Liverpool mengatasi tekanan dengan menumbangkan Chelsea, 2-1, di Liga Inggris, Minggu malam. Mereka mengubah kelemahan menjadi ”senjata rahasia” yang mematikan, yaitu bola-bola mati.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
LONDON, SENIN — Hingga dua musim lalu, Liverpool kerap membuat barisan legendanya, seperti Jamie Carragher, geleng kepala akibat mudahnya gawang mereka kebobolan dari situasi bola mati. Saat itu, mereka meraih predikat tim terburuk dari jajaran Big Six—langganan enam besar Liga Inggris—menghadapi sepak pojok dan tendangan bebas.
Dalam dua tahun pertama bersama Manajer Juergen Klopp, Liverpool kebobolan 27 gol lewat situasi bola mati. Tiada tim Big Six lain yang pertahanannya lebih buruk dari itu. ”Dari cara mengantisipasinya, mereka akan selalu kebobolan. Tidak peduli berapa banyak uang dikeluarkan untuk membeli bek,” ujar Carragher kepada Sky Sports, Agustus 2017.
Seiring waktu berjalan, Liverpool mengakrabi kelemahan mereka itu. Mereka tidak hanya menaklukkannya, tetapi menjadikan titik lemah itu sebagai ”senjata” terbaru. Hal itu mereka tunjukkan saat membekap tuan rumah Chelsea 2-1 dalam laga lanjutan Liga Inggris yang berakhir pada Senin (23/9/2019) dini hari WIB di London. Semua gol ”The Reds” dicetak dari bola-bola mati, yaitu tendangan bebas.
Permainan energik dan menekan yang dipraktikkan tuan rumah membuat Liverpool kesulitan mengembangkan permainan yang menjadi ciri khas mereka, yaitu serangan cepat dan operan kombinasi di kotak penalti lawan. Tidak hanya itu, faktor kelelahan seusai meladeni Napoli di penyisihan grup Liga Champions Eropa, Rabu lalu, membuat serangan The Reds kurang bertenaga.
Hal itu terlihat jelas dari statistik laga tersebut. Penguasaan bola Liverpool hanya 45 persen, sedangkan total tembakan ke gawang lawan hanya tiga sepanjang laga di Stamford Bridge itu. Itu rekor terendah Liverpool sepanjang musim ini. Namun, berkat pengalaman di masa lalu, Liverpool tidak lantas buntu dalam mencari gol. Mereka mencari cara lain, yaitu bola-bola mati, untuk mengejar kemenangan.
Liverpool kini ibarat kupu-kupu. Tim yang sempat disebut Carragher sebagai yang terburuk dalam menghadapi situasi bola-bola mati itu kini bertransformasi sebagai tim yang paling mematikan dalam sepak pojok dan tendangan bebas. Menurut Opta, sejak musim lalu, Liverpool telah mencetak total 34 gol dari situasi bola-bola mati. Angka itu menjadikan The Reds sebagai ”raja” baru bola-bola mati di Liga Inggris, melampaui tim papan atas lainnya, seperti Manchester City dan Tottenham Hotspur.
Namun, transformasi itu bukanlah pekerjaan yang selesai dalam satu malam. Klopp bercerita, senjata rahasia itu telah mereka asah sejak awal musim 2018-2019. Ia terinspirasi oleh Piala Dunia Rusia 2018 yang didominasi gol-gol dari bola-bola mati. Hal itu antara lain diperlihatkan Inggris yang menembus semifinal turnamen akbar itu. Sembilan dari total 12 gol mereka tercipta dari bola-bola mati.
Sejak musim panas 2018, Klopp menggelar latihan ekstra untuk mengasah antisipasi ataupun memanfaatkan bola-bola mati di timnya. ”Kami telah menghabiskan waktu banyak untuk itu. Kini, kami punya berbagai rutinitas dan variasi latihan (tendangan bebas dan sepak pojok). Saya ingin memfokuskan itu semata-mata karena itu (situasi bola mati) bukan bagian dari kekuatan kami,” tutur Klopp dikutip Football 365, Oktober 2018.
Berdiskusi sejenak
Gol pertama Liverpool, yang dicetak bek sayap Trent Alexander-Arnold menegaskan efektivitas hasil latihan itu. Seperti dalam latihan, Arnold dan dua rekannya sesama eksekutor bola mati, yaitu Mohamed Salah dan Jordan Henderson, sempat berdiskusi sesaat jelang tendangan bebas di dekat garis kotak penalti Chelsea. Diskusi itu melahirkan eksekusi unik. Salah, eksekutor pertama, mengoper pelan bola ke belakang yang lantas disambut tendangan berbelok Arnold.
Pada menit ke-30, giliran striker Roberto Firmino yang menaklukkan kiper termahal dunia milik Chelsea, Kepa Arrizabalaga, lewat tendangan bebas. ”Mencetak gol adalah suatu hal yang ingin saya kembangkan,” ujar Arnold, bek sayap Liverpool yang mengakhiri dahaga golnya di Liga Inggris sejak November 2018.
Berkat kemenangan itu, The Reds kokoh di puncak klasemen Liga Inggris dengan keunggulan lima poin dari Manchester City. Mereka menorehkan rekor baru, yaitu sebagai tim pertama yang mampu tampil sempurna di enam laga pembuka di Liga Inggris untuk dua musim beruntun. Mereka pun memperpanjang rekor kemenangan beruntun menjadi 15 kali, sejak Maret 2019.
Sebaliknya, bagi Chelsea, kekalahan itu memperpanjang penantian manajer barunya, Frank Lampard, atas kemenangan perdana di Stamford Bridge. ”The Blues” kini terbenam ke papan tengah, peringkat ke-11 di klasemen Liga Inggris. Namun, Lampard tetap bangga dengan kinerja timnya yang berkali-kali menekan dan mengancam gawang The Reds. ”Cepat atau lambat kemenangan (kandang) itu akan datang,” ucapnya.
Pada laga lainnya, Arsenal menang dramatis atas Aston Villa, di Stadion Emirates. Pada laga itu, penyerang baru Arsenal, Nicolas Pepe, mencetak gol pertamanya di Liga Inggris. Berkat kemenangan itu, Arsenal naik ke peringkat keempat, menyalip West Ham United yang sebelumnya membekap Manchester United. (REUTERS)