Pertumbuhan industri teknologi finansial (tekfin) pinjaman melesat dalam dua tahun terakhir. Meski tumbuh cepat, penyaluran pinjaman masih belum mampu menutup permintaan dana masyarakat
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pertumbuhan industri teknologi finansial (tekfin) pinjaman melesat dalam dua tahun terakhir. Meski tumbuh cepat, penyaluran pinjaman masih belum mampu menutup permintaan dana masyarakat. Ruang penyaluran pinjaman kepada masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan masih sangat lebar.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, akumulasi penyaluran pinjaman tekfin pada Juli 2019 mencapai Rp 49,7 triliun. Penyaluran itu naik 119 persen dibandingkan pada Desember 2018.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, pertumbuhan signifikan itu sangat normal karena kebutuhan masyarakat memang sangat besar. Saat ini ditaksir ada 100 juta penduduk dengan kebutuhan dana sekitar 70 miliar dollar AS atau Rp 987 triliun yang belum terlayani perbankan.
“Banyak masyarakat yang tidak terlayani perbankan. Jumlahnya sangat banyak mulai dari petani, peternak, nelayan,” sebut Hendrikus dalam Fintech Summit Expo 2019, pada Selasa (24/9/2019), di Jakarta.
Oleh karena itu, OJK melihat masih ada ruang yang sangat lebar bagi tekfin dalam penyaluran pinjaman. Saat ini 127 tekfin baru bisa melayani sekitar 15 juta penduduk.
OJK berkomitmen untuk tidak membatasi tekfin pinjaman dengan regulasi baru. Regulasi yang sudah berlaku saat ini, Peraturan OJK (POJK) No.77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi, dinilai sudah cukup.
“Kami hanya mengatur yang prinsip saja, mitigasi risiko. Detailnya tidak kami sentuh. Asosiasi yang lebih mengerti keinginan industri. Karena fintech ini bisnis modelnya heterogen, tidak seperti perbankan. Jadi tidak bisa one fit to all. Kalau ada perubahan berarti itu permintaan industri,” pungkas Hendrikus.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyatakan, tekfin telah terbukti memberikan pengaruh positif pada perekonomian nasional. Hal itu berdasarkan riset yang dilakukan dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Riset tersebut memperlihatkan kontribusi tekfin peminjaman terhadap produk domestik bruto sebesar Rp 60 triliun. Kehadiran industri itu membuka sekitar 332.000 lapangan pekerjaan, khususnya UMKM.
“Terlihat impact-nya real bagi perekonomian Indonesia. Riset ini kami lakukan berdasarkan kinerja industri sampai Juni 2019,” kata Adrian.
CEO Dompet Kilat Sunu Widyatmoko menjelaskan, tidak mudah untuk mengejar gap antara pinjaman dan kebutuhan dana. Sebab, industri saat ini masih mempelajari variasi dari peminjam yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Tekfin telah terbukti memberikan pengaruh positif pada perekonomian nasional
“Kalau kita belajar dari perbankan. Misal, di satu daerah kalau dapat uang di musim tertentu ternyata digunakan untuk kawin. Kalau di daerah ini untuk foya-foya. Ini harus kita pelajari. Mau tidak mau agar bisa adaptif menjawab kebutuhan itu,” sebut Sunu.
Di sisi lain, menurut Sunu, tekfin pinjaman juga membutuhkan dorongan inovasi dari infrastruktur lain seperti skor kredit dan pengenalan nasabah secara elektronik (electronic know your customer/e-KYC), serta bisnis agregator.
“Credit scoring kita butuh yang alternatif, seperti bisa menilai dari informasi pemakaian pulsa dan kegiatan di sosial media. Agregator juga dibutuhkan. Misal agregator di bidang pertanian, untuk memastikan petani yang ingin meminjam uang benar-benar untuk bertani,” pungkasnya.