Ratusan pelajar sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan ditangkap Kepolisian Resor Kota Sidoarjo. Hal itu untuk mencegah para pelajar bergabung dalam unjuk rasa mahasiswa yang memprotes sejumlah RUU.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ratusan pelajar sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan ditangkap oleh Kepolisian Resor Kota Sidoarjo. Hal itu untuk mencegah para pelajar bergabung dalam unjuk rasa mahasiswa yang memprotes sejumlah rancangan undang-undang.
Penangkapan dilakukan sedikitnya di lima titik, di antaranya di Bundaran Waru dan sekitar Bundaran Aloha. Para pelajar yang ditangkap kemudian diperiksa barang bawaannya beserta surat-surat kendaraan yang mereka gunakan. Hasilnya ditemukan, antara lain, balok kayu, potongan besi, dan ikat pinggang berkepala besi.
Kepala Kepolisian Resor Kota Sidoarjo Zain Dwi Nugroho mengatakan, razia pelajar dilakukan sejak pagi di akses-akses menuju Kota Surabaya. Sasarannya khusus pelajar yang diduga tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik di sekolah dan berencana bergabung dalam unjuk rasa.
”Razia ini dilakukan karena sebelumnya beredar informasi melalui media sosial yang berisi ajakan terhadap para pelajar di Sidoarjo untuk berunjuk rasa di Surabaya,” ujar Zain.
Sejumlah siswa yang tertangkap polisi mengaku sengaja meninggalkan bangku sekolah karena tertarik ikut unjuk rasa di Surabaya. Mereka juga mengakui barang-barang berbahaya yang sengaja dibawa. Alasannya untuk jaga-jaga apabila terjadi keributan.
Razia ini dilakukan karena sebelumnya beredar informasi melalui media sosial yang berisi ajakan terhadap para pelajar di Sidoarjo untuk berunjuk rasa di Surabaya.
Pelajar yang ditangkap dibawa ke Markas Polresta Sidoarjo. Mendapat pembinaan dari anggota polisi, di data identitasnya, dan diproses sesuai kategori pelanggaran yang dilakukan. Mayoritas pelajar akhirnya dipulangkan setelah mengikuti pembinaan.
Solidaritas wartawan
Belasan wartawan dari beragam media massa yang tergabung dalam Forum Wartawan Sidoarjo (Forwas) berunjuk rasa menolak rancangan UU KUHP dan mengecam kekerasan yang terjadi pada jurnalis di Makassar. Mereka menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan tindakan represif aparat kepolisian terhadap wartawan.
Seorang wartawan ditendang, dipukul, dan diinjak oleh aparat keamanan hingga jatuh tersungkur dan terluka. Selanjutnya, pengunjuk rasa melakukan aksi tabur bunga sebagai simbol matinya sikap kemanusiaan yang seharusnya lebih dikedepankan dibandingkan dengan tindakan kekerasan.
Dalam aksi yang berlangsung di Monumen Jayandaru tersebut, jurnalis dari media cetak, televisi, radio, dan media daring juga membentangkan beragam poster. Isinya, antara lain, menuntut DPR membatalkan RUU KUHP karena berpotensi menghalangi kebebasan pers.
”Menuntut pihak kepolisian mengusut tuntas pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas meliput unjuk rasa. Harapannya kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak akan terjadi lagi,” ujar Ketua Forwas Eko Wibowo Yudo.