Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi domestik. BI juga melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset yang dapat diberikan bank dalam penyaluran KPR dan kredit kendaraan.
Oleh
·3 menit baca
Selain menurunkan suku bunga acuan, Bank Indonesia juga melonggarkan rasio pinjaman properti dan kendaraan. Konsumsi diharapkan tumbuh.
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi domestik. BI juga melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset (loan to value/LTV) yang dapat diberikan bank dalam penyaluran kredit pemilikan rumah dan kendaraan bermotor. Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung 18-19 September 2019 memutuskan kembali menurunkan suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin ke level 5,25 persen.
Selain memangkas suku bunga acuan, BI juga melonggarkan rasio LTV 5 persen untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan 5-10 persen untuk kredit kendaraan bermotor demi menambah daya tarik pembiayaan. Sebelumnya, ketentuan pinjaman maksimal KPR untuk rumah tapak dan rumah susun berkisar 70-85 persen dari harga properti. Dengan pelonggaran itu, batas pagu meningkat menjadi 75-90 persen dari harga properti.
Adapun untuk kredit kendaraan bermotor, ketentuan uang muka yang sebelumnya 20-30 persen dari harga kendaraan dilonggarkan menjadi 15-25 persen dari harga kendaraan. Selain itu, ada tambahan keringanan uang muka 5 persen untuk kredit kendaraan bermotor listrik. BI menargetkan pelonggaran ini dapat berlaku efektif 2 Desember 2019.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, sejak awal 2019, otoritas moneter mengerahkan seluruh kebijakan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan moneter juga dibuat dengan mempertimbangkan potensi dampak gejolak ekonomi global terhadap ekonomi domestik.
”Berlanjutnya tensi perdagangan Amerika Serikat-China, risiko geopolitik, dan perlambatan ekonomi global perlu diantisipasi dengan bauran kebijakan akomodatif agar tidak mengganggu momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Perry saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (19/9/2019). Antisipasi dampak negatif perlambatan ekonomi global dilakukan dengan cara menjaga pertumbuhan konsumsi dalam negeri.
Pemangkasan suku bunga acuan sejalan inflasi yang terkendali dan daya tarik imbal hasil investasi aset keuangan yang terjaga. Secara tahunan, inflasi pada Agustus 2019 tercatat 3,49 persen. Adapun imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun di kisaran 7,27 persen.
Respons
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kondisi ekonomi global yang dinamis menuntut respons kebijakan di sejumlah negara. Salah satunya penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, Jepang, China, dan Uni Eropa untuk mengantisipasi pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Kamis, merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi. Perekonomian global direvisi menjadi tumbuh 2,9 persen pada tahun ini, sedangkan Indonesia tumbuh 5 persen.
Kepala Lembaga Pusat Kajian Ekonomi Makro Universitas Indonesia Febrio Kacaribu berpendapat, penurunan suku bunga The Fed ditambah ketegangan perang dagang AS-China yang mereda akan mendorong investasi portofolio masuk ke pasar Indonesia. Namun, ketidakpastian kebijakan moneter AS masih tetap tinggi dan sulit diprediksi pasar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, BI mengirim sinyal positif yang memberikan kepercayaan pasar dan pelaku industri. Namun, perbankan mesti segera menurunkan bunga pinjaman.