Lifter Eko Yuli Irawan berkomitmen membenahi pola latihan seiring pemulihkan cedera pergelangan kaki demi mencapai performa terbaik di Olimpiade 2020. Persaingan meraih medali emas tergambar dari Kejuaraan Dunia 2019.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
PATTAYA, KOMPAS – Hasil Kejuaraan Dunia Angkat Besi IWF 2019 menjadi gambaran ketatnya peta persaingan dunia untuk merebut medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Dalam waktu kurang dari satu tahun menuju Olimpiade, lifter andalan Indonesia di kelas 61 kilogram, Eko Yuli Irawan, dituntut untuk memperbaiki teknik angkatan, menyembuhkan cedera pergelangan kaki, dan meningkatkan ledakan tenaga.
Eko Yuli mengatakan, hasil Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019 di Pattaya, Thailand, 18-27 September, mencerminkan situasi Olimpiade Tokyo 2020. “Jumlah angkatan di Olimpiade kemungkinan tidak akan jauh berbeda dengan patokan di Kejuaraan Dunia. Bermain pada level senior sangat jarang atlet bisa menaikkan jumlah angkatan hingga 5 kg per tahun,” kata juara dunia 2018 itu, dari Pattaya, Minggu (22/9/2019).
Apalagi, pada ajang mulicabang olahraga seperti Olimpiade, medali emas yang disediakan hanya satu pada setiap nomor lomba. “Hal itu membuat pelatih lebih cermat dalam menerapkan strategi. Jumlah angkatan kemungkinan tidak akan berubah banyak demi mengamankan medali,” ujar lifter berusia 29 tahun itu.
Di Pattaya, Eko Yuli harus mengubur mimpi mempertahankan gelar juara dunia karena hanya menempati peringkat kedua kejuaraan. Eko Yuli mengantongi dua perak dari angkatan total 306 kg, dan snatch 140 kg. Ia berada pada urutan keempat dengan 166 kg pada jenis angkatan clean and jerk.
Eko Yuli kalah dari lifter China, Li Fabin, yang berjaya merebut gelar juara dunia sekaligus tiga emas dengan angkatan total 318 kg, snatch 145 kg, dan clean and jerk 173 kg.
Di kelas 61 kg, hanya ada tiga lifter yang mampu melakukan angkatan total di atas 300 kg. Selain Eko Yuli dan Li Fabin, lifter terkuat lainnya adalah Mosquera Valencia Francisco Antonio asal Kolombia. Persaingan yang sama di antara ketiga atlet ini sudah terbaca sejak 2018, karena ketiga atlet ini berada pada peringkat empat besar untuk angkatan total, snatch, dan clean and jerk.
Tahun lalu, Eko Yuli berjaya menjadi juara dunia setelah mengalahkan Li Fabin. Di Pattaya, Li Fabin membalaskan kekalahan dari Eko Yuli. Kekalahan Eko Yuli harus menjadi peringatan agar lifter Indonesia dapat melakukan persiapan dengan lebih matang.
Belum maksimal
Eko mengakui, dibandingkan tahun lalu, persiapannya menuju Kejuaraan Dunia memang belum maksimal. Tahun lalu, Eko berhasil mencapai puncak penampilan setelah meraih emas Asian Games 2018. Namun, setelah tampil di Kejuaraan Dunia 2018, penampilan Eko merosot sebanyak 20 kg, dari 317 kg menjadi 297 kg. Dengan susah payah, peraih tiga medali Olimpiade itu memulihkan jumlah angkatan terbaik hingga bisa kembali melewati angkatan total 300 kg.
Saat angkatannya sudah mulai baik, Eko justru menghadapi tantangan lainnya, yaitu mengalami cedera pergelangan kaki. Cedera itu menghambat gerakan eksplosif yang dibutuhkan untuk melakukan angkatan snatch. Dari situasi ini terlihat bahwa periode latihan serta persiapan fisik dan mental atlet membutuhkan waktu tidak sebentar. Padahal, waktu yang tersedia untuk mengangkat beban di atas panggung kejuaraan hanya 2 menit per angkatan.
Eko Yuli menuturkan, ia tidak terlalu terkejut melihat progres angkatan Li Fabin di Kejuaraan Dunia. “Di Kejuaraan Asia, ia sempat mencoba melakukan angkatan 175 kg. Tetapi, ketika itu ia gagal. Li Fabin pasti berlatih keras sehingga penampilannya bisa lebih baik,” kata Eko Yuli.
Pelatih kepala tim angkat besi Indonesia, Dirdja Wihardja mengatakan, setelah Kejuaraan Dunia Eko fokus mengobati cedera pergelangan kaki agar tidak ada keraguan untuk latihan atau kejuaraan. “Cedera itu sangat mempengaruhi daya ledak maksimal di kejuaraan,” tutur Dirdja.
Menurut Dirdja, Eko Yuli mempunyai rekam jejak angkatan yang sangat baik. Oleh karena itu, ia yakin Eko Yuli bisa memperbaiki penampilannya pada kejuaraan-kejuaraan mendatang. Apalagi, lifter peraih medali emas Asian Games 2018 itu mempunyai motivasi dan disiplin yang lebih baik dari atlet lainnya. “Sekarang tinggal meningkatkan kualitas otot dan latihan secara smart,” ujarnya.
Selain mempersiapkan Eko Yuli untuk meraih medali emas Olimpiade 2020, Dirdja mengatakan, pihaknya juga fokus mempersiapkan lifter-lifter lain menembus Olimpiade. Sedangkan lifter kelas 67 kg Deni, dan lifter kelas 73 kg Triyatno, dinilai masih punya peluang untuk tampil di Tokyo 2020 asalkan bisa konsisten menjaga penampilan.
Pada Kejuaraan Dunia 2019 yang termasuk dalam kalender kualifikasi Olimpiade 2020, lifter kelas 45 kg Lisa Setiawati menjadi satu-satunya lifter putri Indonesia yang merebut emas, yaitu di jenis angkatan clean and jerk dengan angkatan 95 kg. Lisa juga mengemas perunggu dari angkatan total 165 kg. Adapun pada angkatan snatch, ia menempati peringkat tujuh dengan angkatan 70 kg. Indonesia menyisakan satu lifter, yaitu di kelas +87 kg Nurul Akmal yang akan berlompa, pada Jumat (27/9/2019).