Digitalisasi Pemelajaran Membuka Cakrawala Keragaman Budaya
Pemberian tablet elektronik kepada 1,6 juta siswa di sekolah melalui bantuan operasional sekolah kinerja dan afirmasi selain untuk memeratakan pendidikan juga membuka wawasan siswa soal kekayaan Nusantara.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Pemelajaran digital memungkinkan siswa di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal mengakses materi pelajaran dari daerah lain dan lebih memahami bahwa mereka bagian dari Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian tablet elektronik untuk digunakan 1,6 juta siswa di sekolah melalui bantuan operasional sekolah kinerja dan afirmasi selain ditargetkan bisa memeratakan pendidikan juga membuka wawasan siswa mengenai kekayaan budaya Nusantara. Aplikasi Rumah Belajar yang ada di dalam tablet itu memungkinkan mereka mempelajari suku-suku bangsa yang ada di Tanah Air.
”Siswa antusias sekali melihat video mengenai pakaian adat ataupun tradisi dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka pertama-tama bingung melihat budaya yang berbeda dari budaya di Natuna, tetapi justru akhirnya menghasilkan diskusi mengenai keragaman di masyarakat,” kata Nuriah, guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Bunguran Batubi, Natuna, Kepulauan Riau, ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/9/2019).
Pada Kamis (19/9), Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy memberikan 1.142 tablet elektronik kepada sekolah-sekolah agar digunakan oleh kelas VI, VII, dan IX di Kabupaten Natuna selama jam belajar. Kegiatan ini merupakan bagian dari program digitalisasi pemelajaran, yaitu agar semua wilayah Indonesia mendapat akses kepada materi pelajaran yang bermutu dan kaya.
Konten dalam tablet elektronik tersebut disediakan oleh Rumah Belajar, aplikasi yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan bisa diakses secara daring maupun luring. Keunikan aplikasi ini, para guru bisa menggunakannya untuk mengunggah tugas-tugas sekolah bagi siswa di sekolah masing-masing. Pada saat yang sama, guru-guru juga bisa mengunggah materi, soal, ataupun kiat pemelajaran yang mereka kembangkan agar bisa digunakan secara nasional oleh pemakai Rumah Belajar.
Konten dalam tablet elektronik tersebut disediakan oleh Rumah Belajar, aplikasi yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan bisa diakses secara daring maupun luring.
”Awalnya saya menyangka melalui digitalisasi pemelajaran lebih kepada mendapat materi pelajaran yang dikemas menarik, seperti dalam bentuk video, animasi, atau grafik ilustratif. Ternyata, ada lebih banyak hal yang harus bisa difasilitasi oleh guru agar siswa tidak menyalahgunakan perangkat teknologi,” kata Nuriah.
Ia mengungkapkan, di saat siswa mengakses materi pelajaran, guru harus menjelaskan mengenai tata tertib pemakaian gawai. Hal ini untuk membangun kesadaran siswa mengenai tanggung jawab menggunakan internet. Melihat berbagai materi di aplikasi Rumah Belajar membuat siswa tertarik mencari materi serupa di internet. Guru harus cakap mengarahkan siswa ke situs-situs yang baik dengan informasi akurat.
Sementara itu, guru Pendidikan Kewarganegaraan SMAN 1 Bunguran Timur Laut, Natuna, Safrijal, menuturkan, akses pemelajaran digital memungkinkan siswa mempunyai pandangan bahwa mereka bagian dari negara yang besar.
”Siswa umumnya tidak percaya diri karena dicap sebagai anak dari wilayah tertinggal. Mereka lupa kalau Natuna ini berbatasan dengan tiga negara, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Mereka jauh lebih punya akses internasional dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia,” ujarnya.
Siswa umumnya tidak percaya diri karena dicap sebagai anak dari wilayah tertinggal. Mereka lupa kalau Natuna ini berbatasan dengan tiga negara, Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Ia mengarahkan siswa menggunakan perangkat digital ini untuk membahas makna menjadi warga Natuna sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sekaligus masyarakat regional di Asia Tenggara. Materi aplikasi dikaitkan dengan fakta, misalnya keberadaan markas TNI di pulau ini, arti nasionalisme dan patriotisme, tetapi tidak merendahkan bangsa lain.
”Penting juga mengoneksikan anak-anak Natuna dengan anak-anak se-Indonesia agar mereka benar-benar merasa sebagai bagian dari bangsa,” ucap Safrijal. Apalagi, ketika lulus SMA mereka harus keluar dari Natuna untuk kuliah. Jangan sampai mereka tidak percaya diri di rantau karena akan memengaruhi performa akademik dan sosialnya.
Evaluasi berjalan
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano mengatakan evaluasi guru dalam memanfaatkan digitalisasi pemelajaran dilakukan secara berjalan. Pemerintah pusat telah melatih guru-guru inti yang kemudian akan menyebarluaskan pengetahuan kepada rekan-rekan mereka di sekolah.
Kepulauan Riau termasuk provinsi yang sudah menerapkan pelatihan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran bersistem ”lima in” dan ”tiga on”. ”Artinya dalam satu permasalahan dibahas lima kali pertemuan dan di sela-sela itu solusi yang diutarakan dalam pertemuan diterapkan setidaknya tiga kali di kelas. Demikian seterusnya sehingga pelatihan bersifat dinamis,” tuturnya.