JAKARTA, KOMPAS – Ombudsman Jakarta Raya meminta pemerintah provinsi Jawa Barat mengambil alih penanganan pencemaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor. Selama ini, instansi yang berwenang dinilai tidak kompeten dalam mengawasi izin lingkungan industri yang berdampak pada pencemaran Sungai Cileungsi.
Ombudsman RI Kantor Perwakilan Jakarta Raya, Jumat (20/9/2019), mengeluarkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) dalam rangka percepatan penanganan pencemaran Sungai Cileungsi. Upaya tersebut juga dilakukan untuk mendorong proses penegakan hukum terhadap perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup di Sungai Cileungsi.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho mengatakan, rangkaian pemeriksaan sudah dilakukan sejak Oktober 2018. Tim Ombudsman melakukan inspeksi mendadak, investigasi, dan pemeriksaan sejumlah instansi yang berhubungan dengan pencemaran sungai Cileungsi. LHAP sebenarnya sudah diserahkan kepada DLH Provinsi Jawa Barat maupun DLH Kabupaten Bogor pada 6 Desember 2018. Namun, pemantauan kondisi lapangan sungai Cileungsi, hingga akhir Agustus 2019 masih menunjukkan kondisi tercemar.
“Air sungai Cileungsi masih terlihat menghitam, berbusa, dan tercemar. Kondisi ini tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berdampak pada berkurangnya pasokan air baku untuk PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi,” kata Teguh.
“Air sungai Cileungsi masih terlihat menghitam, berbusa, dan tercemar. Kondisi ini tidak hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berdampak pada berkurangnya pasokan air baku untuk PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi,” kata Teguh.
Teguh menduga, masih terdapat beberapa perusahaan yang melakukan pencemaran tetapi belum ditindak tegas oleh DLH Kabupaten Bogor, DLH Provinsi Jabar, dan Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selama kurang lebih delapan bulan sejak penyerahan LHAP, tidak ada perubahan kondisi sungai Cileungsi. Tindakan korektif dan rekomendasi dari Ombudsman dinilai belum dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KHLK, pencemaran sungai Cileungsi diduga dilakukan oleh 54 perusahaan di Kabupaten Bogor. Rinciannya, tiga perusahaan ditangani oleh Ditjen Gakkum KLHK, dua perusahaan ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Jabar, satu perusahaan ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri, dan 48 perusahaan ditangani oleh DLH Kabupaten Bogor.
“Kasus paling banyak ditangani oleh DLH Bogor. Selama ini, baru 17 perusahaan yang perkaranya diselesaikan. Sisanya, 31 perusahaan masih ditangani,” ungkap Teguh.
Menurut Teguh, penanganan pencemaran Sungai Cileungsi yang berlarut-larut menunjukkan bahwa DLH Kabupaten Bogor sudah tidak mampu menjalankan pengawasan dan pengendalian kerusakan lingkungan yang berasal dari limbah industri di sekitar sungai tersebut. Pada bulan Mei 2019 misalnya, DLH Kabupaten Bogor belum memiliki pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan masih menunggu dilantik oleh bupati Bogor. Sanksi yang dijatuhkan pun masih sebatas administratif sehingga tidak menimbulkan efek jera. Menurut Ombudsman perlu dilakukan penyelidikan tindak pidana lingkungan hidup oleh kepolisian.
Tanggung jawab penanganan pencemaran Sungai Cileungsi dari kabupaten, provinsi dan pusat pun belum terkoordinir dengan baik sehingga penanganan terkesan lambat dan tidak terarah.
“Efek penanganan yang lambat ini membuat publik tidak percaya serta perusahaan pencemar lingkungan cenderung membangkang atau tidak patuh secara hukum,” imbuh Teguh.
Ombudsman menyarankan penanganan pencemaran lingkungan Sungai Cileungsi diambil alih oleh DLH Provinsi Jabar. DLH provinsi Jabar juga diminta berkoordinasi dengan Ditjen P2KL dan Ditjen Gakkum KLHK untuk menyusun tahapan penanganan pencemaran Sungai Cileungsi serta menetapkan target terukur. DLH Kabupaten Bogor juga diminta menyerahkan data perusahaan pencemar lingkungan kepada kepolisian agar diselidiki ke arah kasus tindak pidana lingkungan hidup.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang dipanggil dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa penanganan pencemaran Sungai Cileungsi menjadi atensi provinsi. Penanganan pencemaran di sungai tersebut akan diambil alih oleh provinsi. Namun, dalam praktik di lapangan, upaya penanganan dan penegakan hukum tetap membutuhkan bantuan dari DLH Kabupaten Bogor dan KLHK.
Dirtipidter Bareskrim Mabes Polri dan Direktorat Tindak Pidana Khusus Polda Jabar juga bersedia menyelidiki lebih lanjut perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan. Selain upaya penegakan hukum juga akan dilakukan pemberdayaan masyarakat untuk mencegah pencemaran Sungai Cileungsi.