Sekber Anti-Asap Minta Bebaskan Peladang yang Ditangkap
Aksi damai di Kota Palangkaraya terkait kebakaran hutan dan lahan begitu gencar dilakukan. Sekretariat Bersama Anti asap meminta pemeritnah melepaskan peladang yang ditangkap karena dugaan membakar lahan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Aksi damai di Kota Palangkaraya terkait kebakaran hutan dan lahan begitu gencar dilakukan. Sekretariat Bersama Anti asap meminta pemeritnah melepaskan peladang yang ditangkap karena dugaan membakar lahan.
Sekretariat Bersama (sekber) Anti-Asap melakukan aksi diam di depan kantor Gubernur Kalimantan Tengah, Jumat (20/9/2019). Aksi itu dilakukan tanpa orasi, mereka membagikan pernyataan sikap dan poster ke para pengguna jalan. Tetapi beberapa orang membacakan puisi tetang kebakarna hutan dan lahan.
“Kami minta peladang yang ditangkap itu dilepaskan, mereka melakukan itu juga untuk mencari makan dan memenuhi kebutuhan hidup,” ungkap Koordinator Sekber Anti-Asap Kartika Sari.
Dari catatan Kompas, sampai saat ini sedikitnya terdapat 136 kasus kebakaran dengan total tersangka sebanyak 67 orang. Namun, kasus itu tidak semuanya kasus perorangan atau peladang, tetapi juga kasus kebakaran yang terjadi di lahan korporasi atau pemegang ijin.
“Kami juga menuntut pemerintah untuk menjalankan gugatan warga yang dikabulkan pengadilan pada 2016 lalu,” ungkap Kartika.
Gugatan warga atau citizen law suit dilayangkan masyarakat Kalteng melalui Gerakan Anti Asap (GAAS) pada tahun 2016 terkaib bencana asap tahun 2015 akibat kebakaran hutan dan lahan. Gugatan itu kemudian diterima dan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Palangkaraya pada Maret 2017.
Kami juga menuntut pemerintah untuk menjalankan gugatan warga yang dikabulkan pengadilan pada 2016 lalu, ungkap Kartika.
Saat itu, hakim mengabulkan permintaan penggugat dan menghukum tergugat, yakni Presiden, empat menteri terkait, Gubernur Kalteng, dan DPRD Provinsi Kalteng untuk memenuhi tuntutan warga. Para tergugat itu dinyatakan lalai dalam mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan sehingga menjadi bencana asap.
Gerakan tersebut dimotori oleh mantan Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas, Mantan Deputi Direktur Walhi Kalteng Afandy, Direktur Save Our Borneo Nordin (alm), Direktur JARI Mariaty A Niun, Koordinator Fire Watch Kalteng Faturokhman, Bendahara Walhi Kalteng Herlina, dan warga Kota Palangkaraya Kartika Sari juga Nurhadi warga dari Kabupaten Kapuas.
Beberapa tuntutan warga saat itu antara lain, membuat tim khusus pencegahan dini kebakaran hutan, lahan, dan perkebunan di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang berbasis pada wilayah Desa yang beranggotakan masyarakat lokal, mengalokasikan dana untuk operasional dan program tim tersebut.
Tuntutan lain melakukan pelatihan dan koordinasi secara berkala minimal setiap 4 bulan dalam satu tahun, menyediakan peralatan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan, menjadikan tim tersebut sebagai sumber informasi pencegahan dini dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalteng.
Lalu, menyusun dan mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang perlindungan kawasan lindung seperti diamanatkan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Mendirikan rumah sakit khusus paru akibat pencemaran udara asap di Provinsi Kalteng yang dapat diakses gratis bagi korban asap, memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah Kalteng membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap, dan membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap.
Menjadi kebun
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mengungkapkan, sebagian besar kejadian kebakaran terjadi di lahan yang akan menjadi kebun. Ia menilai, kebakaran justru tidak banyak terjadi di lahan yang sudah terdapat lahan tumbuhnya.
“Kalau selama ini saya katakan 80 persen maka setelah saya liat lagi, 90 persen lahan yang terbakar akan menjadi kebun,” ungkap Doni.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono mengungkapkan, kebakaran selalu terjadi setiap tahun dengan pola yang nyaris sama. Di mana pasca kebakaran lokasi terbakar selalu ditanami sawit.
“Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata sudah ada ijin di atasnya, semoga pemerintah bisa melihat lebih jernih tidak hanya menangkap peladang,” kata Dimas.