Produksi ikan di Kota Tegal, Jawa Tengah, menurun lima tahun belakangan. Salah satu penyebabnya ialah penurunan jumlah kapal ikan yang melaut.
Oleh
Kristi Dwi Utami/Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Produksi ikan di Kota Tegal, Jawa Tengah, menurun lima tahun belakangan. Salah satu penyebabnya ialah penurunan jumlah kapal ikan yang melaut.
Data Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Kota Tegal menyebutkan, hasil produksi perikanan di TPI Pelabuhan Kota Tegal fluktuatif. Namun, sejak 2015, penurunan produksi terus terjadi.
Tahun 2015, produksi ikan sekitar 20.600 ton. Turun menjadi 19.200 ton pada 2016, lalu 14.800 ton pada 2017, dan 13.900 ton pada 2018. Tahun ini hingga Agustus, produksinya 6.500 ton.
”Tahun ini jumlah produksi ikan diperkirakan turun dibandingkan produksi tahun lalu,” kata Kepala TPI Pelabuhan Kota Tegal Herry Pramardikdo, Senin (23/9/2019).
Menurut Herry, jumlah kapal yang berlayar menurun. Hal itu dapat dilihat dari turunnya jumlah kapal yang melelang ikan di TPI Pelabuhan Kota Tegal. Pada 2017, jumlah kapal yang melelang ikan di TPI Pelabuhan Kota Tegal 448 kapal. Tahun 2018 turun menjadi 364 kapal. Januari-Agustus 2019, yang melelang ikan tinggal 226 kapal.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Riswanto membenarkan, jumlah kapal yang berlayar menurun setiap tahun. Hal itu disebabkan masih sulitnya mengurus perizinan dan kelengkapan melaut, seperti surat izin penangkapan ikan (SIPI). Keluhan nelayan kepada HNSI Kota Tegal, pengurusan SIPI perlu waktu enam bulan hingga satu tahun.
”Dari 106 kapal jenis purse seine, misalnya, puluhan kapal mangkrak karena terkendala mengurus SIPI. Tanpa SIPI, nelayan tidak bisa melaut,” kata Riswanto.
Nelayan Kota Tegal, Kasmo (50), mengatakan, sudah setahun kapalnya tidak berlayar. Permohonan SIPI yang ia ajukan sejak akhir 2018 tak kunjung diterbitkan. ”Saya tidak tahu penyebabnya. Padahal, persyaratan administrasi sudah saya lengkapi,” kata Kasmo.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jateng Iman Kadarusman mengatakan, nelayan mengeluhkan kendala mengurus SIPI. Padahal, jika persyaratan administrasi lengkap, pengurusan SIPI paling lama dua bulan.
”Jika persyaratan administrasi lengkap, kami jamin tidak butuh waktu lama. Kalau syarat tidak lengkap, berkas kami kembalikan untuk dilengkapi,” ucap Iman.
Untuk mempersingkat proses penerbitan rekomendasi SIPI, Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng sedang uji coba percepatan proses verifikasi pengurusan SIPI dari satu bulan menjadi dua minggu.
Diuji di Jakarta
Peneliti sejumlah lembaga di Ambon belum menemukan penyebab matinya ikan secara massal di pesisir Pulau Ambon dan sekitarnya, dua pekan lalu. Temuan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Ambon yang menyatakan perubahan arus sebagai penyebab juga dikoreksi.
Selanjutnya, penelitian dan pengujian akan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nugroho Dwi Hananto di Ambon, Senin (23/9/2019), mengatakan, tidak ditemukan fitoplankton beracun pada air, insang, dan lambung ikan.
Sehari sebelum ikan terdampar pada 13 September tidak ada gempa di perairan. Karena itu, dugaan bahwa kematian ikan akibat getaran bawah laut terbantahkan. Hasil kajian, ikan yang mati secara massal ialah ikan karang (demersal) sebanyak 23 jenis. Kematian massal ikan juga ditemukan di Pulau Pombo dan Haruku.