Multipolaritas Diperlukan Guna Menjaga Ketahanan Kawasan
Stabilitas dunia terdampak persaingan kekuatan dan ekonomi Amerika Serikat dan China. Negara-negara perlu menjunjung multipolaritas guna menjaga ketahanan kawasan Asia Pasifik agar tidak tertarik kekuatan satu pihak.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA dan BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stabilitas dunia mulai terdampak oleh persaingan kekuatan dan ekonomi antara Amerika Serikat dan China. Negara-negara di Asia Pasifik, yang menjadi salah satu tempat persaingan kedua negara adidaya itu, perlu menjunjung multipolaritas guna menjaga ketahanan Asia Pasifik dari tarikan kekuatan atau pengaruh salah satu pihak.
Hal itu menjadi salah satu topik bahasan yang disampaikan Pemimpin Oposisi di Senat Australia, Penny Wong, dalam seri diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Diskusi itu bertajuk ”Protecting and Promoting Regional Interests in a Time of US-China Strategic Competition”. Diskusi itu dipandu Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte.
”Wilayah multipolar tempat AS tetap terlibat secara mendalam dan konstruktif; di mana China adalah kontributor yang positif; dan di mana perspektif dan kontribusi kekuatan- kekuatan yang lebih kecil juga dihormati dan dihargai,” kata Wong.
Sebagai dua kekuatan besar, menurut Wong, AS dan China dengan cara yang berbeda memilih jalur yang menantang status quo. Persaingan strategis mereka semakin menentukan niat dan perilaku masing-masing. Wilayah Asia dan Pasifik dinilainya menjadi tempat persaingan itu. Tujuan bersama negara-negara di kawasan yang dibangun dengan semangat multipolar menjadi sebuah keniscayaan. Dengan semangat multipolar itu, Asia Pasifik menjadi sebuah wilayah yang mendapat dukungan bersama dalam penghormatan dan perwujudan aturan, norma, dan karakteristik internasional.
”Ini adalah narasi zaman ini. Persaingan itu tidak bisa dihindari dalam tataran aspek hubungan internasional, dan jika tidak diimbangi tujuan kerja sama, perdamaian, dan stabilitas kita pun menjadi rentan,” kata Wong.
Perlu hati-hati
Wong mengatakan, negara-negara di Asia Pasifik perlu berhati-hati agar tidak terjebak oleh persaingan kedua negara itu. Dari sisi Australia, menurut Wong, negaranya menginginkan suatu wilayah yang mempertahankan sistem institusi, aturan, dan norma untuk memandu perilaku, memungkinkan tindakan kolektif dan untuk menyelesaikan perselisihan. Australia juga menghormati pembentukan aturan melalui negosiasi—bukan pemaksaan—dan sistem perdagangan terbuka serta transparansi investasi.
”Wilayah di mana hasil tidak hanya ditentukan oleh kekuasaan. Wilayah di mana semua orang hidup dalam kedamaian dan kemakmuran,” kata Wong, seraya menyatakan keyakinannya bahwa negara seperti Indonesia juga menghidupi nilai-nilai seperti itu.
”Indonesia juga memiliki tujuan yang sama, yakni kawasan yang berbasis prinsip keterbukaan, transparansi, dan inklusif melalui dialog dan penghormatan hukum internasional,” kata Wong.
Indonesia juga memiliki tujuan yang sama, yakni kawasan yang berbasis prinsip keterbukaan, transparansi, dan inklusif melalui dialog dan penghormatan hukum internasional.
Wong menyampaikan, dalam menyikapi kompetisi dan mengantisipasi dampak persaingan AS-China, negara di kawasan perlu fokus meningkatkan kerja sama. Kerja sama yang dijalin harus berdasarkan aturan dan norma yang ada, misalnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) dan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT).
