Instrumen Investasi Aman Jadi Incaran Nasabah Domestik
Selain SBN, nasabah BCA juga terlihat aktif dalam investasi reksa dana pendapatan tetap. Total investasi pendapatan tetap berkontribusi 30 persen lebih dalam reksa dana BCA.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia, terutama nasabah perbankan, semakin melek investasi. Mereka mulai aktif berinvestasi pada instrumen yang cenderung aman seperti surat berharga negara (SBN) ritel ataupun reksa dana pendapatan tetap.
PT Bank Central Asia Tbk mencatat geliat pembelian investasi SBN ritel terbaru yang dikeluarkan pemerintah, SBR 008. Nasabah BCA membeli SBR 008 mencapai Rp 600 miliar dari target awal Rp 300 miliar.
SVP Wealth Management BCA Adrianus Wagimin di Jakarta, Kamis (26/9/2019), mengatakan, masyarakat semakin menunjukkan minat dalam berinvestasi. Peningkatan investasi itu dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan atau literasi produk yang membaik.
”Misalnya produk SBN untuk apa investasinya. Bagaimana hasilnya nanti. Jadi, mereka tahu sebelum membeli,” kata Adrianus dalam acara diskusi Kafe BCA, di Jakarta.
Selain SBN, nasabah BCA juga terlihat aktif dalam investasi reksa dana pendapatan tetap. Total investasi pendapatan tetap berkontribusi 30 persen lebih dalam reksa dana BCA. Investasi dalam pendapatan tetap menunjukkan profil investor yang belum agresif.
Adrianus menjelaskan, masih sedikit nasabah yang berinvestasi pada reksa dana campuran ataupun saham. Menurut dia, gambaran itu memperlihatkan masih banyaknya investor pemula.
”Biasa, mulai dari reksa dana pendapatan tetap dan pasar uang ke campuran, baru saham. Urutannya seperti itu kalau tingkatan agresivitas investor,” ucapnya.
Menurut Adrianus, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan investasi karena maraknya aplikasi-aplikasi untuk investasi. Kehadiran aplikasi itu membuat tingkat pengenalan produk reksa dana semakin meluas.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan, kebutuhan investasi akan semakin tinggi ke depannya. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kelompok usia produktif dan kelas menengah di Indonesia.
Literasi investasi
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, jumlah kelas menengah sebanyak 45 juta jiwa pada 2021. Jumlah tersebut kemudian melonjak menjadi 145 juta orang pada tahun 2030.
”Potensi demografi kita akan menguntungkan. Kita akan memiliki kelompok produktif yang besar. Oleh karena itu, lanskap wealth management sangat potensial,” kata Fithra yang juga hadir dalam diskusi Kafe BCA.
Menurut Fithra, industri keuangan masih perlu meningkatkan literasi pada produk-produk investasi. Saat ini, edukasi ke masyarakat masih kurang sehingga mereka hanya mengetahui investasi sudah pasti untung.
”Banyak yang menawarkan, tetapi kurang mengedukasi. Jadi, dianggapnya reksa dana hanya positif. Padahal, tipe produknya berbeda-beda. Edukasi ini penting untuk meningkatkan kepercayaan,” ujarnya.