Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sepakat membangun kereta semicepat yang menghubungkan Jakarta-Surabaya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang sepakat membangun kereta semicepat yang menghubungkan Jakarta-Surabaya. Pemerintah Indonesia meminta agar kandungan lokal, keterlibatan kontraktor lokal, dan teknologi ditingkatkan.
Disepakati juga mengenai sejumlah hal teknis yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Hal teknis itu antara lain pembuatan jalur kereta yang sudah ada, pembagian komponen lokal, kebijakan terkait penutupan perlintasan sebidang, dan skema pembiayaan.
Hal itu tertuang di Summary Record on the Java North Line Upgrading Project yang ditandatangani di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Acara dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii.
Survei persiapan yang berjalan sejak Juni 2019 dan dijadwalkan selesai pada Oktober 2020. Proses kajian proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya dilakukan sejak 2017 oleh Pemerintah Indonesia dan tim konsultan dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).
”Proyek ini direncanakan beroperasi pada 2024. Kita harap waktu tempuh Jakarta-Surabaya menjadi 5,5 jam atau berkurang 3,5 jam dari waktu tempuh saat ini. Diharapkan, pada 2024 segmen Jakarta-Cirebon bisa selesai. Namun, kami menawar agar kalau bisa lebih cepat,” kata Budi Karya.
Kereta dengan kecepatan 160 kilometer per jam ini diharapkan menjadi pilihan moda transportasi masyarakat.
Kemenhub memperkirakan, investasinya sekitar Rp 60 triliun. Namun, nilai yang tepat baru bisa diketahui setelah studi kelayakan selesai pada Oktober 2020. Anggaran pembangunan berasal dari JICA, sedangkan biaya pembebasan lahan ditanggung Pemerintah Indonesia.
Budi Karya berharap, pada Mei 2020, tim konsultan JICA dapat menyampaikan laporan pendahuluan mengenai lokasi lahan yang perlu dibebaskan. Dengan demikian, pembebasan lahan dapat segera dilakukan sehingga proyek konstruksi dapat dimulai selambat-lambatnya pada 2022.
Budi berharap kandungan lokal di proyek itu dapat ditingkatkan dengan melibatkan kontraktor lokal. Selain itu, alih teknologi juga mesti dilakukan.
”Kami berharap swasta diberi kesempatan luas untuk berinvestasi sehingga pembiayaan bisa didapatkan baik dari swasta Jepang atau Indonesia,” ujar Budi.
Dari kajian awal, dengan investasi sekitar Rp 60 triliun, harga tiket Rp 400.000-Rp 450.000 per orang sekali jalan. Dalam sehari akan ada 54 kali perjalanan dengan 500 penumpang yang dapat diangkut dalam satu rangkaian.
Agar kereta dapat mencapai kecepatan 160 km per jam, lanjut Budi, perlintasan sebidang di sepanjang jalur kereta mesti dihilangkan. Saat ini, di Jakarta-Surabaya ada 1.992 perlintasan sebidang. Jalur baru untuk kereta semicepat ini akan dibangun melayang (elevated), terutama di jalur yang melintasi perkotaan padat penduduk.
Basuki menambahkan, untuk menghilangkan perlintasan sebidang, pihaknya akan membangun konstruksi perlintasan sebidang, baik lewat atas (overpass), lewat bawah (underpass), dan membangun jembatan penyeberangan orang. Jumlah perlintasan yang akan dibangun mencapai 500 buah.
”Kalau di perkotaan mungkin bisa overpass. Kalau di daerah perdesaan akan lebih baik underpass. Kita akan manfaatkan produk dalam negeri,” kata Basuki.
Ishii menyampaikan, Pemerintah Jepang berkomitmen mewujudkan proyek kereta semicepat karena pertambahan jumlah penduduk dengan aktivitas ekonomi yang semakin tinggi memerlukan moda transportasi dengan waktu tempuh lebih singkat.
Pemerintah Jepang berkomitmen alih teknologi serta memaksimalkan penggunaan kandungan dalam negeri. ”Karena itu, komitmen tegas dari kedua negara sangat diperlukan untuk mewujudkan proyek ini. Kami berjanji berkolaborasi dengan baik untuk mewujudkannya,” kata Ishii. (NAD/ERK)