Dorong Kemandirian Anak Bangsa Kembangkan Kendaraan Listrik
Riset dan pengembangan berbagai komponen kendaraan listrik di Indonesia harus terus didorong. Tujuannya agar Indonesia bisa mencapai kemandirian dalam mengembangkan kendaraan listrik.
Oleh
haris firdaus
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Riset dan pengembangan berbagai komponen kendaraan listrik di Indonesia harus terus didorong. Tujuannya agar Indonesia bisa mencapai kemandirian dalam mengembangkan kendaraan listrik sehingga tidak perlu bergantung pada komponen-komponen yang dibuat negara lain.
”Salah satu yang kita ingin dorong adalah komponen-komponen dalam kendaraan listrik itu sebisa mungkin menggunakan teknologi merah putih (Indonesia),” kata Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nizam, saat mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau kendaraan listrik di kampus UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (21/9/2019).
Dalam kunjungan itu, Budi Karya sempat melihat berbagai kendaraan listrik yang dikembangkan para peneliti UGM, baik berupa mobil, sepeda motor, maupun becak listrik. Salah satu yang dilihat Budi adalah mobil listrik Arjuna yang telah meraih berbagai penghargaan dalam kompetisi internasional.
Selain itu, Budi Karya juga sempat melihat becak listrik. Tak hanya melihat, Budi bahkan juga menjajal masuk ke dalam mobil listrik Arjuna dan naik ke kursi pengemudi becak listrik.
Budi Karya dan rombongan juga menjajal langsung sepeda motor listrik yang diproduksi oleh VIAR melalui kerja sama dengan UGM. Dengan kecepatan sekitar 30 kilometer per jam, Budi menaiki sepeda motor tersebut untuk mengelilingi kampus UGM. Sepeda motor yang dijajal Budi tersebut kini telah dijual untuk umum.
Nizam menyatakan, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia harus memperhatikan aspek kemandirian teknologi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong agar kendaraan-kendaraan listrik yang dikembangkan di Indonesia menggunakan komponen-komponen buatan dalam negeri.
”Dengan begitu, kita akan mempunyai kemandirian teknologi. Jadi, tidak sekadar impor komponen kemudian kita rakit, tetapi komponen itu kita rancang, desain, dan kembangkan sendiri,” ujar Nizam.
Untuk mencapai kemandirian itu, pemerintah juga perlu mendorong agar industri komponen kendaraan listrik bersedia mengadopsi berbagai teknologi yang dikembangkan oleh para akademisi di perguruan tinggi Indonesia. Dengan begitu, berbagai komponen kendaraan listrik yang dibuat peneliti dalam negeri itu bisa mendapat tempat.
”Kami sangat berharap pemerintah bisa memberikan fasilitasi supaya industri komponen menggunakan teknologi merah putih. Jadi, tidak sekadar membeli lisensi dari asing,” kata Nizam.
Dia menambahkan, selama beberapa tahun terakhir, para akademisi dan mahasiswa Fakultas Teknik UGM terus meneliti dan mengembangkan berbagai komponen kendaraan listrik. Sejumlah komponen yang dikembangkan itu misalnya berupa baterai kendaraan listrik, konverter, kendali motor, dan sebagainya. ”Jadi, kami fokus di hulu untuk mengembangkan komponen,” katanya.
Nizam memaparkan, selain aspek kemandirian, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia juga mesti memperhatikan persoalan daur ulang. Sebab, dalam waktu panjang, pengembangan kendaraan listrik akan menghasilkan limbah baterai yang tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia juga mesti memperhatikan persoalan daur ulang. Sebab, dalam waktu panjang, pengembangan kendaraan listrik akan menghasilkan limbah baterai yang tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun.
”Limbah dari baterai itu sangat berbahaya karena merupakan limbah B3. Saat ini, itu belum ada yang mengurusi,” ungkap Nizam.
Nizam menuturkan, untuk mengantisipasi persoalan limbah itu, tim peneliti Fakultas Teknik UGM telah mengembangkan teknologi daur ulang baterai bekas kendaraan listrik. Melalui teknologi tersebut, unsur-unsur tertentu dari sebuah baterai bekas bisa diambil dan diolah kembali sebagai bahan baku pembuatan baterai baru.
Ke depan, Nizam mengatakan, pemerintah juga diharapkan membuat peraturan yang mewajibkan produsen kendaraan listrik untuk mendaur ulang limbah yang mereka hasilkan. ”Aturan semacam itu sudah berlaku di Eropa. Di sana, industri kendaraan listrik wajib mengolah kembali limbah dari baterai karena baterai ini kan umurnya hanya tiga sampai lima tahun,” ungkapnya.
Sementara itu, Budi Karya mengatakan, pemerintah terus mendorong hilirisasi hasil penelitian terkait kendaraan listrik yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Hilirisasi itu penting agar berbagai temuan dan hasil penelitian tersebut bisa memberi manfaat nyata pada pihak lain. ”Kita ingin hilirisasi temuan-temuan dari universitas ini dilakukan,” katanya.
Budi Karya juga mengapresiasi teknologi daur ulang baterai kendaraan listrik yang dikembangkan oleh para peneliti Fakultas Teknik UGM. Teknologi daur ulang itu dinilai bisa menjadi solusi terhadap persoalan baterai bekas kendaraan listrik yang tergolong sebagai limbah B3. ”Saya berharap temuan ini dipatenkan. Karena ini merupakan temuan yang luar biasa,” katanya.
Editor:
Cornelius Helmy Herlambang
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.