Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dari tahun 2016 hingga kini tak juga disahkan oleh DPR. Sejumlah kelompok masyarakat di Bandung menuntut RUU ini segera disahkan,
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual sudah tiga tahun ini belum juga disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Sejumlah kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Umat Lintas Iman Se-Jawa Barat atau Geulis menuntut RUU ini segera disahkan.
Massa dari Geulis sedikitnya 200 orang ini menyampaikan tuntutan mereka dalam aksi unjuk rasa di depan gerbang Gedung Sate, dan gedung DPRD Jabar, Rabu (25/9/2019). Mereka menilai tak ada keseriusan dari Komisi VII DPR yang membidangi hal ini untuk menuntaskan pembahasan RUU ini.
Selain berorasi, mereka juga menampilkan sejumlah atraksi, salah satunya Tari Topeng Kelana, tari tradisional dari Cirebon. Tarian ini yang biasanya dipentaskan oleh laki-laki, kali ini ditampilkan oleh seorang perempuan, anggota Jaringan Cirebon Untuk Kemanusiaan, Dwi Apriliani (20).
DPR hanya berputar-putar pada judul, bukan pasal demi pasal. Sebelum DPR periode ini berakhir, RUU ini kami minta sudah disahkan, kata Ira.
Tarian ini sebagai simbol peran dan keberanian perempuan dalam memperjuangkan keadilan gender, terutama bagi korban kekerasan seksual terhadap perempuan, maupun anak-anak.
RUU PKS kata narahubung Gerakan Umat Lintas Iman Se-Jawa Barat (Geulis), Ira Imelda di sela unjuk rasa di Gedung Sate, sangat dibutuhkan masyarakat, terutama bagi korban kekerasan seksual. Namun sangat mengecewakan, dari 2016 sampai 2019, RUU yang merupakan inisiatif dari DPR sampai saat ini tak ada kemajuan dalam pembahasannya.
"DPR hanya berputar-putar pada judul, bukan pasal demi pasal. Sebelum DPR periode ini berakhir, RUU ini kami minta sudah disahkan,” kata Ira.
Ira mempertanyakan komitmen dan keseriusan DPR. Padahal draf RUU ini masuk dalam daftar prioritas program legislasi nasional (prolegnas) DPR. Walakin DPR justru merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dan hasilnya sudah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU.
Ira menegaskan, pentingnya pengesahan RUU PKS ini mengingat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menyatakan,, bahwa tahun 2019 ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Berdasarkan data statistik kriminal dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, data kriminalitas periode 2014-2017, kasus kekerasan seksual mencapai 21.310 kasus, dengan rata-rata per tahun 5.327 kasus.
“Selama penundaan ini telah terjadi 16.943 kasus kekerasan seksual. Di Jawa Barat, pada 2018 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan kepada enam lembaga layanan mencapai 443 kasus. Ini yang tercatat saja, bisa jadi jumlahnya lebih dari itu karena ada yang tidak dilaporkan,” ujar nya.
Sulit mengakses keadilan
Menurut Ira, pentingnya RUU PKS karena para korban umumnya sangat sulit mengakses keadilan. Dari undang-undang yang berlaku sekarang hanya memuat dua jenis kekerasan seksual, yakni perkosaan dan percabulan, dan memberatkan korban karena mereka yang harus mencari bukti. Padahal kasus kekerasan seksual sangat sulit dalam bukti dan saksi.
Dari sejumlah kasus yang terjadi, jenis kekerasan seksual antara lain perkosaan, pelecehan seksual baik fisik dan non fisik, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, eksploitasi seksual, aborsi paksa, serta perkawinan paksa.
“Pada kasus kekerasan seksual pada anak-anak, meski terjadi bertahun-tahun, biasanya pelaku terkena pasal pencabulan. Padahal ini sebenarnya termasuk kategori perbudakan seksual. Dalam draf RUU PKS diatur hal ini,” ucap Ira.
Koordinator Lensa Sukabumi, Deri Irawan menuturkan, rata-rata terjadi 150 kasus kekerasan seksual di Kabupaten Sukabumi.
“Ini cukup signifikan, kalau dilihat dari sisi korban bisa jadi jumlahnya lebih besar karena dari satu pelaku kekerasan seksual, korbannya bisa banyak lebih dari satu orang. Kasus yang menonjol di Sukabumi seperti sodomi, korbannya sejumlah anak laki-laki,” kata Deri. Lensa Sukabumi merupakan lembaga kajian terkait isu sosial dan agama.
Deri juga meminta DPRD Jabar juga mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS.
“Bahkan diharapkan semua DPRD di provinsi lainnya mempunyai sikap yang sama, sehingga ada dorongan yang kuat supaya DPR segera mengesahkan RUU PKS ini,” kata Deri.