Penegakan hukum dalam kebakaran hutan dan lahan tidak boleh sebelah mata. Sampai saat ini, dari 148 kasus kebakaran hutan, kasus itu didominasi oleh petani atau peladang berpindah yang membakar lahannya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Penegakan hukum dalam kebakaran hutan dan lahan tidak boleh sebelah mata. Sampai saat ini, dari 148 kasus kebakaran hutan, kaus didominasi oleh petani atau peladang berpindah yang membakar lahannya.
Anggota DPRD Kalimantan Tengah, Freddy Ering, di sela-sela unjuk rasa mahasiswa, mengungkapkan, penegakan hukum harus adil. Menurut dia, sampai saat ini, penegakan hukum masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
”Penegakan hukum harus tajam ke semua. Sampai sekarang yang korporasi, kan, masih ada di penyelidikan. Tetapi harus dibuka dan dipublikasikan semua, baik korporasi maupun pemiliknya,” ujar Freddy, Selasa (24/9/2019).
Freddy mengatakan, terkait perizinan, pemerintah juga harus lebih cermat. Apabila korporasi bersalah, mereka harus ditindak tegas.
Sampai saat ini, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan di Kalteng mencapai 44.769 hektar. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK sampai saat ini sudah menyegel 52 konsesi pemegang izin yang lahannya terbakar di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalteng, dan Kalimantan Timur.
Di Kalteng terdapat, Polda Kalteng sedang menyelidiki 18 perusahaan perkebunan yang lahannya terbakar, satu orang dari perusahaan sudah menjadi tersangka, sedangkan sisanya masih dalam penyelidikan. Gakkum KLHK pun menyegel sembilan perusahaan, dua di antaranya sudah ada tersangka.
Meskipun demikian, kebakaran hutan dan lahan sudah telanjur meluas. Banyak perusahaan perkebunan pemegang izin yang wilayahnya terbakar.
Koordinator Sekber Anti Asap Kartika Sari menilai, penegakan hukum masih timpang. Sebagian besar kasus didominasi oleh petani dan atau peladang berpindah yang membakar lahan untuk menanam padi.
”Mereka melakukan itu karena terbentur situasi ekonomi. Mereka sedang cari makan, harusnya didampingi, bukan ditangkapi,” ucap Kartika.
Persoalan kebakaran hutan dan lahan, akar masalahnya adalah pada tata kelola lahan. Petani membakar lahan itu kearifan lokal. Jadi, bukan mereka penyebabnya.
Kartika menilai, kebakaran yang melanda 44.769 hektar lahan bukan karena petani. Maksimal satu petani hanya memiliki 2 hektar lahan, itu pun tidak akan dibakar semua.
”Persoalan kebakaran hutan dan lahan, akar masalahnya adalah pada tata kelola lahan. Petani membakar lahan itu kearifan lokal. Jadi, bukan mereka penyebabnya,” kata Kartika.
Sampai saat ini, asap masih menyelimuti Kota Palangkaraya dan kota-kota lain di Kalteng. Korban penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sudah mencapai 22.000 orang.
”Asap itu masuk sampai ke kamar-kamar, saya terpaksa harus tutup ventilasi dengan kain, lalu harus beli kipas angin,” ujar Rami Ruda (34), warga Rajawali, Kota Palangkaraya.