Ponsel Diselundupkan lewat Berbagai Jalur
Ponsel ilegal yang marak beredar di Tanah Air diduga diselundupkan dari sejumlah negara melalui pulau kecil dan pelabuhan liar di Batam, Kepulauan Riau. Singapura diduga menjadi negara transit sebelum masuk Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Ponsel ilegal yang marak beredar di Tanah Air diselundupkan dari sejumlah negara, seperti China, Hong Kong, dan Singapura. Salah satu pintu masuk penyelundupan ponsel tersebut ke Indonesia diduga melalui Batam, Kepulauan Riau, lewat berbagai pelabuhan liar dan pulau kecil.
Sepanjang Agustus lalu, Kompas menelusuri sejumlah pelabuhan liar di Batam yang biasa digunakan untuk memasukkan ponsel dari Singapura. Pelabuhan berupa dermaga kecil di dekat rumah penduduk tersebut dapat dipakai untuk tempat merapat perahu cepat (speed boat) atau perahu kayu kecil.
Salah satu dermaga yang biasa digunakan untuk aktivitas bongkar muat komoditas ilegal berada di dekat Jembatan Barelang 3 yang dikelola W, warga setempat. Pelabuhan liar ini juga dipakai untuk bongkar muat ponsel.
Pengelola mengutip biaya sewa perusahaan dan biaya keamanan bagi pihak yang hendak memasukkan barang ke Batam melalui dermaga tersebut. ”Kalau mau ’main’ (menyelundupkan) di sini jangan terlalu mencolok. Hape (handphone) juga pernah (diselundupkan) di sini,” ucap W.
Selain itu, terdapat juga sejumlah pelabuhan liar di sebuah dermaga yang lokasinya dekat dengan Jembatan Barelang 2. Pelabuhan liar tersebut pernah digunakan untuk bongkar muat kebutuhan pokok dan satwa yang dibawa dari Singapura.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, sebelum dibawa masuk ke Pulau Batam melalui sejumlah pelabuhan liar, ponsel yang dikirim dari Singapura tersebut disembunyikan di beberapa pulau kecil di sekitar Batam oleh nakhoda kapal cepat (di Batam biasa disebut tekong). Pulau tersebut dipakai untuk transit barang selundupan sembari menunggu aparat yang berpatroli di perbatasan perairan Indonesia dan Singapura lengah.
Baca juga: Ponsel Ilegal Berpotensi Kian Tak Terbendung
Barang ilegal dari Singapura itu dibawa dengan kapal berukuran agak besar dan kemudian dipindahkan ke kapal cepat di perairan yang menjadi perbatasan Indonesia dengan Singapura. Kapal cepat yang biasa digunakan untuk menjemput barang selundupan di perbatasan dilengkapi 3 unit mesin 200 PK.
”Itu kapal laju (kencang) sekali jadi susah dikejar petugas (Bea dan Cukai),” ucap UD, nakhoda salah satu perahu penyeberangan di Batam yang pernah bekerja sebagai tekong kapal penyelundup.
Di salah satu pulau arah barat Pulau Batam, Kompas mendapati dua kapal pengangkut ikan karang dengan kapasitas 30 ton dan 60 ton yang merapat di dermaga yang cukup besar. Ada juga kapal cepat diletakkan di atas dermaga.
Di pulau itu, hanya terdapat enam rumah yang berjajar di salah satu sisi pulau. Di antara rumah lain yang berbahan kayu, terdapat sebuah rumah dua lantai bertembok beton dan berlantai keramik yang dihuni keluarga besar eksportir ikan karang.
Dikonfirmasi terkait pulau kecil yang kerap dijadikan lokasi transit barang penyelundupan, Kepala Subdirektorat 1 Industri dan Perdagangan Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Riau Ajun Komisaris Besar Ponco Indriyo mengatakan bahwa pulau-pulau kecil di kawasan Batam berpotensi jadi lokasi transit barang selundupan dari Singapura.
Memang, kan, banyak pulau di Batam ini. Ada titik-titik yang memang kita pantau, tetapi kan harus silent. Tidak bisa kita sampaikan.
