Pelajar SMA dan SMK DIY Diimbau Tak Ikut Aksi Turun ke Jalan
Pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta diimbau untuk tidak mengikuti ajakan aksi turun ke jalan yang beredar melalui media sosial.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta diimbau untuk tidak mengikuti ajakan aksi turun ke jalan yang beredar melalui media sosial. Imbauan itu bertujuan agar tidak jatuh banyak korban jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pertimbangan utamanya adalah faktor keamanan bagi para pelajar tersebut.
Ajakan turun ke jalan itu beredar lewat pesan berantai dari media sosial WhatsApp. Acara turun ke jalan itu diberi nama ”Siswa/Siswi Indonesia Bergerak: Catatan Akhir Demokrasi Dikorupsi 2019 dari Siswa/Siswi Yogyakarta”. Pesan itu beredar sejak Rabu (25/9/2019) malam.
Undangan aksi itu mengatasnamakan Front Aliansi Siswa Pelajar Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurut rencana, aksi digelar pada 30 September 2019 di Tugu Yogyakarta.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY K Baskara Aji mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi tentang adanya ajakan untuk mengikuti aksi tersebut. Ia meminta kepala sekolah dari seluruh SMA dan SMK untuk tidak mengizinkan siswanya hadir dalam acara tersebut.
”Itu adalah hari efektif pembelajaran. Anak-anak punya kewajiban untuk mengikuti pelajaran, baik aktivitas belajar mengajar biasa maupun ujian. Kalau memang punya keinginan belajar tentang bagaimana demokrasi, bisa dilakukan di sekolah,” kata Aji, di Kompleks Kepatihan, kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, Kamis (26/9/2019).
Aji mengungkapkan, pertimbangannya mengeluarkan imbauan untuk tidak mengikuti aksi tersebut berupa faktor keamanan. Aksi itu terlalu berisiko dan dikhawatirkan akan mengancam keselamatan para siswa. Ia tidak ingin ada siswa yang menjadi korban jika aksi itu nantinya berujung ricuh.
Itu adalah hari efektif pembelajaran. Anak-anak punya kewajiban untuk mengikuti pelajaran, baik aktivitas belajar mengajar biasa maupun ujian. Kalau memang punya keinginan belajar tentang bagaimana demokrasi, bisa dilakukan di sekolah. (K Baskara Aji)
”Kalau akan menyampaikan aspirasi, banyak saluran yang tidak membahayakan bagi anak-anak. Kita lihat, aksi di jalan itu jatuh banyak korban. Itu sangat disayangkan. Anak-anak menguasai teknologi informasi. Pakai teknologi itu seharusnya,” kata Aji.
Tidak membungkam
Aji menambahkan, pihaknya sama sekali tidak ingin membungkam keinginan para siswa yang ingin menyampaikan aspirasinya. Jika siswa benar-benar ingin menyalurkan aspirasi, ia akan meminta kepada sekolah untuk memfasilitasi mereka. Caranya dengan memberikan panggung yang bisa menjadi laboratorium demokrasi. Selama ini hal itu sudah berlangsung melalui pemilihan anggota organisasi siswa intra sekolah (OSIS).
Aji mengatakan, tidak hanya sekolah yang bertanggung jawab mengawasi siswa. Orangtua dan teman-teman para siswa diminta bisa mengingatkan para siswa yang ingin ikut serta dalam aksi tentang risiko keselamatan jika mengikuti aksi tersebut. Sebab, terdapat sanksi khusus yang sudah dibuat di setiap sekolah jika ada siswa yang sengaja membolos pelajaran.
Keamanan siswa itu yang kami pikirkan. Tanggung jawab keselamatan siswa itu ada di tenaga pendidik semua. Kami berkomitmen untuk menjaga keselamatan mereka. (Bujang Sabri )
Hal serupa disampaikan Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi. Ia meminta anak-anak sekolah agar mengikuti peraturan yang terdapat di sekolah. Ia akan mengumpulkan kepala sekolah dari SMA dan SMK untuk memberikan imbauan agar tidak turut serta dalam aksi. Risiko keamanan merupakan perhatian pemerintah daerah. Prinsipnya, jangan sampai jatuh korban jika nanti aksi tersebut ricuh.
Secara terpisah, Kepala SMK Negeri 3 Yogyakarta Bujang Sabri mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan jajaran pendidik dan orangtua siswa dari sekolah tersebut. Ia berkomitmen untuk menjaga keamanan dan keselamatan para siswa. Hal tersebut telah dilakukan lewat koordinasi dengan orangtua siswa agar mencegah keikutsertaan para siswa dalam aksi tersebut.
”Keamanan siswa itu yang kami pikirkan. Tanggung jawab keselamatan siswa itu ada di tenaga pendidik semua. Kami berkomitmen untuk menjaga keselamatan mereka,” kata Sabri.
Kepala Bidang Humas Polda DIY Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa sekolah tentang ajakan tersebut. Itu dilakukan kepada guru dan siswa. ”Pihak sekolah, baik guru maupun siswa, menyatakan tidak akan ikut aksi pada 30 September 2019,” ujarnya.
Selain itu, Yuliyanto mengungkapkan, jajaran kepolisian daerah juga belum menerima satu pun surat pemberitahuan tentang unjuk rasa itu. Ia terus mengecek dengan cermat ajakan unjuk rasa tersebut.