Sebanyak 20 tim akan mengikuti lomba balap sepeda Tour de Banyuwangi Ijen 2019, 25-28 September 2019.
Oleh
AB ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Hanya beberapa hari setelah lomba balap sepeda Tour de Siak di Riau yang diganggu asap kebakaran hutan, lomba balap sepeda jalan raya internasional kembali berlangsung di tanah Air. Sebanyak 20 tim akan beradu cepat pada Internasional Tour de Banyuwangi Ijen 2019 yang digelar pada 25-28 September 2019.
Lomba yang memasuki tahun kedelapan ini akan menempuh jarak total 520,6 kilometer yang terbagi dalam empat etape. Penyelenggara menjanjikan jalur balap bebas dari asap kebakaran hutan. Ajang balap sepeda ini telah tercatat pada agenda Persatuan Balap Sepeda Internasional (UCI) dengan kategori 2.2.
Lomba diikuti 14 tim kontinental, 2 tim nasional, dan 4 klub balap sepeda. Dari 14 tim kontinental, terdapat 2 tim asal Indonesia, yaitu PGN Road Cycling dan KFC Cycling.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Banyuwangi Wawan Yadmadi, Selasa (24/9/2019), di Banyuwangi, menuturkan, sejumlah tim yang sudah pasti akan ikut bertanding adalah Team UKYO (Jepang), KINAN Cycling Team (Jepang), Taiyuan Miogee Cycling Team (China), St George Continental Cycling Team (Australia), dan Team Sapura Cycling (Malaysia).
Pada etape pertama, para pebalap akan menempuh lintasan sejauh 133,2 km dari RTH Maron, Kecamatan Genteng, menuju finis di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Etape kedua menyusuri rute sepanjang 148,2 km dari Pantai Pancur di kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Kecamatan Tegaldlimo, menuju finis di depan Kantor Pemkab Banyuwangi.
Pada etape ketiga, para pebalap akan menjalani circuit race sejauh 109,3 km dengan bersepeda memutari kota Banyuwangi 12 putaran. Juara ajang ini akan ditentukan pada tahapan terakhir, yakni jalur mendaki sepanjang 129,9 km dari Pasar Purwoharjo dan berakhir di kawasan Gunung Ijen.
”Etape keempat yang finis di Paltuding, Ijen, selalu menjadi rute yang paling dinanti karena para pebalap disuguhi trek menanjak yang curam dan panjang,” kata Wawan.
Chairman ITdBI Guntur Priambodo menilai, ajang balap sepeda ini merupakan salah satu lomba yang menarik bagi pebalap. Hasil akhir balapan selalu sulit diprediksi. Menang di tiga etape bukan jaminan untuk menjadi pebalap tercepat.
”Meskipun ada pebalap yang menang di etape pertama hingga ketiga, belum tentu menjadi juara. Tantangan sebenarnya akan ada di etape terakhir. Para raja tanjakan biasanya lebih dominan,” ujar Guntur.
Sejak lomba digelar pada 2012, hanya pebalap senior Perancis, Peter Pouly, yang berhasil merebut lebih dari satu gelar juara, yakni tahun 2014, 2015, dan 2016. Namun, gelar juaranya tahun 2016 dicabut karena ia terbukti melanggar regulasi tentang bobot minimal sepeda.
Tahun lalu, pebalap Australia, Benjamin Dyball, yang tergabung dalam St George Continental Cycling Team berhasil keluar sebagai yang tercepat. Rute pendakian yang sama menuju Paltuding-Ijen kemudian digunakan pada Tour d\'Indonesia 2019. Namun, Dyball yang saat itu telah bergabung bersama Team Sapura Cycling Malaysia gagal menjadi yang tercepat. Dia hanya finis di urutan kelima. Dyball kini kembali ke Ijen bersama Team Sapura Cycling dan ingin mengulang keberhasilannya pada tahun lalu.
”Persaingan tahun ini amat menarik. Ada pebalap yang sudah berpengalaman di Ijen, seperti Dyball atau Lebas. Ada muka baru seperti Ganjkhanlou dari Iran. Seperti yang umum di masyarakat, pebalap Iran sangat tangguh di tanjakan. Jadi, balapan tahun ini benar-benar sulit diprediksi,” tutur Guntur.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar menambahkan, ITdBI merupakan ajang balap sepeda yang memanjakan para pebalap. Sebab, pada ajang ini para pebalap tidak direpotkan dengan gangguan asap akibat kebakaran hutan.
”Kami mendengar beberapa keluhan pebalap yang sempat berlomba dalam keadaan udara yang buruk karena asap. Kami jamin, di Banyuwangi bebas dari asap kebakaran hutan. Para pebalap justru akan disuguhi rute di Taman Nasional Alas Purwo yang menjadi salah satu paru-paru dunia,” ujarnya.