Mantan Kepala Badan Narkotika Provinsi Kepulauan Riau Brigadir Jenderal (Pol) Benny Setiawan mengakui, salah satu pulau yang diawasi adalah Pulau Siali yang biasa dipakai transit komoditas ilegal baik dari luar negeri yang hendak masuk ke Indonesia maupun sebaliknya. ”Pulau Siali diduga memang menjadi transit barang ilegal baik dari luar maupun dari dalam ke luar,” ucap Benny.
Sebelumnya, penyelundupan ponsel ilegal dari Singapura ke Indonesia melalui Batam itu diungkap Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam kasus yang dirilis pada Kamis (29/8/2019) di Jakarta. Kepolisian berhasil menguak penyelundupan 5.572 unit ponsel ilegal dari China, Hong Kong, dan Singapura yang dikirim ke Jakarta melalui Batam.
Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan juga mengungkap penyelundupan ponsel dari luar negeri yang dikirim ke Jakarta melalui Batam pada akhir April silam. Sebanyak 20.732 unit ponsel dan ribuan laptop dibawa kapal cepat dari Batam ke Jakarta dengan merapat ke sebuah dermaga di Pantai Salira, Serang, Banten.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggriono Sutiarto mengatakan, impor ponsel resmi hanya bisa melalui pelabuhan-pelabuhan tertentu yang sudah ditetapkan pemerintah. ”Sudah ada di peraturan menteri perdagangan bahwa impor ponsel hanya bisa melalui pelabuhan laut dan bandar udara tertentu,” ujar Veri, Agustus silam.
Merujuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet, impor telepon seluler hanya dapat dilakukan di pelabuhan laut, yakni di Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Emas (Semarang), Tanjung Perak (Surabaya), dan Soekarno-Hatta (Makassar). Selain itu, impor resmi juga bisa melalui pelabuhan udara yang ditunjuk, yakni di Bandara Polonia (Medan), Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang), Ahmad Yani (Semarang), Juanda (Surabaya), dan Hasanuddin (Makassar).
Baca juga: Adu Strategi Merebut Pasar Ponsel
Singapura jadi transit
Banyaknya ponsel asal sejumlah negara yang dikirim melalui Singapura ke Indonesia juga tergambar melalui data ekspor impor di situs perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UN Comtrade.
Sesuai dengan data yang diekstrak Litbang Kompas dari UN Comtrade dengan menggunakan Harmonized System (HS) komoditas telepon seluler untuk jaringan nirkabel, pada 2017 terdapat 2,26 juta ponsel yang diimpor Indonesia dari beberapa negara.
Namun, di lain sisi, terdapat 14,8 juta ponsel yang diekspor berbagai negara ke Indonesia. Artinya, terdapat 12,54 juta unit ponsel yang tidak tercatat dalam dokumen impor di Indonesia dengan nilai mencapai 1,96 miliar dollar AS.
Berdasarkan data tersebut, terdapat lima negara dengan nilai ekspor ponsel terbesar ke Indonesia, yakni China, Vietnam, Finlandia, Hong Kong, dan Singapura. Dari semua negara, Singapura menjadi negara pengekspor ponsel terbesar ke Indonesia dengan 7,05 juta unit. Padahal, Indonesia dilaporkan mengimpor ponsel dari Singapura hanya 29.500 unit atau terdapat selisih pencatatan hingga 7,02 juta unit ponsel.
Untuk nilai impor ponsel, data UN Comtrade selaras dengan data impor yang tercatat di Kementerian Perdagangan. Sebagai gambaran, nilai impor ponsel di Indonesia pada 2017 yang tercatat di UN Comtrade maupun di Kemendag sama-sama sebesar 416,7 juta dollar AS.
Pada 2018, nilai impor ponsel dari UN Comtrade dan Kemendag juga tidak ada perbedaan, yakni 344,1 juta dollar AS. Hanya saja, data volume impor yang tercantum di UN Comtrade tidak dimiliki Kemendag.
Terkait data volume impor dan ekspor ponsel dari Singapura ke Indonesia, Wakil Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Syaiful Hayat berpendapat, selisih data itu kemungkinan adalah jumlah ponsel ilegal yang masuk ke Indonesia.
”Kemungkinan besar itu ponsel black market karena sebagian besar masuk jalur tidak resmi. Namun, bisa juga itu impor komponen karena ponsel yang diimpor harus dirakit di Indonesia,” ujar Syaiful.
