Dampak kericuhan karena aksi massa terjadi pada layanan kereta rel listrik. Sebagian perjalanan kereta, terutama jalur Stasiun Tanah Abang-Palmerah, karena konsentrasi massa di sana.
JAKARTA KOMPAS — Kericuhan yang terpusat di sekitar Stasiun Palmerah mengakibatkan perjalanan kereta rel listrik Tanah Abang-Rangkas Bitung terganggu. PT Kereta Commuter Indonesia melakukan rekayasa untuk tetap melayani penumpang.
Vice Presiden Corporate Communications PT KCI Anne Purba mengatakan, perjalanan KRL rute Tanah Abang-Rangkas Bitung saat ini berlaku situasional. Sejak pukul 17.00, KRL belum dapat melintas di antara Stasiun Palmerah- Stasiun Tanah Abang pergi pulang karena adanya kerumunan massa.
”Untuk tetap melayani pengguna, PT KCI melakukan rekayasa operasi. KRL Commuter Line dari arah Rangkasbitung-Maja-Parungpanjang-Serpong tujuan Tanah Abang diatur hanya sampai Stasiun Kebayoran. Selanjutnya KRL Commuter Line dari Stasiun Kebayoran akan kembali ke arah Rangkasbitung-Maja-Parungpanjang-Serpong,” katanya, Rabu (25/9/2019).
PT KCI juga mengimbau masyarakat dan para pengguna KRL untuk menjaga ketertiban dan keselamatan bersama dengan tidak berkerumun di sekitar rel. Warga juga diminta untuk bersama-sama menjaga sarana dan prasarana perkeretaapian karena merupakan fasilitas publik.
Situasi sampai saat ini belum kondusif. Pelajar masih bertahan di lintasan kereta Stasiun Palmerah sampai ke arah Menara Kompas. Sementara polisi melalui pengeras suara berupaya mempersuasi pelajar untuk tenang dan membubarkan diri.
Pelajar membakar sampah dan kayu di tengah jalan dan pinggir lintasan kereta. Beberapa kali polisi melepaskan tembakan gas air mata ke kerumunan pelajar. Tembakan gas air mata masih terdengar. Dua ambulans pemerintah provinsi bersiaga di depan Menara Kompas. Tidak jauh dari situ, pelajar beristirahat dan membagi-bagikan air dan makanan.
Kecewa
Demonstrasi menentang undang-undang kontroversi yang berakhir ricuh membuat warga takut dan kecewa. Seperti yang diutarakan Ramdhani (40) warga Palmerah, Jakarta. Ia mengatakan unjuk rasa sudah tidak sehat dan sangat mengganggu.
”Satu sisi saya setuju aksi unjuk rasa mahasiswa yang menyuarakan kebenaran atas kebijakan pemerintah yang tidak becus. Namun, sejak unjuk rasa pecah dan warga mulai turun ke jalan, saya sudah antipati. Antipati kepada warga yang bikin ricuh, mahasiswa yang terprovokasi, dan aparat yang represif,” kata Ramdhani dengan nada tinggi.
Kekesalan Ramdhani semakin menjadi ketika pelajar ikut serta dalam unjuk rasa. ”Ini dampak dari kemarin, situasi kembali tak nyaman, ricuh, dan kembali mengganggu ketertiban umum. Itu mereka kenapa, sih, jadi ikutan demo,” ujarnya.
Warga lainnya, Hanifah (34), mengatakan, kerusuhan tak perlu terjadi jika pihak-pihak menahan diri. ”Ini bukan lagi permasalahan aspirasi. Aspirasi bukan pada saling serang. Parahnya lagi warga juga ikut-ikutan, jadilah makin parah. Saya dukung mahasiswa, tetapi jangan sampai anarkistis dong. Mohon aparat juga lebih kalem. Dan untuk para pelajar jangan ikut-ikutan. Apa lagi yang mau dituntut? Jangan bikin gaduh lagi. Aparat jadi membalas, kan. Kita yang rugi,” kata Hanifah.
Prihatin
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin atas sejumlah besar anak-anak berseragam putih abu-abu yang berdemonstrasi. KPAI berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar segera menyikapi kejadian itu.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, anak-anak sekolah janjian melalui media sosial sebelum berdemonstrasi. Mereka berasal dari Bekasi, Depok, dan Jakarta Utara.
”Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta segera membuat surat edaran melalui aplikasi pesan instan kepada semua kepala suku dinas pendidikan agar kepala sekolah segera berkomunikasi dengan wali kelas dan orangtua siswa untuk mengecek keberadaan anak-anaknya,” ucap Retno.