Saat Sedulur Sikep Bertemu dan "Nyocokke Lakon"
Pengikut ajaran Samin Surosentiko atau disebut sedulur sikep yang hidup terpisah di berbagai daerah, bertemu dan melangsungkan tradisi nyocokke lakon. Forum untuk saling mencocokkan ajaran dan perilaku.
Lebih dari seratus tahun lalu, Samin Surosentiko diasingkan ke Sawahlunto, Sumatera Barat sebelum dinyatakan wafat. Meski begitu, ajarannya masih disebarkan melalui lisan oleh para pengikutnya yang menamakan diri sebagai sedulur sikep. Sejarah baru kini ditorehkan. Mereka yang selama ini hidup terpisah, bertemu satu sama lain untuk melangsungkan tradisi
nyocokke lakon.
Gunarti menghentikan sepeda motor bebeknya sekitar 50 meter dari Pendopo Sedulur Sikep Blimbing Sambongrejo, Sambong, Blora menjelang tengah hari. Wajahnya tampak lelah usai menempuh perjalanan lebih dari 100 kilometer dari kampungnya di Sukolilo, Pati seorang diri.
Namun hal itu tak bertahan lama. Sambutan selamat datang lewat kesenian
Gejog Lesung diiringi lagu daerah Caping Gunung dari ibu-ibu warga Blimbing membuat senyumnya mengembang. Wajah yang sebelumnya terlihat lelah seketika berubah menjadi bungah.
Gunarti hanya salah satu dari sekitar 100 tokoh sedulur sikep lainnya yang pada Minggu (22/9/2019) berbondong-bondong datang ke Blimbing. Mereka terdiri atas orang tua, pemuda hingga anak balita. Setelan khas Samin dan kebaya yang mereka kenakan berhasil menghitamkan area pendopo Blimbing siang itu.
Kedatangan mereka sebenarnya dilingkupi rasa senang sekaligus penasaran. Senang karena bisa bersilaturahmi. Penasaran, lantaran pertemuan untuk
nyocokke ajaran Samin Surosentiko dari beragam daerah, baru kali itu terjadi pasca pengasingan Samin ke Sawahlunto pada 1914 atau lebih dari 100 tahun yang lalu.
Baca juga: Sikap Luhur Sedulur Sikep
“Momen ini adalah momen bersejarah, untuk pertama kalinya setelah Mbah Samin tiada, mereka yang sebelumnya tersebar di banyak wilayah kembali melakukan tradisi nyocokke lakon,” ujar Antropolog dari The Australian National University di Canberra, Australia, Amrih Widodo yang meneliti sedulur sikep sejak 1989.
Samin Surosentiko yang bernama lengkap Raden Kohar adalah petani pejuang anti-penjajahan. Saminisme kemudian berkembang menjadi ajaran hidup para sedulur sikep. Melawan tanpa kekerasan, kejujuran, serta menghargai alam dan manusia merupakan falsafah yang mereka anut.
Tradisi
Nyocokke sendiri adalah sebuah forum di mana sedulur-sedulur sikep dari berbagai daerah bertemu untuk saling mencocokkan ajaran dan perilakunya. Menurut Amrih, hal itu penting mengingat ajaran Samin selama ini disebarkan secara lisan. Jadi, pengalaman, penghayatan dan pemakaiannya dalam kehidupan tergantung dari konteks masing-masing.
Tradisi tersebut dulunya rutin dilakukan sebelum Samin diasingkan. Maka, tak menutup kemungkinan setelah seabad berselang, terjadi perbedaan ajaran-ajaran tersebut di setiap daerah. Pertemuan ini, salah satunya ialah saling bertukar pikiran hingga menghasilkan kemufakatan secara internal.
Para tokoh yang hadir berasal dari Kudus, Pati, Rembang, Bojonegoro dan beberapa wilayah lain di Blora. Pertemuan dimulai dengan memperkenalkan para tokoh. Perkenalan diawali oleh Budi Santoso, tokoh sedulur sikep asal Undaan, Kudus. Ia mengungkapkan, setidaknya ada 20 Kepala Keluarga (KK) penganut Samin yang masih eksis di wilayahnya hingga sekarang.
Perkenalan berlanjut ke Bambang Sutrisno dari Margomulyo Bojonegoro hingga Poso dari Klopoduwur, Blora. Tak lupa, tokoh sedulur sikep Blimbing sekaligus si empunya rumah Pramugi menutup forum perkenalan dengan petuah-petuah khasnya. Ia sendiri amat mengapresiasi andil pemerintah pusat dan daerah atas terselenggaranya forum tersebut.
Menurut Gunnarto, salah satu tokoh sedulur sikep dari Sukolilo, Pati, selain ratusan yang hadir, masih banyak sebenarnya tokoh-tokoh lain yang tidak terlibat dalam pertemuan tersebut. Alasannya beragam. Ada yang takut, tidak diundang atau bahkan keberadaannya belum diketahui. Baginya, silaturahmi tersebut penting untuk meleburkan rasa merasa paling benar.
