ITB Tawarkan ”Masaro”
Teknologi pengolahan sampah terpadu yang membuat semua jenis sampah bernilai ekonomi ditawarkan ITB. Pemkot Bandung masih mengkaji pasar produk yang dihasilkan sebelum mengadopsi.
BANDUNG, KOMPAS Institut Teknologi Bandung menawarhan konsep Manajemen Sampah Zero atau Masaro kepada Pemerintah Kota Bandung di Jawa Barat. Konsep ini menggunakan teknologi pemilahan dan pengolahan sampah secara terpadu sehingga semua jenis sampah bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi.
Produksi sampah di Kota Bandung 1.500 ton per hari. Biaya untuk mengangkut dan mengolah sampah lebih dari Rp 170 miliar per tahun. Biaya itu bisa dipangkas jika sampah ditangani terpadu menggunakan teknologi pengolahan.
Dalam audiensi kepada Pemerintah Kota Bandung, Jumat (20/9/2019), Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB) Akhmad Zainal Abidin memaparkan, Masaro merupakan konsep manajemen untuk membentuk industri pengolahan sampah (IPS) langsung dari sumbernya, yaitu masyarakat.
Sampah di lingkungan dibagi menjadi empat jenis, yaitu sampah organik, sampah plastik film atau bungkus, sampah daur ulang, serta sampah yang bisa dibakar. Keempat jenis ini akan diolah menjadi beberapa komoditas baru, seperti bahan bakar, pupuk organik, pakan ternak, hingga bahan aspal.
Menurut Akhmad, setiap paket IPS dengan kapasitas pengolahan 10 ton sampah per hari membutuhkan dana sekitar Rp 3,5 miliar. Jika produk pengolahan yang dihasilkan laku terjual, keuntungan bisa Rp 3 miliar per bulan. ”Pupuk organik bisa dijual untuk pertanian, bahan bakar bisa untuk rumah tangga,” ujarnya.
Dengan menjadikan sampah sebagai produk bernilai, kata Akhmad, masyarakat lebih selektif dalam membuang sampah. Karena itu, edukasi masyarakat dalam pemilahan sampah menjadi salah satu bagian dari konsep ini.
”Kami sudah mengembangkan Masaro selama tujuh tahun dan siap untuk diadopsi di wilayah perkotaan, seperti Kota Bandung. Jika teknologi ini diterapkan, pemerintah tidak perlu pusing untuk memikirkan pengangkutan dan pengelolaan tempat pembuangan akhir,” ujarnya.
Sejauh ini, Masaro telah diterapkan di Kota Cirebon dan Kabupaten Indramayu di Jawa Barat serta Kota Cilegon di Banten. Wali Kota Bandung Oded M Danial mengapresiasi teknologi yang ditawarkan karena sejalan dengan program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan). ”Kami akan melihat teknologi yang akan ditawarkan,” ucapnya.
Penjabat Sementara Direktur Utama PD Kebersihan Kota Bandung Gun Gun Saptari menyatakan, Pemkot Bandung akan mengkaji konsep Masaro. Pertimbangan tidak hanya dari segi penerapan teknologi, tetapi juga pasar produk yang dihasilkan. ”Kami masih harus melihat kesesuaian Masaro dengan Kota Bandung dari berbagai aspek. Kalau teknologi, kami tidak ragu. Yang menjadi masalah, produk yang dihasilkan belum mendapatkan pasar yang pasti. Hal ini menjadi kendala,” katanya.
Saluran ditutup
Sementara itu, perusahaan tekstil di Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, PT Artostex, mematuhi sanksi administratif paksaan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung dengan menutup permanen saluran pembuangan limbah ke Sungai Cisuminta, anak Sungai Citarum, Jumat, pukul 15.30. Penutupan dilakukan petugas DLH dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bandung bersama komunitas lingkungan, Badega Lingkungan.
”Hari ini dilakukan eksekusi penutupan permanen saluran pembuangan limbah. Pihak perusahaan (PT Artostex) telah menunjukkan kepatuhan, diharapkan ke depan tidak terulang. Juga menjadi contoh bagi industri lain agar tidak mencemari Sungai Citarum,” kata Kepala Seksi Penataan Hukum DLH Kabupaten Bandung Robby Dewantara.
PT Artostex membuang limbah ke Sungai Cisuminta tanpa izin dan tak memenuhi baku mutu lingkungan hidup. Perusahaan itu sebenarnya mempunyai instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi tak difungsikan. Perusahaan ini menyalurkan limbah ke IPAL komunal yang dikelola PT Mitra Citarum Air Biru, juga membuang langsung ke sungai lewat pipa lain.
Data DLH Kabupaten Bandung, Januari-September 2019, dari 600-an industri skala besar di Bandung, ada 24 industri yang mendapat sanksi administratif dan 21 industri di antaranya memperoleh sanksi administratif paksaan.
Dari perusahaan yang ditindak, ada 36 titik pipa pembuangan limbah yang ditutup permanen. Selain itu, tujuh perusahaan diproses hukum dan kini dalam penyidikan oleh Kepolisian Daerah Jabar. Komandan Sektor 7 Citarum Harum Kolonel Purwadi mengatakan, sejumlah industri sebenarnya mempunyai IPAL, tetapi mereka tak memfungsikannya untuk menghemat biaya produksi.
Pemberian sanksi kepada PT Artostex merupakan tindak lanjut dari kegiatan Satgas Citarum Harum Sektor 7 yang membeton ujung gorong-gorong di bawah jalan raya yang mengalirkan air Sungai Cisuminta, 5 September lalu. Manajer Humas PT Artostex Agus Budi Waluyo mengatakan, pihaknya menutup saluran pembuangan secara permanen sebagai bentuk komitmen dan kepatuhan. Ada 1.000 karyawan yang menggantungkan nasib di pabrik tersebut. (RTG/SEM)