan atlet dan pelatih SEA Games 2019 mengingat Menpora Imam Nahrawi dan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana sedang menjalani proses hukum.
Ketua Kontingen Indonesia untuk SEA Games 2019, Harry Warganegara mengatakan, beberapa bulan terakhir pihaknya terus berkoordinasi dengan Kemenpora untuk mempersiapkan keberangkatan atlet ke Filipina. “Semoga kasus ini tidak mempengaruhi SEA Games karena karena sudah ada tatanan yang mengaturnya,” kata dia.
Harry menjelaskan, persiapan SEA Games tetap berjalan sesuai rencana. Pendaftaran nama-nama atlet, misalnya, tetap dilakukan sepanjang pekan ini. Sebanyak 32 dari 52 cabang olahraga yang didaftarkan SEA Games sudah mendaftarkan nama atlet ke Komite Olimpiade Indonesia. Daftar nama atlet nantinya akan diverifikasi dan didaftarkan ke Panitia Penyelenggara SEA Games.
Cabang-cabang tersebut antara lain catur, ice skating, kurash, pencak silat, sepak takraw, angkat besi, jiujitsu, taekwondo, dan bola voli. Harry menjelaskan, batas akhir pendaftaran nama-nama atlet kepada panitia penyelenggara adalah 30 September 2019. Untuk pengiriman atlet, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 40-45 miliar.
Satker KONI Pusat
Gatot mengungkapkan, pihaknya sudah menyerahkan surat ke Presiden terkait usulan KONI Pusat menjadi satuan kerja di bawah Kemenpora. Hal itu sudah direspons oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan pada Mei lalu. "Saat itu, kami diminta melengkapi sejumlah berkas terkait," tuturnya.
Berdasarkan Perpres Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, anggaran untuk KONI Pusat memang tidak ada. Walaupun bertugas sebagai pengawas pendamping, tidak ada pasal dan turunannya yang menyatakan Kemenpora harus/bisa memberikan anggaran ke KONI Pusat.
"Dari perpres itu, anggaran hanya untuk Komite Paralimpiade Nasional dan induk cabang olahraga. Memang ada menyebut KONI Pusat di Pasal 5, tetapi hanya menjelaskan fungsinya sebagai pengawas pendamping menpora. Tidak ada anak pasal untuk menganggarkan dana untuk KONI Pusat," ujarnya.
Untuk menjawab masalah anggaran KONI Pusat salah satunya dengan menjadikan KONI satuan kerja di bawah Kemenpora. Namun, pembahasan satker tidak akan singkat. Ia menggambarkan pembentukan Satker Inasgoc memakan waktu enam bulan, itu pun dengan kepentingan mendesak tingkat nasional untuk persiapan jadi tuan rumah Asian Games 2018.
Untuk Satker KONI Pusat bisa lebih lama. Setidaknya, setelah diusulkan awal 2019, hingga sekarang belum ada keputusan mengenai satker tersebut. "Lagi pula, kami masih harus melengkapi dokumen terkait. KONI Pusat juga harus siap merampingkan diri karena satker sifatnya selalu ramping. Sedangkan KONI Pusat kini sangat gemuk," pungkasnya.