Baca juga: Hardjo Kardi Mematuhi Wasiat Memelihara Saminisme
Tiga kelompok
Usai menyantap makan siang, mereka melaksanakan tradisi
nyocokke dengan membaginya dalam tiga kelompok besar. Kelompok tokoh-tokoh sesepuh, pemuda dan perempuan. Pembicaraan mereka berkisar tentang bagaimana mereka bisa eksis sampai sekarang, masalah masing-masing daerah hingga ajaran apa saja yang hilang dan masih bertahan.
Di kelompok perempuan, perbincangan berlangsung cukup cair. Gunarti seakan menjadi pemeran utama di dalamnya lantaran banyak tokoh masih merasa canggung menuangkan isi pikirannya secara blak-blakan. Baginya, hingga 1990-an stigma masih dirasakan kuat oleh para sedulur sikep khususnya berkaitan dengan pendidikan. Hal itu kemudian mendorong Gunarti untuk membentuk sekolah non-formal.
Di kampungnya, anak-anak tetap belajar mengenal tulisan lewat cara berkumpul setiap sore. Bahkan, mereka juga punya cita-cita. Ajaran tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Samin. Mereka hanya tidak mengenal sekolah formal.
“Kami orang sikep punya cita-cita yaitu becikno laku lan benerke ucap (memperbaiki perilaku dan membenarkan lisan) lewat cara belajar kami,” ujar Gunarti.
Puluhan sedulur sikep perempuan mendengarkan kisah Gunarti secara seksama. Di beberapa bagian cerita bahkan ada yang sempat memalingkan wajah seraya mengusap kedua mata menggunakan selendang.
Tontonan
Gunretno, yang sekitar dua jam berdialog bersama sesepuh di ruangan tertutup mengungkapkan, hal-hal yang dibahas adalah hal ringan. Salah satunya merespon upaya pemerintah mengangkat budaya sedulur sikep. Mereka sepakat bahwa sedulur sikep bukan tontonan, melainkan perilaku merekalah yang harusnya dipertontonkan.
Jika ajaran tentang menjauhi perilaku iri, dengki, mencuri dan lainnya tidak hanya dijalankan oleh sedulur sikep, ia menilai negara akan bisa tenteram. Pun jika nilai-nilai kerukunan dan kejujuran yang selama ini mereka pegang teguh.
Sejarah perlawanan Samin dan pengikutnya terhadap Pemerintah Hindia-Belanda menjadi bukti yang baik bahwa penolakan tidak selamanya harus menggunakan kekerasan. Hal itu masih mereka anut dalam upaya penolakan pabrik semen beberapa tahun belakangan. Meski pesimistis menang, Gunretno dan masyarakat lain tetap berjuang lewat jalur hukum.
“Protes yang kami lakukan dengan menyemen kaki dan jalan kaki adalah cara kami membuka hati banyak pihak,” ujarnya.
Penindasan yang mereka alami sebenarnya telah berlangsung dari generasi ke generasi. Pasca kolonial, para sedulur sikep juga mengalami sejumlah penindasan mulai dari pengenaan pajak/retribusi yang berlebihan, pemaksaan identitas agama dan budaya hingga perampasan hak milik dan sumber penghasilan (Kompas, 1/8/2008).
Baca juga: Sedulur Sikep yang Berteater
Terkait adanya perbedaan-perbedaan ajaran Samin dalam tradisi nyocokke tersebut, Gunretno cukup bisa memahami. Menurutnya, ajaran yang disebarkan melalui tulisan saja terkadang berbeda tafsir apalagi yang hanya dari mulut ke mulut. Terlebih, setiap daerah memiliki persoalannya masing-masing.
Inisiasi Kemendikbud
Saat ditanya, apa saja kesimpulan dan tindak lanjut dari tradisi nyocokke tersebut, Amrih menyerahkan sepenuhnya kepada para tokoh. Sebab, tradisi nyocokke tersebut murni ditujukan demi kebaikan mereka sendiri, bukan oleh campur tangan pihak lain. “Biarlah mereka yang membahas dan menentukan jalan apa yang terbaik,” ucapnya.
Pertemuan bertajuk “Temu Ageng Sedulur Sikep” merupakan salah satu rangkaian acara dari “Cerita dari Blora”. Sebuah inisiasi dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Kebudayaan Kemendikbud) dalam mengembangkan potensi budaya di daerah lewat platform kebudayaan Indonesiana.
Menurut Sekretaris Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Sri Hartini, pertemuan tersebut menjadi langkah awal. Ke depan, ia berharap forum-forum semacam ini bisa diselenggarakan rutin bahkan semakin meluas. Sedulur sikep, menurutnya bukan hanya milik masyarakat Blora dan sekitarnya, tapi juga Indonesia.
“Apa yang diajarkan pada sedulur sikep bisa menjadi tuntunan bersama. Ucapan dan tindakan mereka selaras,” ujarnya.
Baca juga: "Cerita dari Blora", Mengenalkan Ajaran Sedulur Sikep
Wakil Bupati Blora Arief Rohman tak henti-hentinya menegaskan bahwa sedulur sikep adalah kebanggaan mereka. Berbeda dengan anggapan banyak orang yang menilai mereka pembangkang, sedulur sikep dinilai sebagai kelompok yang taat, termasuk dalam membayar pajak.
https://youtu.be/s6zEz0UhqO8