Tuntutan unjuk rasa mahasiswa yang terjadi di sejumlah daerah telah didengarkan. Pemerintah dan DPR memutuskan menunda pengesahan sejumlah rancangan undang-undang untuk memberi waktu guna meninjau kembali pasal-pasal.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tuntutan unjuk rasa mahasiswa yang terjadi di sejumlah daerah telah didengarkan. Pemerintah dan DPR memutuskan menunda pengesahan sejumlah rancangan undang-undang untuk memberikan waktu guna meninjau kembali pasal-pasal yang bermasalah dan menyosialisasikannya kepada masyarakat.
Terkait hal itu, ruang publik perlu dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah dan DPR dalam pembahasan RUU itu. Pada saat yang sama, semua pihak juga perlu menahan diri dan tidak melakukan aksi kekerasan. Pelebaran persoalan, hingga memicu terjadinya aksi massa seperti terjadi di kawasan Slipi, Jakarta, yang diikuti dengan pembakaran sejumlah fasilitas publik, seperti gerbang tol dan pos polisi, Selasa (24/9/2019) malam, tidak semestinya dilakukan.
Kemarin siang, Rapat Paripurna DPR memutuskan menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan. Dua RUU lainnya, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Pertambangan Mineral dan Batubara, masih dalam pembahasan dan belum masuk tahap pengambilan keputusan.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, keputusan dalam Rapat Paripurna DPR itu diambil sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo dan hasil rapat di Badan Musyawarah DPR serta forum lobi.
”Oleh karena ditunda, DPR bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal-pasal dalam RKUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik. Kami juga akan menggencarkan sosialisasi tentang RKUHP agar masyarakat bisa mendapat penjelasan yang utuh,” kata Bambang.
Penundaan pengesahan RKUHP dan tiga RUU lainnya menjadi bagian dari tuntutan aksi mahasiswa yang belakangan digelar di sejumlah daerah, termasuk di depan Kompleks Parlemen, Jakarta. Tuntutan lainnya adalah pembatalan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi yang pekan lalu telah disetujui Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
Oleh karena tuntutan telah dipenuhi, Bambang meminta mahasiswa yang berunjuk rasa untuk pulang. Ia menyatakan ingin berdialog dengan perwakilan mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, tetapi situasi sedang memanas sehingga rencana itu batal. Namun, semalam Bambang tetap di kantornya di DPR sampai menunggu mahasiswa membubarkan diri.
Ricuh
Unjuk rasa mahasiswa di depan Kompleks Parlemen berjalan tertib pada pagi sampai siang hari. Namun, pada sore hari, kericuhan mulai terjadi saat ada mahasiswa memaksa masuk ke Kompleks Parlemen dan kemudian dihalau oleh polisi dengan menyiramkan air dan gas air mata.
Namun, sekitar pukul 18.30, ada massa yang kembali ke ruas jalan tol di depan gerbang Kompleks Parlemen. Mereka awalnya hanya berdiri di tembok median jalan, tetapi lalu berangsur mendekati gerbang Kompleks Parlemen. Kericuhan kembali terjadi saat polisi meminta massa mundur.
Sekitar pukul 20.30, api terlihat di gerbang tol yang ada di depan kantor Badan Pemeriksa Keuangan. Pos polisi Palmerah di belakang Kompleks Parlemen juga dibakar massa. Di tempat itu, sepeda motor dibakar. Aksi massa ini juga
sempat menutup jalan raya Slipi. Hingga tengah malam, polisi masih berusaha mengatasi kericuhan.
Kericuhan juga terjadi dalam unjuk rasa yang digelar mahasiswa di depan Gedung DPRD Jawa Tengah, yang satu kompleks dengan Gubernuran. Akibatnya, pagar Kantor DPRD Jawa Tengah roboh. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menemui pengunjuk rasa lalu mengajak mereka berdemonstrasi dengan cara cerdas.
Kericuhan juga terjadi dalam unjuk rasa mahasiswa di Sumatera Utara. Massa membakar sejumlah mobil polisi dan merusak Gedung DPRD Sumut dan DPRD Medan.
Unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulawesi Selatan, kemarin, diiringi dengan insiden pelemparan batu ke arah Gedung DPRD dan aparat yang berjaga.
Dialog
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra berharap pemerintah segera membuka dialog untuk mendinginkan suasana. ”Dialog dengan profesor, asosiasi guru besar itu kan banyak anggotanya, atau dengan BEM se-Indonesia, dengan civil society,” ujarnya.
Namun, pada saat yang sama, lanjut Azyumardi, mahasiswa dan masyarakat sipil juga perlu membuka diri untuk berdialog. Jangan sampai mahasiswa menyampaikan protes dengan melakukan tindakan yang justru menyebabkan instabilitas politik dan ekonomi.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo juga mengajak mahasiswa berunjuk rasa secara damai. Jika suaranya sudah didengar, mereka harus beranjak untuk berdialog dengan pemangku kepentingan.
Gelombang unjuk rasa mahasiswa di sejumlah tempat, lanjut Suharyo, menunjukkan ada masalah yang harus segera ditangani. Ia berharap semua pihak berpikir jernih agar dapat mengidentifikasi masalah dan menentukan langkah penyelesaiannya.
”Yang terpenting, para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif dapat merawat kepercayaan publik agar mereka bisa menjalankan tugas dengan baik,” ujarnya.
Ia berharap semua pihak berpikir jernih agar dapat mengidentifikasi masalah dan menentukan langkah penyelesaiannya.
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zainy mengatakan, mahasiswa perlu mulai meredakan tensi karena DPR sudah memenuhi tuntutan mereka, yaitu menunda pengesahan sejumlah RUU yang bermasalah. (TIM KOMPAS)