Kebakaran yang melanda sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan berdampak pada kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Kasus gangguan pernapasan meningkat. Sementara itu, hujan mulai turun di Kalimantan Barat dan Jambi.
Oleh
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Korban asap terus berjatuhan. Muhammad Priyuda Pratama (1,5) meninggal setelah mengalami pembengkakan paru dan penyakit penyerta lainnya. Kasus gangguan pernapasan terus meningkat di banyak daerah.
Yuda, bungsu dari lima bersaudara, anak pasangan Ogor (43) dan Hadijah (38), warga Desa Kuala Kuayan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, sempat dibawa ke puskesmas lalu dirujuk ke RSUD dr Murjani, Sabtu (21/9/2019). Namun, tengah hari, nyawanya tak bisa diselamatkan.
”Kabut asap di sini pekat sekali saat malam hingga pagi hari. Dari Jumat, anak saya sulit bernapas,” ujar Ogor.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul membenarkan, ada kematian anak balita Yuda. ”Anak itu mengalami sepsis atau infeksi menyeluruh,” katanya.
Ia membantah penyebab kematian Yuda adalah kabut asap. Sampai saat ini belum ada korban jiwa karena kabut asap. Pihaknya sedang melakukan audit menyeluruh untuk memastikan kematian Yuda.
Yang pasti, kabut asap pekat selama berminggu-minggu di Kuala Kuayan. Ketua RT 013 Desa Kuala Kuayan Riduansyah mengatakan, tak hanya anak balita, orang dewasa pun banyak yang batuk dan sulit bernapas.
Di Kalimantan Barat, kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) terus meningkat. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Harisson, Senin, mengatakan, data dari 14 kabupaten/kota, kasus ISPA pada pekan ke-36 tercatat 6.959 kasus.
Angka itu meningkat jadi 7.826 kasus pada pekan ke-37 dan 9.458 kasus pada pekan ke-38. Sejumlah kabupaten/kota menyediakan rumah oksigen di pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit dan puskesmas.
Di Riau, sampai 22 September, jumlah penderita ISPA mencapai 34.000 orang. Sepekan lalu penderita ISPA masih 24.500 orang. Gubernur Riau Syamsuar menetapkan status Darurat Pencemaran Udara mulai Senin sampai 30 September.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir, dalam status Darurat Pencemaran Udara, 15 rumah singgah yang dibuka sejak sepekan lalu akan ditingkatkan menjadi rumah evakuasi. Di tempat itu warga dapat bermalam sampai kondisi udara membaik.
Di sejumlah provinsi, selain berdampak pada kesehatan warga, kabut asap juga menghambat pengiriman barang antardaerah dan mengganggu jadwal penerbangan. Setidaknya 14 penerbangan tertunda di Palembang, Sumsel, Senin.
Hal serupa terjadi di Pekanbaru, Riau, dan Silangit, Tapanuli Utara. Pendidikan juga terganggu karena sekolah harus diliburkan. Polda Sumsel menangkap 27 tersangka dari 20 kasus kebakaran lahan dan hutan di provinsi itu.
Kondisi udara di Medan dan sekitarnya, juga Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Langsa mulai terganggu asap kiriman dari hutan dan lahan terbakar di Sumatera. Di Medan sudah masuk kategori berbahaya.
Hujan
Di Kota Pontianak, hujan ringan mulai mengguyur, Senin pagi. Kabut asap sedikit berkurang. Meski demikian, modifikasi cuaca tetap dilakukan hingga situasi stabil.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Bandara Internasional Supadio Pontianak, Sutikno, Senin, mengatakan, sesuai prakiraan, memang akan turun hujan di wilayah Kalbar.
Meski belum merata, sebagian besar wilayah Kalbar diguyur hujan sejak Minggu (22/9), antara lain Kabupaten Sambas, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, Landak, Mempawah, Kubu Raya, Kota Pontianak, dan Singkawang.
Hujan juga turun di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, dan Bungo, Provinsi Jambi, Senin sore. Diharapkan hujan menurunkan kepekatan debu mikro dari asap kebakaran.
Di Jakarta, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, banyak kepala daerah yang wilayahnya mengalami kebakaran hutan dan lahan tidak berani menggunakan anggaran tidak terduga untuk menangani kejadian tersebut. Ia menilai hal itu disebabkan tidak ada landasan hukumnya.
Terkait hal itu, pihaknya melakukan pendampingan terhadap semua daerah yang berpotensi mengalami kebakaran hutan dan lahan. Tjahjo mendorong agar daerah-daerah tersebut memiliki anggaran penanggulangan bencana terkait.
Secara terpisah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo menyatakan, jumlah titik panas dalam kebakaran tahun ini serupa tahun 2015. Padahal, kemarau belum berakhir.
”Sejauh ini pengeboman air dengan helikopter tidak efektif. Banyak lahan yang disiram dengan heli apinya tidak padam. Sementara operasi modifikasi cuaca berhasil menurunkan hujan di empat provinsi, yaitu Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Namun, api juga tidak serta-merta padam,” katanya. (ESA/RAM/IDO/SAH/NSA/AIN/ITA/AIK/INK)