Digitalisasi Pemelajaran Butuh Guru Cakap Pedagogis
Di era digital, ketika teknologi digital diintegrasikan ke dalam pemelajaran, pelatihan literasi digital hendaknya diintegrasikan pula dengan pengembangan karakter guru agar kian mumpuni.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integrasi teknologi digital ke dalam pemelajaran merupakan metode pemajuan pendidikan secara cepat. Perkembangan teknologi bukan momok yang harus ditakuti, melainkan senjata menghadapi perubahan zaman dengan percaya diri. Oleh karena itu, butuh guru yang cakap pedagogis, sosial, dan kognitifnya sebagai navigator teknologi di sekolah.
Guru yang mahir berteknologi bisa mengoptimalkan teknologi tidak hanya sebagai sarana berkomunikasi, tetapi juga penunjang pengayaan pemahaman, pengasahan kreativitas siswa, dan pengembangan potensi. Perkembangan potensi memungkinkan terjadinya personalisasi pendidikan, suatu hal yang sulit dicapai apabila hanya mengandalkan teknologi analog.
Personalisasi adalah kunci pemelajaran masa kini dan masa depan. Setiap siswa tidak tumbuh secara seragam. Mereka memiliki jalur tersendiri yang dibuat berdasarkan minat dan bakat masing-masing.
Tugas guru sebagai fasilitator ialah membantu siswa mencari jalur yang merepresentasikan kepribadian dan kemampuannya serta membuat program pengasahan keterampilannya. Informasi itu kini tersebar di mana-mana, apalagi dunia maya dan menunggu untuk diakses serta dipakai dengan tepat.
Tugas guru sebagai fasilitator ialah membantu siswa mencari jalur yang merepresentasikan kepribadian dan kemampuannya serta membuat program pengasahan keterampilannya.
”Walaupun begitu, kalau gurunya tidak punya kecakapan pedagogis, sosial, dan kognitif, ia akan kebingungan mengenal potensi dan bakat setiap siswa. Tidak mungkin ia kemudian bisa membantu siswa mengembangkannya sesuai jalur masing-masing,” kata Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Najelaa Shihab dalam diskusi pendidikan di Jakarta, Senin (23/9/2019).
Kegiatan itu bagian dari acara ”Samsung Indonesia Cerdas”, yaitu penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama PT Samsung Electronics Indonesia dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait digitalisasi pemelajaran, pelatihan guru, dan pendidikan vokasi.
Najelaa mengatakan, pelatihan literasi digital hendaknya jangan hanya fokus kepada aspek teknis pemakaian gawai, harus diintegrasikan dengan pengembangan karakter guru agar kian mumpuni.
”Teknologi membuat guru yang baik menjadi guru hebat. Akan tetapi, teknologi di tangan guru yang tidak baik tentu tidak bermanfaat. Malah bisa merugikan siswa dan guru itu sendiri,” katanya.
Wakil Direktur PT Samsung Electronics Indonesia Lee Kang-hyun menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia memberikan pelatihan kepada guru. Setidaknya sudah ada 50.000 guru yang mengikuti pelatihan. Mereka tidak hanya guru dari wilayah urban, tetapi juga guru-guru dari perdesaan yang sebelum pelatihan bahkan belum pernah menyentuh telepon pintar.
Guru-guru itu tidak ketakutan ketika disodori gawai elektronik. Justru mereka penasaran dan meminta diajari cara pemakaiannya. Setelah itu mereka asyik mengutak-atik berbagai fitur gawai untuk pemelajaran. Lee menghitung sudah ada 1.000 unggahan pembahasan materi pelajaran sekolah dan praktiknya berupa audio, video, dan grafis oleh para guru.
”Saya kaget. Tidak menyangka cepat sekali para guru ini mau bereksperimen dalam memproduksi konten pemelajaran,” ujarnya.
Selain pelatihan guru, juga ada penerapan digitalisasi pemelajaran kepada 69 SMK, delapan SMA, satu SMP, dan satu SD. Selain itu, juga ada dua Samsung Technology Institute yang memberikan pelatihan kerja kepada pemuda yang putus sekolah ataupun memerlukan pelatihan tambahan.
Menurut Lee, sistem pembinaan SMK mencakup melatih siswa merakit tablet elektronik. Siswa juga dimungkinkan magang ke PT Samsung Electronics dan apabila kemampuannya memuaskan juga bisa ditarik bekerja di sana setelah lulus sekolah.
”Tahun 2019 kami menginginkan agar jumlah SMK yang dibina mencapai 100 sekolah,” kata Lee.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi mengemukakan pentingnya kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta tidak hanya dalam membantu akses informasi dan pemberian perangkat pendidikan. Kerja sama juga perlu untuk memastikan sinergi kurikulum akademik dengan perkembangan di dunia profesional.
Khusus untuk siswa SMK, mereka butuh mengetahui dinamika bahwa dunia usaha dan industri di level lokal, nasional, dan internasional.