Pembangunan Unit 9 dan 10 PLTU Suralaya merupakan bagian dari pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW yang ditetapkan pemerintah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
CILEGON, KOMPAS – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Suralaya Unit 9 dan 10 di Cilegon, Banten, direncanakan dimulai pada Januari 2020. Masing-masing unit dirancang dapat mereduksi emisi sulfur dioksida yang mencemari udara dan dapat berimbas pada kesehatan manusia.
Direktur Operasi PT Indo Raya Tenaga Yudianto Permono mengatakan, sulfur dioksida merupakan salah satu emisi hasil pembakaran batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Teknologi flue gas desulfurization (FGD) yang ditanamkan ke Unit 9 dan 10 ia sebut bisa mengurangi emisi sulfur dioksida hingga 90 persen.
“Fungsi FGD adalah menangkap sulfur dioksida yang dikeluarkan dari hasil pembakaran batubara. Sementara itu, Unit 1-8 PLTU Suralaya menggunakan teknologi electrostatic precipitators (ESP), yang bertugas menangkap emisi berupa abu terbang (fly ash),” kata Yudianto di PLTU Suralaya, Cilegon, Banten, Selasa (24/9/2019).
Sulfur dioksida (SO2) merupakan satu dari lima indikator pengukuran kualitas udara. Indikator lainnya adalah nitrogen dioksida (NOx), ozon, partikel halus (PM 10 dan PM 2,5), dan karbon monoksida (CO)/karbon dioksida (CO2). Sulfur dioksida juga merupakan salah satu penyebab turunnya hujan asam.
Melansir dari penelitian oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 2011, sulfur dioksida berupa gas tak berwarna yang menimbulkan rasa jika konsentrasinya 0,3 ppm (part per milliion). Semakin tinggi konsentrasinya, semakin tajam pula bau yang dihasilkan. Paparan sulfur dioksida dalam jangka panjang bisa mengganggu fungsi paru-paru dan menimbulkan masalah pernapasan.
Yudianto mengatakan, lahan untuk Unit 9 dan 10 PLTU Suralaya telah tersedia dan siap dibangun. Kedua unit akan dibangun secara bertahap di kawasan PLTU Suralaya, tepatnya di atas lahan seluas sekitar 150 ha.
“Konstruksi akan dilakukan bertahap. Unit 9 akan dibangun selama empat tahun dan Unit 10 selama 4,5 tahun. Kami harap keduanya bisa beroperasi masing-masing pada 2023 dan 2024,” kata Yudianto.
Ia mengatakan, pendanaan pembangunan Unit 9 dan 10 berasal dari luar negeri. Hampir 50 persen pendanaan berasal dari Korea Selatan dan sisanya dari sejumlah negara Asia lainnya. Menurut Yudianto, seluruh hal yang terkait pendanaan diperkirakan rampung pada akhir tahun 2019 sehingga konstruksi bisa dimulai Januari 2020.
PLTU Suralaya yang beroperasi sejak 1985 ini memiliki delapan unit pembangkit dengan kapasitas total 4.000 MW. PLTU ini merupakan yang terbesar di Indonesia dan memasok 17 persen kebutuhan listrik di Jawa, Madura, dan Bali.
Pembangunan Unit 9 dan 10 PLTU Suralaya merupakan bagian dari pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW yang ditetapkan pemerintah. Kedua unit tersebut berkapasitas masing-masing 1.000 MW. Keduanya pun akan tersambung dengan sistem interkoneksi Jawa-Bali.
Vice President Public Relation PT PLN (Persero) Dwi Suryo Abdullah mengatakan, pembangunan ini bertujuan untuk mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan listrik pelanggan. Adapun PLTU Jawa 7 yang berkapasitas 1.000 MW dijadwalkan mulai beroperasi pada Oktober 2019.
“Bertambahnya kapasitas listrik di Banten melalui PLTU Jawa 7 dan Unit 9-10 PLTU Suralaya akan membuat sistem (kelistrikan) di bagian timur dan barat Jawa akan seimbang. Rasio elektrifikasi pada semster I-2019 ialah 98,91 persen. Kami harap rasionya bisa meningkat menjadi 99,5 persen di tahun 2019,” kata Dwi.
Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) oleh PT PLN pada 2017-2026, peningkatan kebutuhan listrik per tahun adalah 8,6 persen. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ketersediaan listrik dari 2000-2018 ialah 7,9 persen per tahun.