Para pelari jarak pendek dunia mempersiapkan diri sekitar satu tahun untuk berlomba dalam waktu tak sampai 10 detik.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Menjaga kondisi fisik dan mental serta mempertajam kemampuan teknis menjadi keseharian atlet profesional. Untuk momen besar seperti Kejuaraan Dunia, semua faktor tersebut diasah secara khusus sejak setahun sebelumnya meski untuk tampil sekitar 9 detik.
”Latihan dimulai di ruang angkat beban, 8-12 pekan pada musim libur kompetisi. Ini sekitar setahun sebelum Kejuaraan Dunia,” kata Travis Goyeneche, pelatih asal Amerika Serikat yang membantu mempersiapkan lima pelari tampil pada Kejuaraan Dunia Atletik di Doha, Qatar, 27 September-6 Oktober.
Atlet yang disiapkan Goyeneche bersama Darryl Woodson salah satunya sprinter putra Mike Rodgers. Rodgers turut membantu AS meraih medali perak estafet 4x100 meter Kejuaraan Dunia Moskwa 2013 dan London 2017. Di Doha, Rodgers (34) juga akan tampil pada nomor 100 m. Catatan waktu terbaiknya adalah 9,85 detik (2011) dan 9,97 detik tahun ini. Waktu di bawah 10 detik itulah yang akan menjadi target Rodgers setelah mempersiapkan diri sekitar setahun.
Atlet lain yang dibantu Goyeneche adalah Michael Stigler (400 m lari gawang putra/AS), Javon Francis (400 m putra/Jamaika), Travia Jones (400 m putri/Kanada), dan Michelle-Lee Ahye (100 m putri/Trinidad dan Tobago). Mereka memiliki pengalaman yang berbeda dalam level profesional.
Program latihan secara umum sebenarnya tak banyak berbeda dengan ketika tak digelar Kejuaraan Dunia. Variasi hanya dilakukan pada tempat latihan, frekuensi, program pemberian nutrisi, dan persiapan mental agar puncak penampilan tercapai di Doha. Untuk atlet top dunia, setiap detail akan berpengaruh pada posisi mereka di podium. Selisih sepersekian detik dengan lawan akan sangat berarti.
Dalam latihan fisik, yang bertujuan meningkatkan kualitas pergerakan dan kekuatan, variasi latihan kecepatan ditambahkan ketika akan dimulainya musim kompetisi baru. Setelah itu, tutur Goyeneche, program dilanjutkan dengan aklimatisasi pada cuaca dan waktu.
”Idealnya, kami merekomendasikan atlet untuk tiba di kota tempat kejuaraan paling cepat sepekan sebelum lomba untuk penyesuaian diri terhadap perbedaan waktu. Proses adaptasinya lebih sulit dibandingkan dengan terhadap cuaca,” katanya dalam laman resmi badan atletik dunia, IAAF.
Aklimatisasi
Dalam aklimatisasi, banyak atlet melakukannya dengan berlatih di kota dekat tempat penyelenggaraan atau di kota dengan iklim yang sama. ”Saya lebih memilih atlet saya berlatih di tempat berbeda antara 7-10 hari sebelum berlomba,” ujar Hennie Kotze, pelatih pelari gawang Qatar, Abderrahman Samba. Pelari berusia 24 tahun itu adalah juara Asia 2019 dan peraih emas Asian Games Jakarta Palembang 2018 pada nomor 400 m lari gawang putra.
Untuk asupan nutrisi, pelatih asal Afrika Selatan itu mengatakan, atletnya menjalani diet seimbang selama 11 bulan pada setiap musim kompetisi. Itu artinya menjaga makanan dan minuman telah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Atlet terbiasa mengonsumsi makanan yang diperlukan tubuh, minum cukup air, ditambah suplemen dan vitamin sesuai kebutuhan. Konsistensi menjalani diet seimbang ini turut menentukan penampilan mereka saat berkompetisi.
Goyeneche menyebut, mendisiplinkan atlet untuk menjalani diet seimbang menjadi tantangan tersendiri karena selera yang berbeda. ”Beberapa dari mereka sangat selektif dalam memilih makanan. Bagi saya, yang terpenting harus mereka lakukan adalah menghindari makanan yang diproses bersama gula dan alkohol,” katanya.
Faktor terpenting dalam menghadapi momen besar adalah mempersiapkan mental. Semakin besar level kompetisi, semakin penting pula persiapan faktor tidak kasatmata itu.
Persaingan dengan atlet lain akan memunculkan kecemasan, pikiran negatif, dan tekanan, apalagi dengan target yang ditentukan oleh tim, federasi atletik negara yang bersangkutan, atau harapan dari penonton.
Tri Maharani, dokter spesialis gawat darurat yang bertugas saat Asian Games 2018, mengatakan, gangguan panik bisa muncul pada atlet akibat tekanan yang besar. Gejalanya beragam, seperti sesak napas, berkeringat dingin, kesemutan, atau jantung berdebar. Meski telah terbiasa berkompetisi, Tri, saat bertugas di Jakarta, mengatakan, atlet bisa mengalami hal tersebut.
Untuk mengatasi kendala itu, atlet biasanya membutuhkan pelatih mental dalam masa persiapan. ”Proses latihan fisik, teknik, dan lain-lain dalam setahun sangat penting. Namun, faktor mental yang akan menjadi pembeda antara seorang juara dan yang lain,” kata Goyeneche.