Ancam Pekerjaan, Tukang Gigi Minta Pasal RKUHP Dicabut
Tukang gigi di Jawa Barat menuntut Pasal 276 ayat 2 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dicabut. Pasal itu dinilai mengancam pekerjaan mereka.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Tukang gigi di Jawa Barat menuntut Pasal 276 ayat 2 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dicabut. Mereka meminta dilibatkan dalam pembahasannya karena pasal tersebut dinilai akan mematikan pekerjaan tukang gigi.
Hal itu menjadi tuntutan massa aksi dari Serikat Tukang Gigi Indonesia (STGI) Jabar saat berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Jawa Barat, Kamis (26/9/2019). Mereka meminta DPRD Jabar menyampaikan aspirasi itu kepada DPR.
Pasal ini mengebiri pekerjaan kami.
“Pasal ini mengebiri pekerjaan kami. Hal ini tentu akan mengancam kehidupan ribuan tukang gigi beserta keluarganya di Jabar,” ujar Ketua STGI Jabar Mochamad Jufri.
Massa aksi merupakan tukang gigi dari sejumlah kabupaten/kota di Jabar. Selain berorasi, mereka juga membentangkan spanduk dan poster berisi penolakan terhadap pasal tersebut.
Pasal 276 ayat 2 RKUHP berbunyi, “Setiap orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Kategori V”.
Dalam Pasal 79 RKUHP dijelaskan, denda Kategori V sebesar Rp 500 juta. Menurut Jufri, tukang gigi tidak akan sanggup membayar denda tersebut. “Pasal ini mengada-ada. Kami akan kawal terus sampai tuntutan dipenuhi, yaitu mencabut pasal tersebut,” ujarnya.
Seharusnya pemerintah menindak tukang gigi yang tidak berizin. Mungkin karena praktik mereka tidak sesuai prosedur sehingga pasien dikorbankan.
Jufri mengatakan, sepanjang mengantongi izin pemerintah, tukang gigi diperbolehkan membuka praktik. Hal itu sudah diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada awal 2013.
“Seharusnya pemerintah menindak tukang gigi yang tidak berizin. Mungkin karena praktik mereka tidak sesuai prosedur sehingga pasien dikorbankan. Ini akan merusak citra tukang gigi,” ujarnya.
Zaini (42), peserta ujuk rasa, menilai, masuknya pasal tersebut dalam RKUHP tidak melalui pertimbangan matang. Menurut dia, jika ingin mengatur pekerjaan tukang gigi, seharusnya wakil rakyat juga melibatkan orang-orang yang bekerja di bidang tersebut.
“Kalau mahasiswa dan rakyat tidak protes, mungkin RKUHP ini sudah disahkan. Ini sangat merugikan tukang gigi. Harusnya, sebelum membuat peraturan, anggota dewan mendengarkan masukan dari rakyat kecil,” ucapnya.
Dalam demonstrasi yang berjalan damai itu, perwakilan massa diterima oleh beberapa anggota DPRD Jabar. Dalam audiensi selama 30 menit, disepakati DPRD Jabar akan menyurati DPR terkait aspirasi tukang gigi tersebut.
“Kami sudah siapkan draf suratnya. Selain dari rekan-rekan, penolakan terhadap beberapa hal dalam RKUHP juga sudah disampaikan oleh mahasiswa. Kami akan teruskan ke DPR,” ujar anggota DPRD Jabar Hasbullah Rahmat.
Hasbullah juga meminta STGI membuat surat terkait tuntutan mereka. Surat itu akan dilampirkan dalam surat yang dikirimkan DPRD Jabar.
“Pengesahan RKUHP statusnya ditunda. Kami berharap masukan dari masyarakat, seperti tukang gigi, dipertimbangkan dalam pembahasan ke depan. Apalagi, tukang gigi sangat diperlukan rakyat karena bisa menjangkau hingga ke desa-desa,” ujarnya.
Tiga hari sebelumnya, secara berturut-turut, Kantor DPRD Jabar juga digeruduk ribuan mahasiswa. Selain menolak RKUHP, mahasiswa menuntut penundaan pemberlakuan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah disahkan. Revisi tersebut dinilai melemahkan KPK dan tidak sejalan dengan upaya pemberantasan korupsi.