Wiranto: Ada Gerakan Kelompok yang Bertujuan Menggagalkan Pelantikan Presiden
Pemerintah menyatakan bahwa unjuk rasa dari mahasiswa untuk mengoreksi suatu kebijakan telah disusupi aktor yang memiliki kepentingan sendiri.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan bahwa unjuk rasa dari mahasiswa untuk mengoreksi suatu kebijakan telah disusupi aktor yang memiliki kepentingan sendiri. Aktor yang memengaruhi gerakan kelompok ini memiliki tujuan akhir menggagalkan pelantikan DPR periode baru hingga presiden dan wakil presiden terpilih.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto dalam konferensi pers di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (26/9/2019), seusai melakukan rapat koordinasi terbatas tingkat menteri terkait perkembangan situasi bidang polhukam.
Dalam konferensi pers tersebut, turut hadir Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letnan Jenderal (Purn) Hinsa Siburian, dan tiga kepala staf TNI.
”Kelompok yang mengambil alih demonstrasi mahasiswa itu bukan murni lagi untuk mengoreksi kebijakan pemerintah. Dari bukti yang didapat, mereka ingin DPR (periode baru) tidak dilantik dan lebih jauh tujuan akhirnya adalah menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih,” ujar Wiranto.
Menurut Wiranto, aktor yang bertujuan menggagalkan pelantikan presiden memanfaatkan unjuk rasa mahasiswa, memprovokasi pelajar, serta mengerahkan preman dan perusuh. Selain itu, mereka juga akan membuat gelombang gerakan baru yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti kelompok Islam radikal, suporter sepak bola, para buruh, tukang ojek, dan paramedis.
”Mereka sudah menghasut dan memprovokasi adik-adik pelajar untuk berhadapan dengan aparat keamanan dengan harapan muncul korban. Korban ini akan menjadi martir untuk menyalahkan aparat keamanan sehingga menciptakan satu gerakan yang lebih besar, menghasilkan chaos (kekacauan), dan akhirnya membangun ketidakpercayaan kepada pemerintah yang sah,” ungkapnya.
Meski demikian, Wiranto enggan menyebut siapa aktor yang ingin menggagalkan pelantikan DPR hingga presiden/wakil presiden. Dia pun menegaskan bahwa tindakan menggagalkan pelantikan dari hasil pemilihan umum yang sah adalah melanggar konstitusi. Oleh karena itu, pemerintah, aparat keamanan, dan seluruh bangsa Indonesia berkewajiban mencegah hal tersebut terjadi.
”Inilah yang sebenarnya dihadapi aparat keamanan. Jadi, biar masyarakat paham bahwa yang dihadapi aparat keamanan bukan lagi demonstrasi yang mengikuti peraturan. Namun, suatu kelompok perusuh yang sudah direncanakan secara sistematis dan terencana untuk melakukan hal yang bersifat inkonstitusional dan melanggar hukum,” katanya.
Penangkapan
Tito mengatakan, selama kerusuhan dari unjuk rasa yang berlangsung 24-25 September, kepolisian telah menangkap lebih dari 200 orang yang diduga melakukan tindakan anarkistis dan menjadi provokator. Adapun orang yang ditangkap sebagian di antaranya bukanlah mahasiswa ataupun pelajar, melainkan masyarakat umum yang tidak mengetahui substansi unjuk rasa.
Dari 200 orang lebih yang ditangkap, kata Tito, mereka akan diseleksi dan dimintai keterangan. Jika terbukti melakukan aksi anarkistis, akan ditahan dan jika tidak terbukti akan segera dibebaskan.
Selama kerusuhan dari unjuk rasa yang berlangsung 24-25 September, kepolisian telah menangkap lebih dari 200 orang yang diduga melakukan tindakan anarkis dan menjadi provokator
Tito mengakui bahwa terjadi bentrokan akibat aksi anarkistis pengunjuk rasa yang melakukan pelemparan batu, perusakan, hingga pembakaran. Bentrokan juga menyebabkan sejumlah orang terluka. Namun, Tito menegaskan bahwa aparat tidak menggunakan senjata tajam dalam menangani kerusuhan.
Dari informasi sementara yang diterima Tito, saat ini terdapat satu perusuh yang meninggal, tetapi bukan seorang mahasiswa ataupun pelajar. Penyebab meninggalnya perusuh tersebut juga bukan berasal dari luka tembak ataupun penganiayaan, melainkan kekurangan oksigen dari gas air mata.
”Kami lihat ada upaya provokatif untuk memanfaatkan situasi dan menciptakan adu domba. Seolah-olah ada korban dan ada kekerasan yang eksesif dalam rangka memancing emosi. Indonesia negara hukum, jadi kami akan lakukan tindakan hukum. Semua yang salah akan kami proses, baik petugas maupun pelaku kerusuhan,” ujarnya.
Sementara terkait beredarnya video di media sosial tentang ketegangan antara TNI dan Polri saat menangani unjuk rasa, Hadi menegaskan bahwa hal tersebut tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang. Menurut Hadi, TNI tidak membela pengunjuk rasa dan melarang mereka masuk ke dalam instansi militer.
Hadi menegaskan, TNI bertugas memberikan dukungan atau bantuan kepada kepolisian terkait tugas keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai aturan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pihaknya juga mengerahkan 3.000 personel TNI dari tiga matra, yakni Angkatan Darat, Laut, dan Udara, yang ditempatkan di sejumlah titik krusial. Anggota TNI dipastikan bertugas sesuai prosedur standar operasi (SOP) dan peraturan yang berlaku.
Tjahjo menyampaikan, Kemendagri mengimbau kepada seluruh pemerintah daerah dan DPRD untuk menerima aspirasi para pengunjuk rasa yang terjadi di sejumlah daerah. Dia juga menjamin unjuk rasa tidak akan mengganggu fungsi pelayanan publik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan.
”Kami meminta kepala daerah yang memiliki hubungan langsung tingkat bawah untuk mengontrol guru, kepala sekolah, paramedis, dan semua yang diisukan untuk berhati-hati agar tidak termakan hoaks di media sosial,” ujarnya.