Produksi perikanan tangkap di Kota Tegal, Jawa Tengah, terus mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya jumlah kapal ikan yang berlayar.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS - Produksi perikanan tangkap di Kota Tegal, Jawa Tengah, terus mengalami penurunan selama lima tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya jumlah kapal ikan yang berlayar.
Data dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Kota Tegal menyebutkan, hasil produksi perikanan di TPI Pelabuhan Kota Tegal menurun sejak tahun 2015. Pada tahun 2015, jumlah produksi ikan sekitar 20.600 ton. Kemudian terus turun menjadi 19.200 ton pada 2016, lalu menjadi 14.800 ton pada 2017, dan 13.900 ton pada 2018. Adapun produksi pada 2019 hingga Agustus adalah 6.500 ton.
"Kalau melihat hasil produksi hingga Agustus, sepertinya tahun ini jumlah produksi ikan akan kembali menurun dibandingkan jumlah produksi tahun lalu," kata Kepala TPI Pelabuhan Kota Tegal Herry Pramardikdo, di Kota Tegal, Senin (23/9/2019).
Menurut Herry, salah satu penyebab turunnya jumlah produksi ikan lantaran berkurangnya jumlah kapal yang berlayar. Pada tahun 2017, jumlah kapal yang melakukan pelelangan ikan di TPI Pelabuhan Kota Tegal sebanyak 448 kapal. Pada tahun 2018, jumlah kapal yang melakukan pelelangan kembali turun menjadi 364 kapal. Adapun jumlah kapal yang melakukan pelelangan ikan di TPI Pelabuhan Kota Tegal pada Januari-Agustus 2019 adalah 226 kapal.
Penurunan produksi perikanan, menurut Herry, secara otomatis akan menurunkan jumlah retribusi yang menjadi pendapatan Pemerintah Kota Tegal. Jumlah kontribusi retribusi dari perikanan menurun dari Rp 6,9 miliar pada 2015 menjadi sebesar Rp 5,5 miliar pada 2018. Adapun hingga Agustus 2019, jumlah retribusi perikanan sebesar Rp 2,2 miliar.
Kendala perizinan
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto membenarkan, jumlah kapal yang berlayar semakin menurun setiap tahunnya. Menurut Riswanto, hal tersebut disebabkan masih sulitnya mengurus perizinan dan kelengkapan melaut, seperti Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
Riswanto menambahkan, sebagian nelayan mengeluh pada HNSI Kota Tegal terkait pengurusan SIPI yang memerlukan waktu 6 bulan hingga setahun itu. "Dari sekitar 106 kapal jenis purse sein saja, misalnya, ada puluhan kapal yang akhirnya mangkrak karena mengalami kendala dalam pengurusan SIPI. Tanpa SIPI, para nelayan tidak bisa melaut. Hal ini tentu berpengaruh terhadap jumlah ikan yang diproduksi serta pendapatan nelayan," tutur Riswanto.
Kasmo (50), nelayan Kota Tegal, mengatakan, sudah setahun kapal miliknya tidak berlayar. Hal itu disebabkan permohonan SIPI yang ia ajukan sejak akhir 2018 tak kunjung diterbitkan. "Saya tidak tahu mengapa belum juga diterbitkan permohonan SIPI yang saya ajukan. Setahu saya, persyaratan administrasinya sudah saya lengkapi," katanya.
Mengacu laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan, syarat pengurusan SIPI antara lain, surat permohonan, syarat pernyataan keabsahan dokumen, surat pernyataan alat tangkap, fotokopi KTP, Nomor Pokok Wajib Pajak, sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan, gross akte, dan berita acara cek fisik kapal.
Jika persyaratan administrasi lengkap, kami jamin pengurusan SIPI tidak akan membutuhkan waktu hingga satu tahun seperti itu.
Secara terpisah, Kepala Bidang Peikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah Iman Kadarusman mengungkapkan, selama ini, beberapa nelayan mengeluhkan kendala dalam mengurus SIPI. Padahal, menurut Iman, jika persyaratan administrasi lengkap, pengurusan SIPI hanya memerlukan waktu paling lama 2 bulan.
"Jika persyaratan administrasi lengkap, kami jamin pengurusan SIPI tidak akan membutuhkan waktu hingga satu tahun seperti itu. Kalau memang syaratnya tidak lengkap, secepat mungkin kami akan mengembalikan berkas permohonan kepada nelayan untuk dilengkapi," tutur Iman.
Menurut Iman, selain kelengkapan administrasi, ada kendala lain yang sering dihadapi nelayan dalam pengurusan SIPI, yakni pengajuan permohonan SIPI secara kolektif melalui pengurus organisasi nelayan. Pengurusan secara kolektif melalui organisasi nelayan biasanya dilakukan ketika jumlah nelayan yang akan mengurus SIPI banyak.
Untuk mengatasi persoalan pengurusan SIPI secara kolektif yang berpotensi memakan waktu lebih lama, Iman menyarankan para nelayan untuk mengurus SIPI mereka sendiri. Dengan begitu, nelayan bisa mengetahui proses pengurusan SIPI dan segera melengkapi jika ada kekurangan kelengkapan administrasi.
Iman menambahkan, kendala dalam pengurusan perizinan tidak hanya dirasakan oleh nelayan Kota Tegal melainkan juga beberapa nelayan dari daerah lain, seperti Kabupaten Batang, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Rembang. Untuk mempersingkat proses penerbitan rekomendasi SIPI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah sedang melakukan uji coba percepatan proses verifikasi pengurusan SIPI dari 1 bulan menjadi 2 minggu.