BI telah menetapkan merchant discount rate (MDR) penggunaan QRIS sebesar 0,7 persen dari jumlah transaksi. Hal itu menandakan, beban pemotongan akan ditanggung pelaku UMKM.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Industri teknologi finansial meyakini kehadiran Standar Kode Cepat Indonesia akan efektif mengurangi penggunaan uang tunai. Standar Kode Cepat Indonesia (QRIS) yang merupakan hasil kolaborasi tekfin dengan pemerintah dan perbankan, membuat perkembangan infrastruktur pembayaran digital semakin masif.
Director of Enterprise Payment OVO Harianto Gunawan dalam Fintech Summit Expo 2019 di Jakarta, Selasa (24/9/2019), mengatakan, QRIS membuat industri tekfin bisa bergandengan tangan dalam menciptakan infrastruktur pembayaran digital dalam skala besar. Adapun perusahaan tekfin selama ini berjalan masing-masing dalam mengenalkan pembayaran digital.
“Kami sangat mendukung. Kalau setiap pemain investasi sendiri-sendiri akan sangat sulit berkembang. Sangat tidak efisien. Sangat bagus untuk inklusi finansial. Apalagi pembayaran digital saat ini inklusinya baru sekitar 2-3 persen,” kata Harianto.
QRIS sebelumnya sudah diluncurkan oleh Bank Indonesia pada Agustus 2019. Namun, sistem pembayaran digital yang menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) baru efektif berlaku mulai Januari 2020.
Menurut Harianto, pembayaran digital memang wajib untuk meningkatkan aksesabilitas dalam bersaing dengan pembayaran tunai. Kekuatan uang tunai sudah terlalu kuat karena bisa diterima di mana saja. Sebaliknya, uang digital belum menembus daerah pelosok.
“Yang harus kita tawarkan kenyamanan, bisa diterima di mana saja tidak? Kita kan coba menggantikan peran tunai. Makanya kita harus menyamakan tingkat aksesabilitas itu,” jelas Harianto.
Tanpa QRIS, menurut Harianto, pihaknya kesulitan mengubah kebiasaan masyarakat menggunakan uang tunai dan belum tersentuh layanan keuangan. Selama ini OVO kerap “membakar uang” dengan memberikan insentif berupa promosi kepada nasabah untuk memberikan edukasi dan meningkatkan kepercayaan penggunaan uang digital.
Chief Executive Officer Espay Debit Indonesia Koe (DANA) Vincent Iswara mengatakan, akses pembayaran digital yang meluas akan meningkatkan penerimaan masyarakat. Hal itu akan terwujud dengan pemberlakuan QRIS.
Sebelumnya, BI telah menetapkan merchant discount rate (MDR) penggunaan QRIS sebesar 0,7 persen dari jumlah transaksi. Hal itu menandakan, beban pemotongan akan ditanggung pelaku UMKM.
Vincent menilai, sebaiknya penggunaan QRIS tidak perlu dikenakan biaya pada tahap pengenalan. Menurut dia, edukasi kepada pelaku UMKM yang harus menjadi prioritas.
“Kita inginnya diajarkan dulu ke pelaku UMKM sebagai merchant. Kalau setelah penggunaan (QRIS) transaksi mereka naik dan usaha mereka berkembang, pasti ke depannya tidak masalah jika ada potongan. Awal-awalnya dibebaskan (dari potongan) saja,” tutur Vincent.
Meningkatkan efisiensi
CEO PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) Danu Wicaksana mengucapkan, pembayaran digital mampu meningkatkan efisiensi dalam berbagai sektor. Ke depan, hal itu akan lebih bermanfaat daripada insentif berupa promosi yang sedang menjadi tren saat ini.
“Misalnya saja penggunaan gas elpiji 3 kilogram. Dengan pembayaran digital, pembeli gas elpiji yang merupakan subsidi pemerintah itu akan jatuh ke tangan yang tepat, yaitu masyarakat kurang mampu. Beda dengan sekarang yang siapa saja bisa beli,” kata Danu.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menyebutkan, inklusi keuangan nasional tahun ini kemungkinan hanya mencapai 65 persen. Adapun target awal OJK yakni 75 persen.
“Sekitar 65 persen penduduk telah terhubung ke internet. Tetapi belum tentu terkoneksi ke layanan keuangan. Kami ingin terus mendorong inklusi keuangan lewat inovasi keuangan digital, khususnya melalui tekfin,” pungkasnya.