Pemerintah Pusat dan Pemprov NTT Berebut Kelola TN Komodo
Pemerintah pusat memutuskan tidak akan menyerahkan hak pengelolaan Taman Nasional Komodo kepada Pemprov Nusa Tenggara Timur.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Pemerintah pusat memutuskan tidak akan menyerahkan hak pengelolaan Taman Nasional Komodo kepada Pemprov Nusa Tenggara Timur. Sementara, Pemprov NTT mati-matian tetap akan menutup TNK mulai 1 Januari 2020 dan memulai kegiatan konservasi. Masing-masing pihak memiliki alasan dan argumentasi sendiri. Sementara masyarakat Manggarai Barat menginginkan pemerintah pusat mengelola TNK.
Kepala Biro Humas Setda Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Jelamu kepada beberapa wartawan di ruang Humas Setda NTT di Kupang, Selasa (24/9) mengatakan, telah mendapat surat keputusan resmi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bahwa Taman Nasional Komodo (TNK) tidak ditutup. Itu berarti rencana Pemprov mengelola TNK mulai 1 Januari 2020 batal dilakukan.
Pengumuman dari Jelamu ini dilanjutkan pernyataan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wayan Dharmawan soal alasan penutupan TNK oleh Pemprov. Pemprov berencana menutup TNK, karena menjaga keberlangsungan satwa komodo di NTT khususnya dan Indonesia umumnya.
Komodo sebagai salah satu pemenang nominasi tujuh keajaiban dunia perlu dilindungi dan dilestarikan. Binatang Komodo terancam punah karena pakan komodo sebagai mata rantai keberlangsungan komodo diburu oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Rencananya juga akan ada relokasi penduduk di Pulau Komodo ke Pulau Rinca untuk memastikan hak masyarakat atas tanah di Pulau Komodo. Relokasi itu pun dilakukan secara bertahap, terutama mereka yang berdiam berdekatan dengan titik-titik keberadaan komodo.
“Paling penting dari rencana itu, yakni kesejahteraan masyarakat di Manggarai Barat ditingkatkan melalui kegiatan pariwisata di daerah itu. Sumber daya alam begitu kaya dan menjanjikan kesejahteraan bagi penduduknya, tetapi mereka belum menikmati apa yang menjadi hak mereka selama ini,” kata Dharmawan.
Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno melalui layanan pesan kepada Kompas mengatakan, pemerintah pusat tidak melepas hak pengelolaan TNK ke Pemprov. Itu dijamin tidak akan terjadi. Kementerian LHK tetap mengelola TNK.
Sementara itu, Kepala Biro Humas Setda NTT Marius Jelamu mengatakan, telah berkoordinasi dengan Gubernur Viktor Laiskodat terkait sikap pemerintah pusat, yakni menolak rencana penutupan dan pengelolaan TNK oleh Pemprov. Sikap resmi Pemprov NTT, yakni terus melangkah maju untuk mengelola TNK, terhitung sejak 1 Januari 2020.
“Penutupan itu hanya berlaku untuk Pulau Komodo, pulau lain seperti Rinca, Padar, dan pulau lain tetap dibuka untuk umum. Pariwisata di TN Komodo tetap dibuka untuk umum. Hanya Pulau Komodo yang ditutup demi kepentingan konservasi,” kata Jelamu.
Kebijakan yang diambil Pemprov NTT bukan untuk kepentingan komodo 10-20 tahun, tetapi 50 -100 tahun kelestarian komodo. Pemerintah pusat tidak melihat rencana jangka panjang Pemprov NTT, tetapi melihat apa yang sedang ada dan terjadi saat ini di TNK.
Ia mengatakan, penolakan pemerintah pusat atas rencana pengelolaan TNK oleh Pemprov NTT tidak beralasan. Tim pengkajian yang dibentuk pemerintah pusat semata-mata hanya mendengarkan aspirasi masyarakat lokal, tetapi tidak datang ke Pemprov melakukan diskusi bersama soal kondisi TNK saat ini.
Koordinator Usaha Pariwisata dan Lingkungan Hidup Manggarai Barat Pastor Marsel Agot SVD dihubungi di Labuan Bajo mengatakan, masyarakat Labuan Bajo dan Manggarai Barat mendukung sikap pemerintah pusat. Komodo tidak akan punah. Binatang itu tetap eksis di habitatnya karena komodo bukan binatang yang diternakkan oleh pemerintah pusat, tetapi dirawat dan dilestarikan di dalam TNK.
“Kami masyarakat Manggarai dukung pemerintah pusat menolak wacana itu. Doa, harapan, dan aksi-aksi yang kami lakukan selama ini akhirnya terwujud. Dengan ini, masyarakat Manggarai dan semua pelaku wisata di Labuan Bajo, dan Pulau Flores umumnya tidak perlu resah lagi. Apa yang dilakukan pemerintah pusat, itu sudah cocok dan tepat, sesuai peraturan yang berlaku,” katanya.
Dengan wacana penutupan TNK yang menggantung selama sembilan bulan terakhir, jumlah wisatawan menurun, ribuan orang yang bergantung pada kegiatan dan dampak pariwisata Labuan Bajo kehilangan penghasilan dan kesempatan berusaha. Jumlah tenaga kerja illegal ke luar negeri meningkat, dan daya beli masyarakat menurun.
Ia mengatakan, masyarakat Labuan Bajo, Pulau Komodo, dan Manggarai Barat menolak wacana itu. Mereka sudah menyatakan sikap tegas kepada Kementerian LHK dalam pertemuan di Hotel Luwansa Labuan Bajo, Mei 2019. Saat itu Kementerian LHK mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh budaya, dan pelaku pariwata untuk dimintai pendapat soal wacana penutupan sementara TNK itu.
Yang perlu dilakukan pemerintah pusat, menurut Marsel, yakni menjaga pakan komodo agar tidak putus, seperti rusa dan kambing. Kasus pencurian pakan komodo ini ada di wilayah barat TNK, berdekatan dengan provinsi NTB. Personel TNK diperbanyak dan dibangun beberapa pos jaga lagi di wilayah barat TNK. Kawasan itu sangat sepi dan berdekatan dengan provinsi lain.
“Polda NTT dan Polda NTB perlu bekerjasama menjaga kawasan TNK itu, terutama di wilayah barat TNK. TNK bukan saja kebanggaan NTT, tetapi kebanggaan Indonesia. Nominasi tujuh keajaiban dunia itu, salah satu di antaranya ada di Indonesia, yakni komodo,” katanya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Wilayah Manggarai Barat Don Matur mengatakan, berterimakasih kepada pemerintah, yang telah memberikan sikap tegas soal TNK. Dengan ini para pelaku wisata dan semua pihak yang bersentuhan dengan pariwisata Manggarai tidak bingung lagi.
“Silakan melakukan rencana kerja dan rencana perjalanan ke Labuan Bajo. Tidak usah ragu dan takut. Kepastian ini kami tunggu. Kalau dikelola pemerintah pusat atau dikelola Pemprov, bagi kami sama saja, asal harus ada kepastian,”katanya.