Tak Miliki Alat Pemadam Memadai, Direktur PT HBL Jadi Tersangka
Polda Sumatera Selatan menangkap 27 tersangka terkait 20 kasus kebakaran lahan dan hutan. Satu kasus melibatkan perusahaan. Sedangkan 26 tersangka lainnya ada kasus perorangan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Polda Sumatera Selatan menetapkan 27 tersangka terkait 20 kasus kebakaran lahan dan hutan. Satu kasus melibatkan perusahaan. Sedangkan 26 tersangka lainnya ada kasus perorangan.
Wakil Kepala Polda Sumsel Brigadir Jenderal Polisi Rudi Setiawan, Senin (23/9/2019) menjelaskan, selama dua bulan menyelidiki kasus kebakaran lahan dan hutan di Sumsel, pihaknya menangani 20 kasus dengan menjerat 27 tersangka.
Salah satunya Direktur Operasional, PT Hutan Bumi Lestari (HBL) AK. Perusahaan ini memiliki lahan konsesi di Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, seluas 2.800 hektar. Adapun 19 kasus lainnya merupakan kasus perseorangan yang menjerat 26 orang tersangka.
Rudi menerangkan, dari 20 kasus ini, lahan yang telah terbakar mencapai 1.784 hektar. Sebanyak 1.745 hektar adalah lahan konsesi milik PT HBL. Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui PT HBL dinilai lalai menjaga lahan konsesinya.
“Mereka tidak memiliki peralatan dan personel yang cukup untuk memadamkan api ketika lahan konsesi mereka terbakar,” ungkap Rudi.
Mereka tidak memiliki peralatan dan personel yang cukup untuk memadamkan api ketika lahan konsesi mereka terbakar
PT HBL merupakan perusahaan yang diberikan izin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2016 untuk mengelola Hutan Produksi di Kawasan Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera selatan. Mereka bermitra dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Produksi Lalan Mangsang Mendis. PT HBL hanya memiliki enam petugas pemadam dan alat seadanya untuk memadamkan api. Hal inilah yang membuat kebakaran cepat meluas.
Rudi menjelaskan, sebelumnya lahan tersebut pernah terbakar di tahun 2015 dan kemudian memunculkan konflik antara KPH dengan masyarakat. Itu sebabnya PT HBL dibebankan tanggung jawab untuk mengelola hutan produksi. Hanya saja, tahun ini, PT HBL tak mampu menjaga lahannya sehingga terjadi kebakaran besar.
Selain itu, PT HBL juga telah menyalahgunakan izin dengan menanam pohon kelapa sawit di kawasan yang telah terbakar. Padahal, ujar Rudi, lahan tersebut harus ditanami tanaman khas gambut atau tanaman hutan.
Atas perbuatannya, ujar Rudi, PT HBL dikenakan tiga pasal berlapis yakni Pasal 188 KUHP, pasal 78 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Pasal 99 UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
“Sanksi terberat yang dikenakan bisa pencabutan izin tapi itu tergantung sidang di pengadilan,” kata Rudi.
Direktur Operasional PT HBL AK mengatakan, kebakaran bukan berasal dari dalam lahan konsesinya melainkan dari luar konsesi dan kemudian menjalar masuk ke kawasan konsesi HBL seluas 2.800 hektar. Menurutnya, saat kebakaran terjadi, pihaknya berupaya keras untuk memadamkan api tapi angin bertiup kencang sehingga sulit untuk dikendalikan.
AK memastikan, tidak ada kesengajaan untuk membakar lahan konsesi, karena itu akan merugikan perusahaannya sendiri. AK pun mengakui bahwa peralatan pemadam yang dimiliki perusahaannya terbatas. “Air di kawasan itu banyak. Namun, kami hanya memiliki mesin pompa air tanpa mobil damkar,” kata AK.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Komisaris Besar Zulkarnain mengatakan, selain PT HBL, saat ini ada dua perusahaan yang masuk dalam proses penyidikan. “Di kedua perusahaan ini lahan konsesinya terbakar,” ungkapnya.
Sampai saat ini, pihaknya masih memperkuat alat bukti termasuk dengan mendatangkan ahli. Berkaca dari kasus HBL, ada 7 saksi ahli yang didatangkan untuk menjerat AK sebagai tersangka.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Pandji Tjahjanto menerangkan, sejak tahun 2016, KPH Lalan Mendis dan PT HBL memang membentuk kemitraan. HBL bertugas mengelola kawasan hutan adapun KPH merupakan pihak pengawasan. Dengan ditetapkannya direktur operasional sebagai tersangka, pihaknya akan melakukan evaluasi terutama pola kerja dari PT HBL tersebut.
Pandji mengakui, kebakaran lahan yang terjadi di Muara Medak juga disebabkan kurangnya antisipasi memasuki musim kemarau terutama proses pembasahan. “Saat itu, proses pembasahan di Muara Medak terus dilakukan tapi tidak optimal karena kawasannya terlalu luas,” katanya.
Ke depan, ujar Pandji, pembasahan akan dilakukan di awal musim kemarau agar kebakaran tidak meluas. Selain itu, juga akan dilakukan pembangunan kanal dan sekat untuk mencegah api “meloncat” ke lahan yang lain.