Sementara itu, Kasubdit Publikasi dan Komunikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Deni Surjantoro menyatakan, selisih data tersebut belum tentu merupakan jumlah ponsel ilegal yang diselundupkan ke Indonesia. Sebab, harus dipastikan terlebih dulu bagaimana metode pencatatan di setiap negara. Setelah itu harus pula dilakukan pengujian validitas data.
”Tidak bisa langsung kita pastikan selisihnya berarti jumlah kebocoran. Selama belum ada pengujian itu, kita enggak bisa ngomong itu kebocoran atau bukan,” kata Deni.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan menjelaskan, munculnya selisih nilai impor ponsel yang masuk ke Indonesia dari dunia dibandingkan dengan nilai ekspor ponsel dunia menuju Indonesia juga disebabkan karena metode pencatatan dokumen perdagangan. Dalam kegiatan ekspor, negara yang dicantumkan dalam dokumen adalah negara tujuan akhir.
Adapun negara persinggahan barang tidak tercatat dalam dokumen ekspor. Ketika barang itu diekspor lagi dari negara persinggahan ke negara tujuan akhir, negara persinggahan itu juga akan memperoleh catatan ekspor ke negara tujuan akhir. Artinya, Singapura tercatat mengekspor ponsel hingga jutaan unit ke Indonesia karena menjadi transit dari negara pengekspor ponsel lain sebelum masuk ke Indonesia.
Menurut keterangan pengusaha di Batam, barang yang akan diselundupkan ke Indonesia umumnya akan transit di Singapura karena negara tersebut menerapkan perdagangan bebas untuk sejumlah komoditas. Artinya, barang itu tercatat secara resmi di Singapura karena bebas biaya, tetapi masuk ke Indonesia secara ilegal karena untuk menghindari pajak.
Ditangani polisi
Komoditas ilegal, termasuk ponsel, yang diselundupkan dari Singapura ke Indonesia, masuk melalui Batam terlebih dahulu baru kemudian didistribusikan ke daerah lain. Dalam kasus penyelundupan ponsel yang diungkap Polda Metro Jaya, Kamis (29/8/2019), ponsel ilegal dibawa dari Batam ke Jakarta melalui jalur darat, laut, dan udara.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono mengungkapkan, ribuan ponsel dengan merek Xiaomi, iPhone, Vivo, dan Samsung tersebut diselundupkan hingga delapan kali dalam sebulan. Sekali masuk ke Indonesia, nilainya mencapai Rp 6,5 miliar. Ada empat pelaku yang ditangkap polisi terkait penyelundupan tersebut, yakni FT alias AMG (40), AD (59), YC (36), dan JK (29).
Baca juga: Tips Mengenali Ponsel ”Black Market”
Para tersangka ditangkap di empat lokasi berbeda. Keempat lokasi itu adalah di sebuah kantor perusahaan bernama PT SMS di kawasan Bandengan, Jakarta Utara, sebuah ruko di Jalan Kota Baru, Gambir; sebuah rumah di Kompleks Casa Jardin Cengkareng Nomor N1/38, dan di sebuah ruko di ITC Roxy Mas.
Pantauan Kompas, Jumat (30/8/2019), PT SMS tidak memasang papan nama perusahaan. Kantor ini terletak di tepi Jalan Terusan Bandengan Utara. Kendati sudah digerebek, pada Jumat PT SMS masih buka dan beroperasi.
Tidak ada garis polisi terpasang. Di bagian resepsionis ada dua karyawati yang masih bertugas hingga pukul 17.30. Siti, salah satu karyawati, mengatakan, tokonya sudah tidak lagi memiliki persediaan ponsel Xiaomi.
”Kalau (barangnya) ada lagi, nanti kami kabari. Tapi enggaktahu kapan ada lagi,” kata Siti. Sementara di ruko ITC Roxy Mas masih terbuka. Namun, tidak ada satu orang pun di dalamnya yang bisa dimintai keterangan.
Meskipun penyelundupan ponsel ke Jakarta dari Batam begitu marak, seperti yang diungkap Polda Metro Jaya, belum satu pun kasus penyelundupan ponsel diungkap oleh aparat di Batam selama tahun 2019.