DPR: Kericuhan di Luar Kompleks Parlemen Bukan Ulah Mahasiswa
DPR menilai, kericuhan yang terjadi di luar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019) malam, bukan ulah mahasiswa yang berunjuk rasa pada Selasa siang. DPR meminta polisi mengusut oknum kerusuhan itu.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG/PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat menilai, kericuhan yang terjadi di luar Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019) malam, bukan ulah mahasiswa yang berunjuk rasa pada Selasa siang. Untuk itu, DPR meminta agar aparat penegak hukum bisa mengusut siapa oknum yang terlibat dalam kericuhan itu.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan, pada Selasa itu mahasiswa telah menarik diri berlindung di kampusnya masing-masing. Mereka tidak terlibat dalam kericuhan yang menyebabkan sejumlah fasilitas umum di sekitar Kompleks Parlemen rusak.
Bambang juga mengapresiasi para mahasiswa yang tidak terlibat dalam aksi kericuhan Selasa malam.
”Saya yakin, kericuhan semalam (Selasa malam) bukanlah murni perbuatan mahasiswa. Saya meminta agar Polri segera mengusut siapa yang bermain dalam kerusuhan yang menyebabkan sejumlah pos polisi, gerbang tol, dan fasilitas umum lainnya dibakar massa,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Rabu (25/09/2019).
Bambang mengaku mendapat laporan dari beberapa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan organisasi kampus bahwa mahasiswa telah menarik diri agar tidak terlibat dalam kericuhan pada Selasa malam. Mereka telah menyampaikan aspirasi pada Selasa siang.
”Hari ini saya ingin berdialog dengan perwakilan mahasiswa dari sejumlah BEM. Namun, tampaknya para mahasiswa mau berkonsolidasi internal terlebih dahulu,” kata Bambang.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua BEM Universitas Indonesia Muhammad Rifadli mengemukakan, saat ini sejumlah perguruan tinggi di Jabodetabek dan Pulau Jawa masih berkonsolidasi internal. Tujuannya adalah menyusun beberapa tuntutan yang akan disampaikan kembali saat audiensi dengan pimpinan DPR nanti.
Sejumlah perguruan tinggi di Jabodetabek dan Pulau Jawa masih berkonsolidasi internal. Tujuannya adalah menyusun beberapa tuntutan yang akan disampaikan kembali saat audiensi dengan pimpinan DPR nanti.
”Selain itu, kami pun masih belum tahu tanggal berapa kemungkinan akan berunjuk rasa lagi. Apalagi, kemarin sempat terjadi kericuhan seusai aksi mahasiswa,” ujarnya.
Sementara itu, Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, hingga saat ini DPR belum mendata berapa kerugian akibat kerusakan fasilitas yang ada di Kompleks Parlemen. Saat ini, DPR masih fokus untuk memperbaiki sejumlah fasilitas yang dirusak massa.
”Paling parah kerusakan terjadi di pintu belakang Kompleks Parlemen karena banyak pagar yang dijebol, kemudian ada pembakaran pos keamanan,” ucapnya.
Penundaan RUU
Bambang mengatakan, masih ada dua kali Rapat Paripurna DPR pada Kamis (26/9/2019) dan Senin (30/9/2019). Melihat waktu yang sangat mepet, tidak mungkin sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah bisa selesai dibahas dan disahkan dalam rapat paripurna tersebut.
”Kemarin, kami sepakat dengan Menteri Hukum dan HAM akan menunda pengesahan RUU yang dianggap bermasalah. Kami akan mendalami kembali sejumlah pasal kontroversial dalam batas waktu yang tidak ditentukan ini,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (24/9/2019), DPR dan pemerintah sepakat menunda pengesahan revisi UU Pemasyarakatan dan Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Bambang mengatakan, pada agenda rapat paripurna Kamis (26/09), DPR kemungkinan akan mengesahkan RUU Koperasi yang telah disepakati dalam pembahasan tingkat pertama. Selain itu, Bambang juga belum tahu agenda apa lagi yang akan dibahas dalam rapat paripurna tersebut.