RUU PSDN Disepakati, Warga Bisa Dipidana Jika Menolak Serahkan Barangnya
Masyarakat sipil mengingatkan sejumlah materi dalam Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau RUU PSDN berpotensi mengabaikan hak warga negara.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Keputusan tingkat pertama terhadap Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara atau RUU PSDN telah diambil oleh pemerintah dan Komisi I DPR. Selanjutnya, tinggal dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Namun masyarakat sipil mengingatkan sejumlah materi RUU berpotensi mengabaikan hak warga negara.
Forum pengambilan keputusan tingkat pertama RUU PSDN antara Komisi I DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, digelar di ruang Komisi I DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Seluruh fraksi dalam pandangan mininya atas RUU PSDN, menyetujui RUU tersebut untuk dibawa ke forum pengambilan keputusan tingkat kedua dalam Rapat Paripurna DPR. Forum untuk mendapatkan persetujuan bersama DPR dan Presiden, agar RUU dapat disahkan menjadi UU.
"Nantinya, RUU ini mengatur tentang program bela negara, komponen cadangan, dan komponen pendukung untuk pertahanan negara," ucap Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar yang juga Ketua Panitia Kerja RUU PSDN DPR Satya Widya Yudha, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/09/2019).
Satya menjelaskan, yang dimaksud dengan komponen pendukung terdiri atas sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk pertahanan negara. Ini termasuk masyarakat harus merelakan sumber daya yang dimilikinya, seperti lahan tanah, jika memang dibutuhkan negara untuk pertahanan.
"Nantinya akan kami sosialisasikan, seperti contohnya, jika ada orang yang memiliki lahan atau sarana dan prasarana, pemerintah dalam hal ini Menteri Pertahanan bisa meminjam lahan tersebut jika ada keadaan darurat. Jika kondisi sudah normal, lahan bisa dikembalikan," ujarnya.
Ketentuan itu tertuang pada Pasal 50 hingga Pasal 55 RUU PSDN. Dalam draf tersebut, pemerintah akan melakukan verifikasi dan klasifikasi terkait prasarana dan sumber daya mana saja yang akan digunakan untuk keperluan pertahanan negara. Ketentuan tersebut tidak menghilangkan status kepemilikan sumber daya milik masyarakat.
RUU juga mengatur ancaman pidana jika ada yang menolak menyerahkan sumber daya miliknya saat negara membutuhkan. Di Pasal 77 RUU PSDN disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa alasan yang sah tidak menyerahkan pemanfaatan sebagian atau seluruh sumber daya alam dan sarana bisa dipidana penjara paling lama empat tahun.
Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengkritisi Pasal 50-55 RUU PSDN. Aturan itu berpotensi menimbulkan konflik antara masyarakat dan TNI. Sebab selama ini, banyaknya konflik agraria dipicu perebutan tanah untuk dijadikan area latihan tentara.
"Seperti salah satunya konflik antara TNI dan petani di Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah. Pada kasus tersebut, TNI ingin menggunakan lahan milik petani untuk dijadikan sebagai tempat latihan menembak," kata Gufron.
Dia melanjutkan, adanya aturan tersebut plus ancaman pidananya, membuat masyarakat tidak bisa memilih apakah ingin memberikan sumber daya yang dimilikinya atau tidak. Oleh karena itu, seharusnya ada ketentuan yang mengatur lebih detil soal syarat-syarat dalam keadaan apa saja negara bisa menggunakan lahan milik warga.
"Hal ini jelas mengabaikan hak konstitusional warga negara. Oleh sebab itu, pemerintah tidak bisa serta merta menetapkan prasarana milik warga untuk dijadikan sebagai kebutuhan pertahanan negara, harus dengan kajian khusus," ucapnya.
Komponen cadangan
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Effendi Simbolon mengatakan, RUU juga mengatur ketentuan komponen cadangan sebagai wadah keikutsertaan warga negara untuk ikut serta dalam pertahanan negara. Setiap warga yang mendaftar sebagai komponen cadangan harus mengikuti pelatihan militer dan harus bersedia jika mendapat tugas militer oleh negara.
"Sifatnya yaitu pendaftaran secara sukarela, tidak ada unsur paksaan untuk mengikuti program tersebut. Selain itu, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin mendaftar," kata Effendi.
Pada Pasal 32 RUU PSDN diatur bahwa setiap warga berhak untuk mendaftarkan diri sebagai komponen cadangan. Warga yang boleh mendaftar di antaranya mahasiswa, aparatur sipil negara, maupun pegawai swasta dengan minimal usia 18 tahun dan maksimal 35 tahun.
"Mereka harus siap dimobilisasi jika ada penugasan dari pemerintah. Hal ini diperlukan untuk memperkuat pertahanan negara," katanya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berharap, tiap warga negara bisa ikut serta untuk membela negara. Dia pun menegaskan tidak ada paksaan bagi masyarakat untuk masuk dalam komponen cadangan.