Merasa Untung, Ternyata Buntung
Konsumen ponsel ilegal mengalami kerugian dari sisi layanan purnajual. Mereka kebingungan saat hendak memperbaiki ponsel karena layanan perbaikan ponsel dari distributor tidak resmi sangat terbatas.
Dengan wajah masam, Emilia (40) bergegas masuk ke ruangan layanan perbaikan telepon seluler yang bergaransi Bless Platinum di Kompleks Ruko ITC Roxy Mas, Jakarta, Jumat (16/8/2019) siang. Emilia kesal lantaran ponsel miliknya sudah rusak hanya berselang sebulan setelah beli.
Emilia berencana memperbaiki ponsel merek Xiaomi yang dibeli di ITC Roxy Mas. ”Baru dipakai sebulan, rusak. HP-nya bisa hidup, tapi setelah didiamkan 10 sampai 15 menit langsung mati. Jadi saya capek harus hidupin terus,” ujarnya setengah menggerutu.
Ponsel tersebut dia beli Rp 700.000. Menurut Emilia, harga ponsel tipe tersebut di pasaran semestinya Rp 1 juta. Tertarik dengan tawaran pedagang ponsel di ITC Roxy, Emilia memutuskan membeli dengan pertimbangan harga murah. Terlebih, ponsel tersebut dilengkapi dengan garansi selama satu tahun jika terjadi masalah pada ponsel tersebut.
Baca juga : Adu Siasat Atasi Ponsel Ilegal
Setelah ponsel bermasalah, Emilia mendatangi gerai Bless Platinum untuk memperbaiki ponselnya. Namun, ia kembali harus gigit jari lantaran ponselnya tak bisa segera diperbaiki.
”Sudah mau saya perbaiki, tapi ternyata harus menunggu dua bulan. Ya tidak bisa saya menunggu selama itu. Mending HP ini saya jual saja, tukar tambah, daripada tidak punya HP sama sekali,” katanya.
Adi (30), karyawan swasta yang bedomisili di Kebon Jeruk, Jakarta, juga mengeluhkan ponsel bergaransi Bless Platinum. Adi bermaksud memperbaiki ponsel Xiaomi Note 5 yang dia beli tahun lalu. Berbeda dengan Emilia, Adi mendapatkan ponsel tersebut dari situs jual beli daring dengan harga Rp 2 juta.
Ponsel Adi kini tidak dapat dipergunakan sama sekali. Awalnya, ia tidak mengerti penyebabnya. Setelah dibawa ke gerai Bless Platinum, menurut teknisi, ponsel Adi gagal memperbarui sistem operasi. Adi memang menyalakan fungsi perbarui sistem operasi secara otomatis di ponselnya. Kesalahan instalasi terjadi ketika ponselnya akan memperbarui sistem operasi terbaru.
”Rusaknya sekitar satu atau dua bulan setelah beli. Enggak bisa masuk sama sekali ke menu utama,” ucap Adi.
Menurut Adi, dirinya tertarik membeli ponsel tersebut karena harganya yang lebih murah Rp 1 juta daripada harga pasar. Padahal, Adi tahu ponsel yang dia incar itu tidak resmi karena bergaransi internasional atau versi China.
Baca juga : Tips Mengenali Ponsel "Black Market"
Tidak mengerti
Baik Adi maupun Emilia mengaku tidak mengerti perbedaan garansi resmi dan tidak resmi. Apa yang mereka ketahui hanyalah ponsel tersebut sudah disertai garansi selama setahun setelah dibeli. Padahal, garansi menjadi salah satu indikator pembeda antara ponsel resmi dan ilegal.
”Tidak paham soal garansi. Pedagangnya bilang kalau semisal rusak, datang saja ke sini (Bless),” kata Emilia.
Tidak hanya Adi dan Amelia yang kecewa dengan ponsel dengan garansi distributor. Tuti (45) pun mengalami hal serupa. Ponsel Xiaomi miliknya yang bergaransi B-Cell tidak dapat diperbaiki karena kantor layanan perbaikan B-Cell di Ruko Season City, Jakarta Barat, tutup sejak pertengahan Juli.
Kantor tempat servis itu ditutup oleh pintu besi geser berwarna hijau. ”Saya sudah buru-buru ke sini mau betulin hape, eh kantornya tutup. Sudah habis waktu dan uang, tetapi ponsel saya belum bisa dipakai,” ujar Tuti, saat ditemui, Kamis (15/8/2019) sore.
