Boeing Sepakat Beri Korban Kecelakaan Lion Air Rp 16,9 Miliar Per Orang
Klaim asuransi atas para korban dikatakan dapat bervariasi sesuai dengan kebangsaan korban, usia, status perkawinan, pendapatan, tanggungan, dan harapan hidup mereka.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
CHICAGO, RABU — Perusahaan pembuat pesawat terbang Boeing Co telah menyelesaikan klaim pertama bagi para korban atas kasus jatuhnya pesawat 737 MAX maskapai Lion Air di Indonesia. Merujuk keterangan sejumlah sumber, para keluarga korban tewas akhirnya menerima ganti rugi senilai minimal 1,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 16,9 miliar atas nama masing-masing korban.
Floyd Wisner dari Firner Law Firm, yang mewakili para penggugat, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan 11 dari 17 klaimnya terhadap Boeing atas nama keluarga yang kehilangan kerabat mereka. Mereka adalah korban jatuhnya Boeing 737 MAX di Laut Jawa pada 29 Oktober 2018, hanya beberapa saat setelah lepas landas. Kecelakaan itu menewaskan penumpang dan awak pesawat yang total berjumlah 189 orang.
Juru bicara Boeing, Gordon Johndroe, menolak berkomentar tentang hal itu. Wisner sendiri menyatakan bahwa pihak Boeing tidak mengakui telah bertanggung jawab dalam 11 penyelesaian klaim itu. Klaim ini, masing-masing mewakili satu korban, adalah yang pertama kali diselesaikan dari sekitar 55 tuntutan hukum terhadap Boeing di pengadilan federal AS di Chicago.
Menurut keterangan tiga sumber, hal itu dapat menetapkan batasan terkait pembicaraan mediasi oleh pengacara penggugat Lion Air lainnya yang dijadwalkan hingga bulan depan.
Wisner mengatakan dia tidak bisa mengungkapkan jumlah nominal penyelesaian karena perjanjian kerahasiaan dengan Boeing. Namun, tiga sumber itu mengungkapkan bahwa masing-masing akan menerima setidaknya 1,2 juta dollar AS. Jumlah itu hanya untuk satu korban tanpa tanggungan.
Ketiga sumber tersebut tidak dapat diungkapkan identitas mereka mengingat negosiasi penggugat dan Boeing bersifat rahasia. Harga saham Boeing sendiri naik sekitar 2 persen pada akhir perdagangan, Rabu (25/9/2019).
Klaim asuransi atas para korban dikatakan dapat bervariasi sesuai dengan kebangsaan korban, usia, status perkawinan, pendapatan, tanggungan, dan harapan hidup mereka. Para korban Lion Air sebagian besar berasal dari Indonesia, di mana pendapatan dan pertanggungan kecelakaan cenderung lebih rendah daripada yang ada dan berlaku di Amerika Serikat. Dalam kasus Lion Air, keluarga korban yang berstatus menikah dengan satu hingga tiga anak diperkirakan dapat menerima antara 2-3 juta dollar AS.
Selain atas kasus jatuhnya Lion Air, pihak Boeing juga tengah menghadapi hampir 100 tuntutan hukum atas kecelakaan Ethiopian Airlines 737 MAX pada 10 Maret 2019 yang menewaskan 157 orang dalam perjalanan dari Addis Ababa ke Nairobi. Tuntutan atas kedua tabrakan menyoroti peran perangkat lunak otomatis MCAS yang mendorong hidung kedua pesawat lebih rendah.
Mereka mengklaim bahwa kekurangan dari sisi desain itu memungkinkan data sensor yang salah sehingga menyebabkan gangguan tertentu. Pengacara penggugat dalam kasus jatuhnya Ethiopian Airlines mendorong juri di pengadilan federal AS di Chicago untuk mengetahui mengapa Boeing membiarkan 737 MAX terus terbang setelah insiden Lion Air.
Kubu Boeing mengatakan sangat menyesal atas nyawa yang hilang dalam kedua kecelakaan tersebut. Namun, mereka mengklaim tidak ada yang salah dengan seri 737 MAX dan perangkat lunaknya. Dikatakan, dua kecelakaan itu, seperti kebanyakan bencana udara, disebabkan oleh serangkaian peristiwa dengan hubungan yang sama antara dua kecelakaan MAX yang menjadi ”aktivasi yang salah” dari MCAS.
Banyak korban kecelakaan Etiopia yang berasal dari 35 negara yang berbeda. Termasuk di antaranya adalah karyawan PBB dan orang dewasa muda yang bekerja di usia dua puluhan atau tiga puluhan. Ada sembilan warga AS di antara para korban tersebut.
Boeing juga menjadi target investigasi kriminal Departemen Kehakiman AS dalam pengembangan seri 737 MAX. Seri 737 MAX telah dilarang terbang di seluruh dunia setelah kecelakaan di Etiopia, sementara Boeing mengembangkan pembaruan perangkat lunak dan pelatihan pilot baru. Hal ini telah menelan biaya lebih dari 8 miliar dollar AS, termasuk mundurnya produksi dan kompensasi bagi para maskapai pemesan Boeing.
Kubu Boeing mengatakan, pihaknya berharap pesawat jet 737 MAX akan dapat terbang lagi di AS awal triwulan IV-2019 ini. (REUTERS)
Editor:
samsulhadi
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.