Proyek reklamasi Boulevard II di pantai utara Manado, Sulawesi Utara, sekalipun masih dalam tahap awal, membuat para nelayan khawatir masa depan profesi mereka.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS - Proyek reklamasi Boulevard II di kawasan pantai utara Manado, Sulawesi Utara, sekalipun masih dalam tahap awal, membuat para nelayan khawatir masa depan profesi mereka. Proyek infrastruktur itu berpotensi akan memaksa nelayan berlayar lebih jauh. Dengan alat pancing yang masih tradisional, ikan kemungkinan besar makin sulit didapat.
Proyek reklamasi Boulevard II yang dimulai pada 2014 lalu baru sampai pada tahap pembuatan Jalan Boulevard II sejauh 2 kilometer. Jalan itu berada di antara permukiman warga di sisi timur dan pantai Laut Sulawesi di sisi barat. Kegiatan pengurukan lahan untuk reklamasi belum tampak.
Rencana reklamasi Boulevard II didahului reklamasi lahan Boulevard I seluas 110 hektar pada awal 2000-an. Kini, area itu menjadi tempat berdirinya mal, hotel, dan kawasan bisnis. Pola pembangunan Boulevard II akan serupa, tapi lahan tidak akan dijual, melainkan disewakan kepada pengembang (Kompas, 6 Maret 2018).
Adrian (84), nelayan di Pantai Karangria, Manado, tidak mendapatkan ikan tangkapan selepas melaut, Kamis (26/9/2019), siang. Jumlah tangkapan memang tidak pasti. Namun, ia merasa lebih kesulitan mencari ikan setelah proyek reklamasi dimulai dengan pembuatan jalan Boulevard II di utara Jembatan Soekarno.
"Ikan makin menjauh, tangkapan makin sedikit. Padahal, dulu saya cari ikan dekat daratan saja sudah dapat. Sekarang harus minimal berlayar 5 mil," katanya. Jarak 1 mil setara 2,54 kilometer.
Bulan lalu, ia sempat mendapatkan ikan marlin seberat 40 kilogram. Namun, ia khawatir tangkapan sebesar itu akan makin susah setelah proyek reklamasi berlangsung. Penolakan dari warga di beberapa kelurahan di tepi laut, seperti Tumumpa, Sindulang, dan Maasing, pun bermunculan.
Kami sebenarnya menolak reklamasi di Pantai Karangria tapi tidak bisa apa-apa karena pemerintah sudah menetapkan. Katanya, tempat tambat perahu tidak akan diambil, tapi kami masih belum tahu
"Kami sebenarnya menolak reklamasi di Pantai Karangria tapi tidak bisa apa-apa karena pemerintah sudah menetapkan. Katanya, tempat tambat perahu tidak akan diambil, tapi kami masih belum tahu," kata Adrian.
Ketua Himpunan Masyarakat Nelayan Bitung Karangria, Veky Caroles (49) mengatakan, nasib para nelayan belum jelas seiring mencuatnya rencana reklamasi. Menurut dia, area reklamasi Boulevard II seluas 200 hektar akan mengambil sebagian besar area nelayan mencari ikan. Tanah mungkin diuruk hingga kedalaman laut 1.000 meter.
"Ikan-ikan yang hidup di kedalaman 30 meter pada jarak 4-5 mil pasti akan menjauh ke utara. Artinya, kami juga harus berlayar lebih jauh lagi. Dapat ikan akan makin sulit karena alat tangkap kami masih tradisional," kata Veky.
Mayoritas nelayan, yang melaut dengan perahu ketinting, menangkap ikan dengan pancing yang disebut handline, yaitu senar pancing yang digulung pada sebuah kayu. Alat pancing itu dapat digunakan untuk menangkap ikan marlin dan ikan layaran.
Hingga kini, himpunan 115 nelayan yang dipimpin Veky belum mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk mempersiapkan diri beradaptasi dengan reklamasi. Ia pun belum tahu apakah pemerintah menyediakan tempat bagi nelayan di area reklamasi nantinya.
Sebelumnya Kepala Biro Ekonomi dan Sumber Daya Alam Pemprov Sulut Frangky Manumpil mengatakan, reklamasi akan mengubah perkampungan nelayan yang kumuh menjadi lebih baik (Kompas, 8 Februari 2019). Veky sependapat dengan hal ini.
“Memang betul, tapi nelayan kan juga warga Manado. Saya harap, kami bisa diberi tempat khusus, misalnya area pujasera sehingga ikan tangkapan yang masih segar bisa langsung dijual untuk konsumsi pelanggan," kata Veky.
Veky mengatakan, beberapa warga di Kelurahan Bitung Karangria telah menjual tanahnya kepada pengusaha restoran. "Kami sebenarnya menolak reklamasi, tapi apa iya nelayan bisa menghentikan proyek pemerintah?" katanya.
Saat ini ada 15.000 nelayan di Manado. Mereka menghasilkan 32.828 ton ikan tangkap pada 2015. Jumlah itu meningkat menjadi 33.827 pada 2016.
Banyak peminat
Asisten II Gubernur Sulut Bidang Ekonomi dan Pembangunan M Rudi Mokoginta mengatakan, reklamasi lahan Boulevard II seluas 200 telah mengundang minat banyak investor. Namun, belum ada tawaran investasi yang disetujui Gubernur Sulut Olly Dondokambey sehingga reklamasi belum dapat dimulai secara serius.
Nantinya, di atas lahan reklamasi Boulevard II akan dibangun kawasan bisnis, pusat kegiatan pemuda, rumah toko, hingga universitas. Namun, Rudi belum dapat memastikan kapan pembangunan dimulai dan selesai. “Yang pasti, ketimpangan pembangunan antara Boulevard I di selatan Jembatan Soekarno dan Boulevard II di utara bisa teratasi,” katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Tienneke Adam mengatakan, belum ada pembahasan tentang reklamasi Boulevard II di kalangan pemerintah. Karenanya, belum ada komunikasi intensif dengan para nelayan kecil.
Jika reklamasi Boulevard II disepakati berlangsung, Tienneke memastikan para nelayan pasti mendapatkan kompensasi untuk beradaptasi dengan pembangunan. Ini meliputi saran penangkapan ikan serta lokasi tambat perahu yang baru.
“Kami bisa memberikan paket sarana tangkap ikan seperti perahu panjang, motor tempel, dan gillnet. Tapi, sekarang belum ada pembahasan tentang reklamasi sehingga kami belum ambil kebijakan,” katanya.