Dua hari sebelumnya, ponsel Tuti mati lantaran jatuh ke dalam bak mandi karena dimainkan anaknya yang baru berusia 3 tahun. Wanita yang berdomisili di Depok ini kemudian membawa ponsel itu ke toko tempatnya membeli, yakni di ITC Depok. Namun, penjaga di sana menyarankan Tuti untuk memperbaikinya di pusat perbaikan karena masih bergaransi.
Tuti lalu mengecek kotak ponsel yang dia beli pada Desember 2018 dan menemukan kartu garansi selama setahun atas nama B-Cell. Merasa belum lewat setahun, Tuti mencoba menuntut garansi itu, tetapi kantornya tutup. ”Kan lumayan kalau masih garansi, jadi tak perlu keluar biaya,” ujar Tuti.
Ia kesal lantaran semua urusan pekerjaan ada di ponselnya sehingga ia ingin ponselnya segera bisa beroperasi normal. Kini Tuti menyesal karena membeli ponsel di toko yang tidak resmi hanya karena terbuai harga yang lebih murah. Dia hanya perlu merogoh kocek Rp 900.000 untuk ponsel Redmi Note 5 yang harganya di toko resmi saat itu sekitar Rp 1,1 juta.
Ponsel milik Amelia, Adi, dan Tuti merupakan ponsel ilegal yang bergaransi tidak resmi karena hanya mencantumkan garansi distributor independen, seperti Bless, Platinum, dan B-Cell. Adapun ponsel resmi adalah yang mencantumkan garansi dari distributor resmi. Pemegang garansi resmi Xiaomi di Indonesia adalah PT Teletama Artha Mandiri (TAM), yang juga anak perusahaan Erajaya, importir resmi Xiaomi.
Karena ketidaktahuan mengenai informasi perdagangan ponsel, konsumen seperti Amelia, Adi, dan Tuti awalnya merasa untung karena mendapatkan ponsel dengan harga jauh lebih murah daripada ponsel resmi. Namun, mereka akhirnya buntung ketika tidak mendapatkan hak layanan purnajual saat terjadi kerusakan.
Kepala Teknisi Bless Platinum Taufik Setia Budi (46) mengakui perusahaannya menerima jasa perbaikan ponsel-ponsel ilegal. Taufik mengetahui pemegang garansi resmi Xiaomi adalah PT TAM sehingga ponsel Xiaomi yang dibeli tanpa garansi TAM hampir dipastikan adalah ilegal.
Hampir semua pelanggan yang mendatangi Bless Platinum adalah pemilik ponsel Xiaomi. Dalam sehari, rata-rata 20 pemilik ponsel ilegal mendatangi gerainya. Keluhannya, kata Taufik, bermacam-macam. Mulai dari kerusakan baterai, layar, hingga sistem operasi.
”Kami hanya menerima jasa servis dari pengguna yang garansinya Platinum. Selain itu tidak terima,” kata Taufik, saat ditemui, di kantornya.
Baca juga : Teknisi Menyiasati Rencana Pemblokiran Ponsel Ilegal
Wakil Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Syaiful Hayat menjelaskan, konsumen ponsel ilegal sangat rentan dirugikan. Salah satunya karena dilindungi garansi pascapembelian. Garansi pascapembelian yang memadai merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap konsumen.
Menurut Syaiful, idealnya pemegang merek ponsel harus memiliki beberapa gerai yang tersebar di seluruh Indonesia untuk melayani perbaikan. Hal itulah, kata Syaiful, yang tak dimiliki perusahaan jasa perbaikan semacam Bless Platinum.
Potensi kerugian
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai konsumen sering menikmati keuntungan semu dan tidak sadar akan potensi kerugian yang akan dialami ketika membeli ponsel ilegal. Konsumen terbuai oleh selisih harga yang cukup besar dari harga resmi, tetapi mereka akan mengalami kesulitan ketika hendak memperbaiki ponselnya saat mengalami kerusakan.
Hal senada diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang mengatakan, konsumen Indonesia masih memiliki kecenderungan untuk membeli ponsel dari pasar gelap. Padahal, mereka bisa kesulitan mendapatkan pelayanan apabila terjadi kerusakan. ”Konsumen Indonesia belum sadar dengan yang namanya layanan purnajual,” ujar Rudiantara.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggriono Sutiarto mengatakan, salah satu upaya untuk melindungi konsumen dari ponsel pasar gelap tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38 Tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purnajual bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.
”Produk yang punya masa pemakaian lama harus memiliki layanan purnajual yang resmi untuk melayani konsumen. Aturan kami tidak mengenal istilah garansi toko,” ujar Veri.