Perluas Realisasi Kartu Tani untuk Memperbaiki Distribusi Pupuk
Pemerintah pusat didesak memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi agar tepat jenis, jumlah, harga, waktu pendistribusian, dan sasaran. Salah satu langkahnya adalah memperluas realisasi kartu tani.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Pemerintah pusat didesak memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi agar tepat jenis, jumlah, harga, waktu pendistribusian, dan sasaran. Salah satu langkahnya adalah memperluas realisasi kartu tani. Kebutuhan pupuk subsidi diprediksi meningkat menjelang masa tanam musim penghujan.
Desakan itu mengemuka dalam acara diskusi "Mendukung Ketahanan Pangan Nasional dan Swasembada Pangan Nasional melalui Pendistribusian Pupuk" yang diadakan Asosiasi Distributor Pupuk Indonesia (ADPI) di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (26/9/2019). Acara dihadiri Dinas Pertanian Jatim, produsen pupuk PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kalimantan Timur, Direskrimsus Polda Jatim dan perwakilan distributor pupuk seluruh Jatim.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional ADPI Jawa Timur Muhammad Parto mengatakan pemerintah memiliki program kartu tani yang bisa memperbaiki sistem distribusi pupuk subsidi. Namun hingga kini realisasinya belum optimal bahkan masih sebatas proyek percontohan. Berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Jatim, baru 2,7 persen kartu tani yang sudah didistribusikan.
Baru 2,7 persen kartu tani yang sudah didistribusikan.
Parto mengatakan kelebihan distribusi pupuk melalui kartu tani adalah sasaran penerimanya tepat, jumlah subsidinya tepat, dan harganya sesuai harga eceran tertinggi (HET). Dengan mekanisme distribusi saat ini, distributor hanya berpegang pada rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). RDKK ini kerap berbeda dengan alokasi yang diterima.
Distributor pupuk dari Kabupaten Magetan Hamim Tohari mengatakan tidak hanya perbedaan antara RDKK dengan realisasi alokasi, petani kadang berubah dalam menentukan tanaman yang mereka tanam. Contohnya rencana awal menanam padi, padi, palawija. Namun faktanya bisa padi, palawija, palawija karena berbagai sebab seperti cuaca.
“Perubahan tanaman itu berdampak pada perubahan kebutuhan pupuk mereka. Hal demikian berpotensi memicu persoalan. Ada petani yang berkeras minta pupuk meski jatahnya habis,” ungkap Hamim.
Ada petani yang berkeras minta pupuk meski jatahnya habis.
Kepala Seksi Pupuk Dan Alat Mesin Pertanian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Jatim Edy Purwanto mengatakan wilayahnya mendapat alokasi pupuk subsidi sebanyak 2,86 juta ton atau hanya sekitar 50 persen kebutuhan petani yang disampaikan melalui RDKK sebanyak 5,8 juta ton.
“Dari alokasi pupuk subsidi sebesar 2,86 juta ton itu, hingga kini realisasi penyerapan pupuk di petani mencapai hampir 70 persennya. Adapun jenis pupuk subsidi, urea, phonska, ZA, SP 36, dan pupuk organik,” ujar Edy.
Sisa alokasi pupuk sebesar 30 persen itulah yang disalurkan untuk memenuhi kebutuhan masa tanam musim penghujan (MP). Namun, sisa alokasi pupuk itu diprediksi tidak mampu memenuhi kebutuhan petani sehingga diperlukan alokasi tambahan.
Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, kebutuhan pupuk MP mencapai 40 persen dari total kebutuhan setahun.
Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, yang meminta realokasi pupuk subsidi sampai saat ini sebanyak 12 daerah. Permintaan diprediksi bertambah karena belum semua daerah selesai melakukan pendataan,
Realokasi yang diminta paling banyak adalah penambahan urea yakni totalnya 18.000 ton. Sedangkan untuk pupuk organik, banyak daerah yang meminta agar alokasinya dikurangi karena serapan yang masih rendah sekitar 50 persen.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Jatim akan mengevaluasi alokasi pupuk dan distribusinya akhir bulan ini. Evaluasi itu penting untuk menentukan realokasi pupuk terutama mengantisipasi kebutuhan petani pada musim tanam penghujan dan menentukan rencana alokasi untuk 2020.
Penyimpangan
Edy mengatakan alokasi pupuk bersubdisi setiap tahun jumlahnya semakin berkurang karena kebijakan pengurangan anggaran subsidi dari pemerintah pusat. Hal itu membesar kesenjangan antara permintaan petani dengan alokasi yang diberikan. Akibatnya, potensi penyimpangan pada saat pendistribusian di lapangan semakin tinggi.
Wahyudin Latif dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim mengatakan penyimpangan distribusi pupuk paling riskan terjadi di lini III distributor dan lini IV pengecer. Namun dengan upaya menggiatkan sosialisasi, jumlah kasus penyimpangan pupuk menurun dari tahun ke tahun.
“Sebagai gambaran, jumlah kasus penyimpangan pupuk yang ditangani Polda Jatim selama 2017 sebanyak 11 kasus. Jumlah kasus menurun menjadi tiga kasus selama 2018 dan sampai September ini tercatat baru satu kasus,” kata Latif.
Modus penyimpangan yang ditemukan sangat beragam seperti menjual pupuk subsidi dengan harga komersial, menjual diluar daerah distribusi, menjual ke industri, dan mencampur pupuk dengan bahan lain yang tidak sesuai ketentuan sehingga merusak komposisi dan berpotensi merusak kesuburan tanah.