Secara diplomatik, pinisi mewakili betapa Indonesia mempunyai nilai tawar tinggi dalam percaturan hukum laut. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang besar.
Oleh
Mohammad Hilmi Faiq
·3 menit baca
KOMPAS, HAMBURG —Pemerintah Indonesia memberikan hadiah kepada International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) berupa miniatur pinisi. Ini merupakan bentuk diplomasi agar Indonesia dapat dilibatkan lebih jauh dan mempunyai nilai tawar tinggi dalam pembahasan hukum laut.
Penyerahan tersebut dilakukan oleh Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Iptek dan Budaya Maritim dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin kepada Presiden ITLOS Paik Jin-hyun di Gedung ITLOS, Hamburg, Jerman, Selasa (24/9/2019). Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno turut hadir dalam acara tersebut. Begitu juga dengan beberapa hakim ITLOS.
ITLOS atau Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut merupakan lembaga dunia yang dibentuk oleh Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). ITLOS terdiri atas 21 hakim dari sejumlah negara.
Acara ini berlangsung hangat dan sederhana. Pada awal acara, Jin-hyun, yang juga merupakan teman baik Arif, memberikan sambutan singkat. Lalu, disusul Safri memberikan sambutan yang, antara lain, berisi glorifikasi pinisi dan kehebatan pelaut Nusantara pada awal abad ke-12 dalam mengarungi lautan.
Di Gedung ITLOS sudah ada beberapa miniatur kapal dari negara lain, seperti dari Jerman sendiri dan Italia. Dengan penyerahan miniatur pinisi yang memiliki panjang 1,6 meter ini, koleksi ITLOS bertambah.
Duta Besar Arif Havas Oegroseno merupakan inisiator pemberian miniatur pinisi ini. Suatu hari, dia berkunjung ke Gedung ITLOS dan melihat banyak miniatur kapal dari negara lain. Lalu, dia berpikir seharusnya ada miniatur kapal Indonesia di sana sehingga lebih dikenal dunia.
”Jadi, kalau hakimnya belum ada, paling tidak kapalnya ada di ITLOS. Kami sendiri sangat aktif berkontribusi sebagai salah satu anggota komisi anggaran dan kegiatan ITLOS. Setiap bulan saya kirimkan staf dan ada anggota permanen mengurusi gedung ITLOS ini,” tutur Arif.
Safri menguatkan hal itu. Dia mengatakan, dengan adanya miniatur pinisi tersebut, setiap orang yang datang ke ITLOS akan melihat, lalu terpikir tentang Indonesia dan budaya maritimnya. Negara Indonesia yang mengusulkan tentang negara kepulauan, tetapi belum punya hakim yang mewakili di ITLOS. Ke depan, Indonesia berencana mengusulkan hakimnya untuk masuk ke ITLOS.
Dengan demikian, Indonesia akan mempunyai nilai tawar yang lebih jika kelak terlibat dalam kasus hukum laut. Sejauh ini, belum ada kasus Indonesia yang ditangani ITLOS. ”Sekarang kita (Indonesia) banyak kasus tentang hak kepemilikan pulau. Jika ada hakim dari Indonesia, paling tidak kasus tersebut bisa kita selesaikan di sini (ITLOS),” kata Safri.
Pemilihan miniatur pinisi juga mengandung makna yang lebih dalam. Pertama, teknik pembuatan kapal ini telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia Tak Benda. Kedua, pinisi dirancang dan digunakan sebagai kapal dagang, bukan kapal perang, sehingga ia membawa misi perdamaian.
Jin-hyun menilai, pinisi ini menjadi simbol kepulauan Indonesia sekaligus mengandung makna kedaulatan di laut. Secara diplomatik, kapal ini mewakili betapa Indonesia mempunyai nilai tawar tinggi dalam percaturan hukum laut.
Meskipun sejauh ini Indonesia belum pernah punya kasus yang ditangani ITLOS, kata Jin-hyun, di masa depan kemungkinan itu tidak tertutup. ”Dengan pemberian miniatur ini, Indonesia bisa lebih mudah mendapat perhatian kami. Sebab, Indonesia merupakan salah satu negara maritim yang besar,” ujarnya.