Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berunjuk rasa, Rabu (25/9/2019). Mereka mengusung keranda jenazah sebagai sindiran terhadap matinya demokrasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, berunjuk rasa, Rabu (25/9/2019). Mereka mengusung keranda jenazah sebagai sindiran terhadap matinya demokrasi, yang ditandai oleh sikap para elite politik yang tidak mau mendengarkan aspirasi rakyat.
Para elite yang berkuasa, baik legislatif maupun eksekutif, semena-semena merancang peraturan perundangan yang terkait erat dengan kepentingan masyarakat. RUU dimaksud antara lain KUHP, Pertanahan, Ketenagakerjaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Kami juga menolak RUU KPK yang memereteli sejumlah kewenangan lembaga tersebut,” ujar Ferdi Rahmad, mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Unjuk rasa diawali dengan proses pengumpulan massa yang berlangsung di parkir timur Gelora Delta Sidoarjo. Setelah massa yang datang dari berbagai penjuru kota berkumpul, mereka melanjutkan aksi dengan berjalan kaki ke Bundaran Taman Pinang dan menggelar orasi singkat.
Kami juga menolak RUU KPK yang memereteli sejumlah kewenangan lembaga tersebut.
Puncaknya, massa pengunjuk rasa mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Sidoarjo yang berlokasi di dekat alun-alun. Mahasiswa pun menggelar orasi untuk menyampaikan aspirasinya kepada para wakil rakyat di daerah.
Ketua DPRD Sidoarjo Usman di hadapan pengunjuk rasa mengatakan, pihaknya segera menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan mahasiswa kepada DPR. Menurut dia, aspirasi pengunjuk rasa patut didengar dan diperhatikan oleh pemangku kebijakan di tingkat pusat.
”Aspirasi mahasiswa ini akan ditampung dan diteruskan melalui mekanisme sesuai ketentuan perundangan,” kata Usman.
Unjuk rasa yang diikuti ratusan mahasiswa ini berlangsung tertib dan lancar. Aksi dimulai sekitar pukul 10.00 dan berakhir sekitar pukul 13.00. Di pengujung aksi, mahasiswa membakar keranda jenazah yang mereka bawa sebagai simbol matinya demokrasi di negeri tercinta ini.
Kepala Kepolisian Resor Kota Sidoarjo Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho mengatakan, untuk mengamankan unjuk rasa mahasiswa, pihaknya menurunkan sedikitnya 300 polisi. Mereka diperkuat oleh TNI dari Kodim 0816 Sidoarjo, Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo dan Kesbangpolinmas Sidoarjo.
”Untuk berjaga-jaga, disiapkan pula satu unit ambulans beserta petugas kesehatan. Ambulans ini tidak hanya diperuntukkan bagi anggota polisi, tetapi juga pengunjuk rasa,” ucap Zain.
Zain menambahkan, dalam mengamankan unjuk rasa, pihaknya mengedepankan pendekatan humanis, tetapi tetap tegas. Artinya, polisi akan mengawal pengunjuk rasa yang mematuhi aturan, tetapi tidak segan menindak massa yang mencoba melanggar aturan, apalagi memicu kericuhan. Alasannya, tujuan unjuk rasa adalah penyampaian aspirasi dan hal itu sebaiknya dilakukan dengan santun.