Ratusan Ton Kacang Tanah Impor di Semarang Kembali Terpapar Serangga Berbahaya
Kacang tanah impor asal Sudan, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, kembali terpapar kumbang khapra. Dalam sebulan terakhir, total ada 21 kontainer atau sekitar 350 ton yang terpapar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kacang tanah impor asal Sudan, yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah, kembali terpapar kumbang khapra. Dalam sebulan terakhir, total ada 21 kontainer atau sekitar 350 ton yang terpapar serangga berbahaya itu.
Dua pekan terakhir, Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang mendeteksi kumbang khapra pada 16 kontainer atau sekitar 250 ton kacang tanah impor dari Sudan. Terbaru, Senin (23/9/2019), lima kontainer atau sekitar 100 ton komoditas dan asal negara sama tiba di Tanjung Emas dan juga terpapar.
Mayoritas kumbang khapra (Trogoderma granarium) pada kacang tanah impor tersebut masih berupa larva, berwarna coklat muda. Sebagian lagi sudah tumbuh dewasa berwarna hitam dan berbulu. Kondisi sebagian kacang yang ada di dalam karung sudah pecah.
Kumbang khapra merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) Kategori A1. Kumbang ini tidak ditemukan di Indonesia. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah menyatakan Indonesia bebas kumbang khapra pada 2009.
Fumigasi dengan metil bromida berdosis 80 gram per meter kubik pun dilakukan pada lima kontainer itu, Rabu (25/9) di Kawasan Industri Cipta, Kota Semarang. Fumigasi selama 2 x 24 jam guna menentukan apakah kacang tanah tersebut layak ke pasar dilepas atau tidak.
Koordinator Fungsional Tumbuhan Balai Karantina Kelas I Semarang, Heri Widarta, mengatakan, notifikasi ketidaksesuaian (NNC) akan kembali dikirim ke Sudan. “Sudah dua kali dari komoditas dan negara yang sama. Kami juga melaporkan ini ke Badan Karantina Pertanian,” kata Heri.
Pengaruhi ekspor
Heri menjelaskan, Badan Karantina Pertanian yang akan membuat kebijakan, apakah impor kacang tanah dari Sudan masih boleh dilakukan atau distop. Yang jelas, apabila kejadian terus terulang, dikhawatirkan mewabah serta mengurangi kepercayaan negara-negara lain akan produk ekspor kacang dari Indonesia.
Kumbang khapra, kata Heri, memiliki daya rusak tinggi. “Serangga ini bisa bertahan enam tahun tanpa makan. Mereka hidup di gudang dan mengincar kacang-kacangan. Ini bisa memengaruhi ekspor kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai dari Indonesia,” ujarnya.
Serangga ini bisa bertahan enam tahun tanpa makan. Mereka hidup di gudang dan mengincar kacang-kacangan. Ini bisa memengaruhi ekspor kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai dari Indonesia
Anton Kristanto, perwakilan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) untuk PT Wahana Baru Sejahtera, importir lima kontainer kacang tanah asal Sudan, menuturkan, dokumen sebenarnya lengkap. Termasuk juga dokumen fumigasi sebelum komoditas itu diberangkatkan.
Menurut Anton, dalam situasi ini, importir dirugikan, sehingga akan mengajukan komplain ke pihak pengirim. “Jelas rugi biaya dan waktu. Maka, komplain akan dilakukan ke depannya semakin hati-hati dan memperketat pengecekan agar kualitas terjaga,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Karantina Kelas I Semarang, Wawan Sutian, mengatakan, akan memeriksa lebih ketat komoditas yang masuk melalui Tanjung Emas. Khususnya, dari sejumlah negara yang sudah ditarget. Selain Sudan, ada India serta beberapa negara pecahan Uni Soviet yang juga daerah endemik kumbang khapra.