”Kami harap China tetap menghormati elemen inti yang membentuk kawasan stabil, damai, dan makmur. AS juga diharapkan menyajikan narasi dan visi positif tentang masa depan serta dengan lebih jelas menyatakan apa yang ditawarkan dan ditentangnya,” kata Wong.
Landasan multipolaritas
Wong melanjutkan, negara-negara di kawasan perlu menerapkan konsep multipolaritas. Sebagai catatan, Samir Amin dalam buku Beyond US Hegemony?: Assessing the Prospects for a Multipolar World (2006) menulis, multipolaritas adalah kerangka berpikir untuk mengurangi kekuatan dalam sistem kapitalis yang mempertajam polarisasi kekuatan.
Australia ingin mengusung konsep multipolar di mana negara-negara tidak perlu memihak kepada pihak tertentu. Dengan demikian, AS dan China tetap berkontribusi di kawasan Asia Pasifik bersama negara-negara lainnya.
Ada empat landasan yang menjadikan konsep multipolaritas itu penting. Beberapa di antaranya adalah tren pertumbuhan ekonomi AS-China yang meningkat pesat hingga hampir setara, dan kedua negara kemungkinan tidak akan mendominasi satu sama lain dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu, China merupakan mitra dagang utama banyak negara di kawasan Asia Pasifik dan memiliki posisi vital dalam tatanan internasional.
Wong juga mendorong keterlibatan langsung ASEAN di kawasan. ASEAN telah memiliki Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik yang menekankan sentralitas ASEAN. Australia menyambut baik pandangan tersebut. Namun, ASEAN perlu terlibat langsung dalam proses menyeimbangkan kawasan.
ASEAN dan Australia dapat bekerja sama untuk menentukan standar dalam norma, aturan, dan institusi baru agar mendukung stabilitas kawasan. Salah satu area kerja sama yang bisa dilakukan adalah mendorong perubahan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang tidak lagi mencerminkan realitas ekonomi dunia.
”Australia dan Indonesia dapat memanfaatkan pengalaman bersama untuk memastikan WTO tetap sesuai dengan tujuannya. Penciptaan standar baru, seperti isu e-dagang dan badan usaha milik negara, perlu mencerminkan nilai dan kepentingan kita,” ujar Wong.
Australia dan Indonesia dapat memanfaatkan pengalaman bersama untuk memastikan WTO tetap sesuai dengan tujuannya.
Sebelumnya, Dokumen Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik diadopsi para pemimpin negara ASEAN dalam KTT ASEAN di Bangkok, 23 Juni. Pandangan itu menempatkan ASEAN sebagai pusat kekuatan Indo-Pasifik. Konsep inisiatif dari Indonesia itu dianggap sebagai salah satu cara menyikapi dinamika geopolitik global yang dinamis, terutama di tengah persaingan AS-China.
Negara-negara mitra wicara ASEAN, termasuk Australia, menyambut positif adopsi pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik. Bahkan, beberapa negara mitra bersiap memadukan pandangan Indo-Pasifik mereka dengan pandangan ASEAN.
Dalam tujuh pertemuan antara menlu ASEAN dan para menlu mitra wicara—Australia, India, Jepang, Kanada, AS, Uni Eropa, dan Korea Selatan—di Bangkok, Thailand, Kamis (1/8/2019), Indo-Pasifik ASEAN menjadi salah satu isu dominan.
”Yang menjadi isu (dalam pertemuan menlu ini) adalah memperkenalkan pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik dan (pandangan) itu diterima dengan baik oleh para mitra wicara kita. Langkah berikutnya, memajukan kerja sama melalui mekanisme yang dipimpin ASEAN,” kata Menlu Retno LP Marsudi dalam pertemuan Menlu ASEAN di Bangkok, awal Agustus lalu.
------------
Catatan: Artikel ini telah diperbarui, dengan melengkapi detail dan uraian gagasan yang dibahas dalam diskusi, pada hari Rabu, 25 September 2019, pukul 11.45 WIB. -- Redaksi