Kabar kurang menggembirakan datang dari komoditas udang. Sepanjang paruh pertama 2019, volume dan nilai ekspor udang turun.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Kabar kurang menggembirakan datang dari komoditas udang. Sepanjang paruh pertama 2019, volume dan nilai ekspor udang turun.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada Januari-Juni 2019, volume ekspor udang berkisar 94.400 ton. Pencapaian ini turun dibandingkan dengan periode yang sama 2018, yakni 95.200 ton. Adapun nilai ekspor turun lebih dalam, hingga 10,22 persen, yakni dari 858,76 juta dollar AS pada Januari-Juni 2018 menjadi 770,94 juta dollar AS pada Januari-Juni 2019.
Penurunan ekspor udang berlangsung di tengah target besar pemerintah untuk menggenjot komoditas unggulan perikanan. Pemerintah menargetkan kenaikan produksi udang nasional sebanyak 150.000 ton pada 2019-2021. Adapun nilai ekspor udang pada 2021 ditargetkan 2,7 miliar dollar AS atau meningkat 58,8 persen dibandingkan dengan nilai ekspor 2018 yang sebesar 1,7 miliar dollar AS.
Di tingkat global, pasar ekspor udang masih terbuka seiring kebutuhan masyarakat dunia. Organisasi Pangan Dunia (FAO), sebagaimana dikutip National Fisheries Institute, mencatat, produksi udang dunia hasil budidaya pada 2017-208 cenderung tetap, yakni sekitar 3,2 juta ton.
Meski demikian, posisi Indonesia sebagai produsen udang dunia kian tergeser negara-negara pesaing. Pesaing utama eksportir udang adalah India, Ekuador, dan Vietnam. Produksi udang mereka terus meningkat.
Shrimp Club Indonesia memprediksi, untuk menggenjot produksi dan ekspor dalam tiga tahun, diperlukan setidaknya tambahan benur 2,3 miliar ekor per tahun, tambahan pakan 54.437 ton per tahun, dan pembukaan lahan 2.093 hektar per tahun. Sementara itu, untuk bisa mencapai target kenaikan ekspor 1 miliar dollar AS, kebutuhan biaya investasi ditaksir 3-5 kali lipat.
Perlu komitmen untuk mengurai persoalan hulu-hilir terkait kebutuhan investasi untuk mengejar target produksi. Upaya meningkatkan daya saing komoditas udang nasional membutuhkan peningkatan produksi berkualitas dengan harga yang kompetitif. Selama ini, kendala suplai yang kontinu menghambat arus investasi di sektor hilir.
Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) mencatat, salah satu pemicu penurunan ekspor tahun ini adalah hambatan suplai atau bahan baku. Terobosan produksi udang dibutuhkan untuk menciptakan rantai pemasaran yang lebih kompetitif.
Di sektor hulu, terobosan dalam membenahi produksi dinantikan, antara lain dalam penanganan penyakit udang, ketersediaan bibit udang berkualitas dan bebas penyakit yang masih terbatas, serta perizinan. Investasi perluasan tambak, misalnya, masih terganjal pembebasan lahan, permodalan, perizinan berbelit, dan infrastruktur.
Sinergi pemerintah pusat dan daerah perlu dibuktikan untuk memberi kepastian aturan dan kemudahan birokrasi perizinan. Di sisi lain, upaya membuka tambak udang baru harus tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan dan ketahanan lingkungan.
Penurunan ekspor merupakan lampu kuning bagi pemerintah untuk mencapai target besar itu. Ambisi menggenjot produksi membutuhkan langkah seluruh pihak dalam membangkitkan industri udang nasional.
Tanpa gerak cepat, sulit mengharapkan industri udang nasional mengejar target produksi dan mengejar momentum pasar. Sebaliknya, ketertinggalan dari negara-negara produsen pesaing kian jelas di depan mata.