Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status Darurat Pencemaran Udara mulai Senin (23/9/2019) sampai 30 September mendatang.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·5 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS – Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status Darurat Pencemaran Udara mulai Senin (23/9/2019) sampai 30 September mendatang. Penetapan status mempertimbangkan kondisi polusi asap di beberapa kota di Riau senantiasa berada dalam kategori berbahaya dalam beberapa hari terakhir.
“Kami menerima informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang berbahaya di Riau. Berdasarkan ketentuan pasal 26, PP No 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, mulai hari ini kami menetapkan status darurat pencemaran udara,” kata Syamsuar dalam pertemuan dengan media di Pekanbaru, Senin.
Pasal 26 ayat (1) huruf b, PP 41/1999 berisi ketentuan, apabila kondisi ISPU sudah diatas angka 300 atau kategori berbahaya, maka gubernur dapat menetapkan dan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara di daerahnya. Ketentuan sama juga berlaku buat Menteri LHK untuk menetapkan status darurat secara nasional.
Syamsuar mengatakan, pihaknya akan melihat perkembangan (kondisi ISPU) ke depan. Ia berharap segera turun hujan, sehingga kondisi darurat dapat diakhiri. Namun apabila (asap berbahaya) masih berlanjut, penetapan status darurat akan diperpanjang.
“Dengan kondisi darurat, seluruh sekolah masih diliburkan. Anak bayi dan ibu hamil kami minta tidak keluar rumah. Orang tua yang berpenyakit asma, kalau memerlukan pertolongan akan kami rujuk ke rumah sakit,” papar Syamsuar.
Syamsuar menambahkan, ia sudah menghubungi perusahaan minyak PT Chevron untuk menyediakan ruangan besar untuk menampung warga yang akan mengungsi.
Pada Senin pagi, kondisi udara Pekanbaru, benar-benar sangat buruk. Seluruh angkasa tertutupi asap putih pekat. Jarak pandang dibawah 500 meter. Kota Pekanbaru seakan menghilang ditelan asap.
Terpapar asap
Kepala Dinas Kesehatan Riau, Mimi Yuliani Nasir mengungkapkan, dalam status darurat pencemaran udara, pihaknya akan meningkatkan pola penanganan kesehatan warga yang terpapar asap. Misalnya, sebanyak 15 rumah singgah yang sudah dibuka sejak sepekan lalu, akan ditingkatkan fungsinya menjadi rumah evakuasi.
Rumah singgah berfungsi untuk memperbaiki kondisi warga yang terpapar asap agar bisa menghirup udara segar untuk sementara waktu. Adapun rumah evakuasi, warga dapat bermalam sampai kondisi udara membaik.
Kami sarankan warga menutup ventilasi rumah dengan menggunakan bahan dacron atau handuk lembab. Yang diperlukan adalah memanfaatkan bahan yang tersedia di rumah untuk mendapatkan udara sehat, kata Mimi.
Dalam waktu dekat akan menambah rumah evakuasi yang lokasinya di pemukiman warga yang lebih memerlukan pertolongan. Selain itu melakukan sosialiasi rumah ke rumah agar warga yang tidak mengungsi, memperbaiki ventilasi rumahnya dari dampak asap.
"Kami sarankan warga menutup ventilasi rumah dengan menggunakan bahan dacron atau handuk lembab. Yang diperlukan adalah memanfaatkan bahan yang tersedia di rumah untuk mendapatkan udara sehat,” kata Mimi.
Mimi menambahkan, apabila terdapat situasi darurat, ia meminta warga segera menelpon nomor layanan kesehatan 119. Petugas layanan berjaga selama 24 jam untuk merespon laporan warga.
“Seluruh biaya di posko kesehatan dan rumah evakuasi gratis, termasuk apabila warga dirujuk ke rumah sakit pemerintah,” tutur Mimi.
Terkait penyakit terdampak asap, kata Mimi, sampai 22 September 2019, jumlah penderita ISPA (Infeksi Sistem Pernafasan Akut) di Riau sudah mencapai 34.000 orang. Angka itu bertambah hampir 10.000 orang dibandingkan angka penderita sepekan lalu sebesar 24.500 orang.
“Penderita ISPA sampai 22 September ini memang meningkat dibandingkan bulan Agustus yang yang hanya 29.000 orang,” kata Mimi.
Data ISPU yang dirilis KLHK pada Senin, menunjukkan delapan daerah yang memiliki alat pengamatan cuaca di Riau memiliki udara dalam kategori berbahaya. Daerah dimaksud antara lain Pekanbaru, Dumai, Minas (Siak), Duri (Bengkalis) dan Bangko (Rokan Hilir). Untuk wilayah Rumbai, Pekanbaru, kondisi asap sudah berada dalam kategori berbahaya selama delapan hari berturut.
Kondisi asap itu dipengaruhi oleh kebakaran lahan dan hutan yang tidak dapat dikendalikan lagi oleh tenaga alat dan manusia. Menurut Kepala Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Sukisno, pada Senin pagi terdapat 1.591 titik panas di seluruh wilayah Sumatera. Sumatera Selatan memiliki titik pans terbesar (675), disusul Jambi (504) dan Riau, 256.
“Titik panas di Riau terbesar tersebar di Rokan Hilir di Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan Pelalawan,” kata Sukisno.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, Edwar Sanger mengatakan, selama dua hari terakhir, seluruh proses pemadaman dikonsentrasikan melalui petugas darat. Adapun pemadaman lewat bom air dihentikan karena jarak pandang yang berada di bawah 1.000 meter.
“Helikopter tidak boleh terbang dalam cuaca buruk. Kami hanya mengintensifkan teknologi modifikasi cuaca dengan menggunakan pesawat Hercules. Hari ini pesawat Hercules akan menabur garam di angkasa Riau sampai ke Jambi. Asap di Riau diperparah kiriman asap dari Jambi dan Sumsel,” tutur Edwar.
Cuaca buruk sejak Senin pagi, juga telah menyebabkan gangguan dalam penerbangan kedatangan dan keberangkatan dari dan ke Bandara Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Menurut Eksekutif General Manager Bandara SSK II Prastyo Yogi, beberapa pesawat memang mengalami penundaan pendaratan karena gangguan jarak pandang.
“Kondisi udara fluktuatif. Pada Senin pagi, sampai pukul 9.00 sudah ada enam pesawat yang dapat take off. Sedangkan yang landing belum ada karena status belum berangkat dari bandara asal,” kata Yogi.
Pada Senin siang, kondisi udara hanya sedikit berubah. Beberapa pesawat yang sempat terbang sempat berputar-putar di angkasa Pekanbaru. Pesawat Lion Air JT 140 dari Medan, akhirnya dapat mendarat pada pukul 14.00 setelah beberapa kali berputar di angkasa. Pada pukul 14.50 pesawat yang sama bertolak ke Medan.
Kondisi udara fluktuatif. Pada Senin pagi, sampai pukul 9.00 sudah ada enam pesawat yang dapat take off. Sedangkan yang landing belum ada karena status belum berangkat dari bandara asal, kata Yogi.
Pengumuman di panel informasi keberangkatan di Bandara SSK II, sebanyak 12 pesawat mengalami penundaan kedatangan. Sementara tujuh armada membatalkan keberangkatan.