MEULABOH, KOMPAS - Batubara yang tumpah ke laut di kawasan Pantai Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat mengancam kelestarian dan biota laut. Tumpahan batubara itu juga merusak keindahan pantai dan menganggu aktivitas nelayan.
Panglima Laut/Lembaga Adat Nelayan Aceh Barat Amiruddin dihubungi Minggu (22/9/2019) mengatakan tumpahan batubara diduga dari aktivitas angkut dan bongkar yang dilakukan oleh perusahaan tambang batubara dan pembangkit listrik tenaga uap di kabupaten itu.
“Nelayan sangat merasakan dampak. Saat kami menebar jaring yang tersangkut batubara. Kami harus melaut lebih jauh dari biasanya,” kata Amiruddin.
Amiruddin menambahkan, tumpahan batubara di Pantai Meureubo telah terjadi sejak awal September, namun hingga belum semua dibersihkan. Batubara itu bertebaran di pantai dengan panjang sekitar lima kilometer dan sebagian mengapung di laut.
Amiruddin menuturkan, para nelayan khawatir jika dalam waktu jangka panjang akan berpengaruh pada ketersediaan ikan di kawasan tersebut. Pengaruh zat batubara, lanjut Amiruddin, akan membuat ikan pindah ke lokasi lain.
“Kami harap pihak perusahaan saat pengapalan batubara agar benar-benar memperhatikan keamanan, jangan sampai kegiatan perusahaan merusak ekosistem laut,” kata Amiruddin.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Barat Zulkarnain mengatakan pencemaran laut oleh tumpahan batubara ini bukan kali pertama. Pada 2017, batubara juga tumpah ke laut. Menurut Zulkarnain, jika kejadian itu terus berulang, laut akan tercemar, dan biota laut terancam punah.
Nelayan sangat merasakan dampak. Saat kami menebar jaring yang tersangkut batubara. Kami harus melaut lebih jauh dari biasanya, kata Amiruddin.
Pemerintah Aceh Barat telah mengirimkan surat peringatan kepada perusahaan tambang batubara dan pembangkit listrik tenaga uap agar menjaga kelestarian laut. Zat karbon dan besi sulfida pada batubara dapat mengubah kondisi air laut. Perubahan air laut akan memicu imigrasi ikan.
Program Manager dan Advokasi Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) Crisna Akbar menuturkan, limbah batubara di pantai Aceh Barat sangat memprihatinkan. Menurut Crisna, pemerintah kabupaten dan perusahaan di sana harus bertanggung jawab.
“Hal ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan biasa saja. Masa depan laut kita terancam tercemar dengan limbah,” kata Crisna.
Crisna mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan menyurati pemkab dan perusahaan penghasil batubara di Aceh Barat mempertanyakan komitmen menjadi laut dari limbah batubara.
General Manager/Kepala Teknik Tambang (KTT) PT Mifa Bersaudara, Adi Risfandi menjelaskan, dalam setiap proses operasional, Mifa berupaya memastikan kegiatan pengapalan telah sesuai dengan standar opersional yang telah ditetapkan. “Tidak mungkin perusahaan membiarkan adanya batubara yang terbuang karena hal ini juga menimbulkan kerugian secara komersial,” kata Adi.
Adi melanjutkan, jika terdapat ceceran di sekitar pantai, Mifa bersama PLTU telah membentuk tim reaksi cepat melakukan pembersihan dengan mengikutsertakan warga dan aparatur setempat. “Hal ini sebagai wujud nyata komitmen perusahaan menjaga lingkungan tanpa terlebih dahulu melihat kepemilikan batubara yang tercecer tersebut,” ujar Adi.
Anggota Forum Wartawan Peduli Lingkungan Aceh Barat Syifa mengatakan hingga Minggu ceceran batubara di pantai belum dibersihkan. Untuk menggugah kepedulian publik terhadap pencemaran pantai mereka mengadakan lomba swafoto bersama limbah batubara. “Tujuan kami untuk membangun rasa peduli warga Aceh Barat terhadap lingkungan,” kata Syifa.